Jumat, 02 Februari 2018

MAKALAH LARANGAN DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM DAN KAIDAH NA’AT MAN’UT



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Salah satu aspek kehidupan manusia adalah ekonomi, yaitu upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya melalui proses-proses tertentu. Dalam sistem ekonomi Islam, memandang ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis maupun sosialis. Islam memberikan perlindungan hak  kepemilikan individu, sementara untuk kepentingan masyarakat didukung dan diperkuat dengan tetap menjaga keseimbangan kepentingan publik dan individu serta menjaga moralitas. Maka dalam mencapai hal tersebut haruslah diterapkan larangan-larangan terutama dalam hal perdagangan,  seperti: larangan riba, menimbun barang, perdagangan dalam pinjaman, penjualan properti yang tidak dimiliki oleh individu, jual beli gharar, perdagangan tabu.
Dalam kehidupan manusia juga terdapat aspek sosial, sehingga manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang tentunya membutuhkan sarana untuk berkomunikasi. Bahasa merupakan salah satu sarana yang dalam keseharian digunakan berkomunikasi sehingga terbentuklah suatu interaksi. Dalam setiap bahasa mengandung beberapa struktur kalimat yang berbeda, akan tetapi makna dan tujuannya sama. Salah satu struktur kalimat bahasa Arab yaitu na’at dan man’ut, yang dalam bahasa Indonesia disebut kata sifat dan kata yang disifati.
Dalam uraian berikut akan dijelaskan tentang beberapa kaidah berdagang yang dilarang dalam sistem ekonomi Islam serta kaidah kalimat bahasa arab yaitu na’at dan man’ut.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja larangan dalam sistem ekonomi Islam?
2.      Apa definisi naat dan man’ut?
3.      Bagaimana pembagian na’at?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk memahami dan mengetahui larangan dalam sistem ekonomi Islam.
2.      Untuk memahami dan mengetahui kaidah na’at dan man’ut.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teks Arab

