Sabtu, 11 November 2017

INVERSTOR ALERGI TERHADAP PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH KARENA ISTILAH SULIT DIPAHAMI


Mata Kuliah Aspek Hukum Bank Islam


INVERSTOR ALERGI TERHADAP PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH KARENA ISTILAH SULIT DIPAHAMI
Bank syariah adalah bank bagi hasil yang mengedepankan konsep loss and profit sharing dalam pegembangan produknya. Dan dalam pengembangannya ia menggunakan konsep mua’malah islamiyah ala indonesia yang diijtihadkan MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) melalui DSN (Dewan Syariah Nasional), lalu prakteknya diawasi oleh DPS (Dewan Pengawas Syariah) sehingga akan menciptakan suatu mekanisme perbankan yang diharapkan mampu memberi kemaslahatan objektif bagi umat seluruh alam. Namun fakta Pada saat ini adalah pemilik modal seperti alergi dengan perbankan syariah yang mengakibatkan pembiayaan berbasis syariah masih belum dilirik investor atau pemilik proyek. Pasalnya, istilah yang dipakai dalam syariah tersebut sulit dipahami secara luas oleh masyarakat. Dan kurangnya tenaga ahli yang benar-benar memahami perbankan syariah salah satunya adalah sengketa dimana penyelesaiannya di pengadilan agama bukan di pengadilan umum yang membuat investor kurang mempercayai dan kurang tertarik dalam perbankan syariah. Perkembangan bank syariah di Indonesia didominasi oleh produk jual beli terutama murabahah hal ini mengindikasikan bahwa ketertarikan nasabah pada perbankan syariah masih didominasi oleh faktor idealitas bukan objektifitas kualitasnya, hingga mereka lebih tertarik menggunakan pembiayaan jangka pendek yang beresiko lebih kecil dibandingkan mudharabah atau musyarakah yang bersifat jangka panjang. Mereka sama-sama menahan diri agar proyeknya tidak menggunakan pembiayaan dari perbankan syariah. Selain itu, perbankan syariah yang ada di Tanah Air mayoritas hanya bank buku 2. Akibatnya, mereka hanya bisa masuk pada proyek yang skalanya kecil.  Oleh sebab itu, industri perbankan membutuhan sosok pemimpin (leading sector) yang dari segi permodalan dan kapasitas memadai. Hal ini secara objektif kembali menunjukkan kelemahan bank syariah sebagai bank bagi hasil dalam mengaplikasikan dan mensosialisasikan produk-produknya. Hingga sekarang permasalahan-permasalahan klasik bank syariah seakan menemui jalan buntu dalam penyelesaiannya, karena dampak dari solusi-solusi yang pernah ditawarkan belum dapat dirasakan. Pencapaiannya baru sebatas memberi pengetahuan belum dapat menimbulkan kemauan yang objektif untuk melirik bank syariah sebagai media intermediasi uangnya karena itu timbul kesenjangan antara keinginan dan pemahaman. Disisi lain Kompetensi sumber daya insani perbankan syariah belum bisa dikatakan memadai untuk melakukan investasi pola bagi hasil yang diharapkan.[1]
Dari pemaparan diatas menjelaskan bahwa dari awal pertama kali bank syariah berdiri hingga sekarang perbankan syariah belum mendapatkan kepercayaan sepenuhnya mengenai investasi dan proyek pembangunan dalam sekala besar karena keterbatasan pada pengetahuan yang membuat anggapan bahwa perbankan syariah hanya digunakan oleh agama tertentu.[2]  Sebagian orang memang sudah tahu apa itu bank syariah namun  terdapat kekurangan dalam pemahaman tentang produk-produk yang terdapat dalam bank syariah serta minimnya edukasi yang mereka dapatkan memberikan persepsi yang berbeda mengenai produk bank syariah. Sehingga masyarakat dan para investor yang tidak tahu produk-produk bank syariah tentunya tidak akan berminat untuk menggunakan jasa bank syariah karena mereka menganggap bahwa fasilitas penunjang yang diberikan masih kalah dengan fasilitas yang ditawarkan oleh bank konvensional, saat ini sebagian besar masyarakat hanya melihat bahwa nilai tambah bank syariah adalah lebih halal dan selamat, lebih menjanjikan untuk kebaikan akhirat, dan juga lebih berorientasi pada menolong antar sesama dibandingkan dengan bank konvensional. Memang benar adanya akan hal yang di nilai oleh masyarakat. Namun, produk-produk bank syariah tidak kalah bersaing dengan bank konvensional. Yang tentunya pendapat dari masyarakat tidak sesuai dengan yang telah di sebutkan pada Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Perkembangan bank syariah di Indonesia didominasi oleh produk jual beli terutama murabahah yang berdasarkan data pada Februari 2007 menunjukkan pembiayaan dengan akad murabahah mencapai 62% dari total pembiayaan yang ada di perbankan syariah, sementara pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang diberikan hanya sekitar 30% dari total pembiayaan yang ada. Hal ini mengindikasikan bahwa ketertarikan nasabah pada perbankan syariah masih didominasi oleh faktor idealitas bukan objektifitas kualitasnya, hingga mereka lebih tertarik menggunakan pembiayaan jangka pendek yang beresiko lebih kecil dibandingkan mudharabah atau musyarakah yang bersifat jangka panjang. Yang dimana sesungguhnya konsep inti dari perbankan syariah adalah produk jangka panjangnya. Hal ini karena belum tepatnya kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia dalam mendukung kemajuan dan pengembangan perbankan syariah di Indonesia, untuk itu perlu diadakanya pendekatan mua’malah islam yang sesuai dengan budaya rakyat indonesia tanpa harus keluar dari nash-nash agama, sehingga akan menghasilkan produk bank syariah baru yang benar-benar sesuai dengan budaya rakyat Indonesia. Karena berdasarkan data historis sistem perbankan syariah yang dianut Indonesia kini adalah hasil dari adopsi perbankan syariah yang ada di Malaysia, maka wajar jika ada ketidak cocokan budaya, oleh sebab itu masalah pengembangan produk perlu dikembalikan lagi kedalam konsep mu’amalah islam yang universal.[3] Belum tersebar luasnya kantor-kantor perbankan syariah, minimnya SDI (Sumber Daya Insani) yang paham akan praktisi bank syariah, baik sisi pengembangan bisnis maupun sisi syariah. Dengan kata lain belum terpenuhinya sumber daya insani yang mumpuni di bidang ekonomi syariah, sehingga dalam praktiknya perbankan syariah seringkali menyimpang dari prinsip syariah dimana praktisi hanya bisa menjelaskan apa yang mereka tahu tetapi tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan oleh masyarakat karena belum memadainya sumber daya insani yang terdidik dan profesional, terutama teknis manajerial. Pasalnya meski tren pendidikan yang menawarkan program keuangan syariah, kursus-kursus khusus keuangan syariah, pendidikan keuangan syariah, serta seminar khusus keuangan syariah telah berkembang namun masih dinilai kurang karena pendidikan dan pelatihan yang diberikan hanya sesuai dengan kebutuhan. Hal ini terlihat dari hasil survei yang dilakukan Islamic Research and Training Institute (IRTI/anggota Islamic Development Bank) yang mengungkapkan bahwa level familiaritas responden terhadap konsep keuangan syariah, produk dan layanan industri jasa keuangan syariah masih sangat