المَبْحَثُ الرَّابِعُ
المَحْظُوْرَاتُ فِي النِّظَامِ الاِقْتِصَادِي الإِسْلَامِيِّ
تَحْرِيْمُ الرِّبَا: الرِّبَا مُحَرَّمٌ فِي اْلإِسْلَامِ. بِنَوْعَيْهِ رِبَا الفَضْلِ وَرِبَا النَّسِيْئَةِ.
تَحْرِيْمُ الاِحْتِكَارِ:وَهُوَ مُحَرَّمٌ مِنَ السُّنَّةِ وَاْلأَحَادِيْثِ النَّبَوِيَّةِ الشَّرِيْفَةِ. لِمَا فِيْهِ مِنَ الإِضْرَارِ بِمَصَالِحِ الْعَامَّةِ وَاْلاِسْتِغْلَالِ لِحَاجَاتِهِمْ. وَمَا يَتَسَبَّبُ فِيْهِ مِنْ قَهْرٍ لِلْمُحْتَاجِ، وَرِبْحٌ فَاحِشٌ لِلْمُحْتَكِرِ.
تَحْرِيْمُ اْلاِتِّجَارِ فِي القُرُوْضِ: القُرُوْضُ هِيَ إِحْدَى صُوَرِ المَالِ. فَلَا يَجُوْزُ الاِتِّجَارُ بِهِ، إِذْ أَنَّ المَالَ لَا يُبَاعُ وَلَا يُشْتَرَى.
تَحْرِيْمُ بَيْعِ مَا لَا يَمْتَلِكُهُ الفَرْدُ، وَذَلِكَ لِمَنْعِ المُخَاطَرَةِ أَوِ المُقَامَرَةِ.
تَحْرِيْمُ بَيْعِ الْغَرَرِ، وَبَيْعُ الْغَرَرِ هُوَ بَيْعُ غَيْرِ الْمَعْلُوْمِ، مِثْلُ بَيْعِ السَّمَكِ فِي اْلمَاءِ، أَوْ أَنْوَاعُ المُقَامَرَةِ الَّتِي نَرَاهَا مُنْتَشِرَةٌ فِي مُسَابَقَاتِ الْفَضَائِيَّاتِ وَشِرْكَاتِ الْهَوَاتِفِ، اِتَّصِلْ عَلَى رَقْمِ كَذَا لِتَرْبَحَ أَوْ أَرْسِلْ رِسَالَةً لِتَرْبَحَ. وَهِيَ كُلُّهَا مِنْ صُوَرِ الْمُقَامَرَةِ الَّتِي حَرَّمَهَا اللهُ عَزّ وَجَلَّ.
تَحْرِيْمُ الاِتِّجَارِ فِي المُحَرَّمَاتِ، فَلَا يَجُوْزُ التَّرَبُّحُ مِنْ مَاحَرَّمَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، مِنَ التِّجَارَةِ فِي الْخُمُوْرِ أَوْ المُخَدِّرَاتِ أَوِ الدَّعَارَةِ أَوِ الْمَوَادِ الإِبَاحِيَّةِ المُخْتَلِفَةِ، وَغَيْرِهَا مِنَ المُحَرَّمَاتِ.
نَظْرَةُ اْلإِسْلَامِ لِلسُّوْقِ
يُؤْمِنُ اْلاِقْتِصَادُ الإِسْلَامِيُّ بِالسُّوْقِ وَ دَوْرِهِ فِي اْلاِقْتِصَادِ حَيْثُ أَنَّ ثَانِيَ مُؤَسَّسَةٍ قَامَتْ بَعْدَ الْمَسْجِدِ فِي المَدِيْنَةِ المُنَوَّرَةِ هِيَ السُّوْقُ وَلَمْ يَنْهَ النَّبِيُّ مُحَمَّدٌ  العَدِيْدَ مِنَ الصَّحَابَةِ عَنِ التِّجَارَةِ لَا بُلَّ أَنَّ العَدِيْدَ مِنَ الصَّحَابَةِ كَانُوْا مِنَ اْلأَغْنِيَاءِ مِثْلُ أَبِي بَكْر الصِّدِّيْق ، وَ عُثْمَانَ بنِ عَفَّان، وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ بن عَوْفٍ،وَغَيْرِهِمْ.
  1. Terjemah
Topik keempat
Larangan dalam sistem ekonomi Islam.
Larangan riba: riba diharamkan dalam Islam. Macam riba dibagi menjadi 2, yaitu: Riba Al Fadl dan Riba Al Naseeah.
Larangan menimbun barang: haram karena terdapat didalam hadits nabi. Karena merugikan kepentingan masyarakat dan eksploitasi terhadap kebutuhan mereka. Dan  penimbunan barang menyebabkan penindasan terhadap orang miskin, dan keuntungan yang tidak baik bagi perusahaan yang menimbun barang.
Larangan perdagangan dalam pinjaman: Pinjamannya dalam bentuk uang. Tidak diperbolehkan melakukan perdagangan di dalamnya, karena uangnya tidak dijual atau dibeli.
Melarang penjualan properti yang tidak dimiliki oleh individu, sehingga bisa mencegah risiko atau perjudian.
Larangan jual beli gharar , dan jual beli gharar adalah penjualan yang tidak jelas, seperti menjual ikan di air, atau jenis perjudian yang kita lihat umum di kompetisi satelit dan perusahaan telepon, meminta nomor tersebut untuk menang atau mengirim pesan untuk menang. Semua itu adalah gambar perjudian yang dilarang Allah.
Larangan perdagangan tabu tidak diperbolehkan untuk mendapatkan keuntungan dari larangan Allah menjual alkohol, narkoba, prostitusi, pornografi atau yamg lainnya.
Pandangan Islam terhadap pasar
Perekonomian Islam percaya pada sistem pasar dan perannya dalam perekonomian, dimana institusi kedua setelah masjid di Madinah adalah pasar. Nabi Muhammad SAW tidak menghentikan banyak sahabat untuk berdagang. Memang banyak sahabat yang kaya seperti Abu Bakar as Siddiq, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan lain-lain.
  1. Istilah Penting
الرِّبَا                                                       : Riba
تَحْرِيْمُ                                                      : Larangan
لسُّوْقِ                                                   : Pasar
الاِحْتِكَارِ                                             : Menimbun barang
اْلاِتِّجَارِ فِي القُرُوْضِ      : perdagangan dalam pinjaman

  1. Main idea
Ada beberapa larangan dalam sistem Ekonomi Islam, seperti larangan riba, menimbun barang, perdagangan pinjaman, gharar, dan larangan menjual barang yang tabu. Pada zaman Rasulullah, Rasulullah tidak melarang para sahabat untuk berdagang. Bahkan banyak sahabat Rasulullah yang berhasil dan sukses berdagang seperti Abu Bakar, Utsman Bin Affan dan Abdurrahman Bin Auf.

  1. Kaidah Na’at Man’ut
Na’at adalah sifat, yang disifati disebut Man’ut (maushuf). Na’at selalu diikuti Man’ut. Na’at ada dua macam yaitu:[1]
1.      Na’at haqiqi
Na’at haqiqi ialah sifat yang menjelaskan keadaan dari man’utnya/maushufnya.
Contoh:
اَكْرِمِ امْرَأَةً صَا لِحَةً : Muliakanlah perempuan yang sholeh
لَقِيْتُ وَلَدًا مُخْلِصًا : Saya menjumpai anak yang ikhlas
Ciri-ciri na’at itu harus sama dengan yang disifatinya (man’utnya) dalam segi mufrad mudzakkar, muutsanna mudzakkar, jamak mudzakkar sama mu’anatsnya, sama ma’rifah dannakirahnya dan sama i’rabnya.
2.      Na’at Sababi
Na’at Sababi ialah sifat yang menjelaskan kata lain yang berhubungan dengan man’utnya. Jadi tidak menjelaskan keadaan kata yang disifatinya itu.
Contoh:
هُوَ لَيْسَ رَجُلاً مَحْمُدًا خُلُقُهُ : Dia bukan orang yang terpui akhlaknya.
Ø  Fungsi Na’at dalam kalimat beberapa fungsi na’at dalam kalimat sebagai berikut:[2]
1.      Mentakhsis kata yang diikuti ( man’ut ), jika man’ut berupa isim nakirah, seperti: رأيتَ ا ً َ َطالب ِّ ذكيا Telah datang seorang mahasiswa yang cerdas  ذكيا menjadi na’at bagi طالب ا yang berarti tidak semua orang cerdas dan orang yang cerdas yang dimaksud dalam kalimat ini adalah طالب ا 2. Menjelaskan man’ut, apabila man’utnya berupa isim makrifah  كتبتَالدرسَبلقلمَالجديد Saya menulis pelajaran dengan pulpen yang baru
2.      Memuji  بسم الله الرحمن الرحيم Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
3.      Mencela  أعوذَبللهَمنَالشيطانَالرجيم Saya berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk
4.      Memohon belas kasih  اللهمَارحمَعبدكَالدسكين Ya Allah, kasihanilah hamba-Mu yang miskin ini. 
5.      Mengukuhkan (tauhid)
وَاذْكُرُوا الله فِي أَيَّامِ مَعْدُودَتٍ
Artinya : Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.

F. Analisis Na’at Man’ut dalam bacaan

١. المَبْحَثُ الرَّابِعُ
Kalimat tersebut disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال ) dan man’utnya ma’rifat, dan harokat diakhir kata sama, yaitu dhomah dengan dhomah.
٢. النِّظَامِ الاِقْتِصَادِي
Kalimat tersebut disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال ) dan man’utnya ma’rifat, dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.
٣. الاِقْتِصَادِي الإِسْلَامِيِّ
Kalimat tersebut disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال ) dan man’utnya ma’rifat, dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.
٤. حَادِيْثِ النَّبَوِيَّةِ
Kalimat tersebut disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال ) dan man’utnya nakirah (tidak ada ال ), dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.
٥. النَّبَوِيَّةِ الشَّرِيْفَةِ
Kalimat tersebut disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال ) dan man’utnya ma’rifat dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.
٦. وَرِبْحٌ فَاحِشٌ
Kalimat tersebut disebut na’at man’ut karena na’atnya nakirah (tidak ada ال ), dan man’utnya nakirah, dan harokat diakhir kata sama, yaitu dhomah ten dan dhomah ten.
٧. مُسَابَقَاتِ الْفَضَائِيَّاتِ
Kalimat tersebut disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال ) dan man’utnya nakirah (tidak ada ال ), dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.
٨. اْلاِقْتِصَادُ الإِسْلَامِيُّ
Kalimat tersebut disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال ) dan man’utnya ma’rifat, dan harokat diakhir kata sama, yaitu dhomah dengan dhomah.
٩. المَدِيْنَةِ المُنَوَّرَةِ
Kalimat tersebut disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال ) dan man’utnya ma’rifat dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Al - Na‘t wa Al - Man‘ut atau Al - S}ifah wa Al - Maus} adalah bentuk kalimat dimana Al - Na‘t mengikuti Al - Man‘ut secara keseluruhan atau sebagian.
2.      Na’at dibagi menjadi dua yaitu Al - Na‘t Haqiqi dan Na’at Sababi.
3.      Fungsi Al - Na‘t dalam kalimat, diantaranya mentakhsis man’ut, menjelas kan, memuji, mencela, memohon belas kasihan dan mengukuhkan. 


DAFTAR PUSTAKA
Al Na’at wa Al Man’ut, IAIM Sinjai, 2016, www.iaim-sinjai.ac.id diakses tanggal 3 September 2017 pukul 09.00.
Muhammad, Abu Bakar, Tata Bahasa Bahasa Arab, (Surabaya: Al ikhlas, 1982).


[1] Abu Bakar Muhammad, Tata Bahasa Bahasa Arab, (Surabaya: Al ikhlas, 1982), hlm 198-199.
[2] Al Na’at wa Al Man’ut, IAIM Sinjai, 2016, www.iaim-sinjai.ac.id diakses tanggal 3 September 2017 pukul 09.00.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Manfaat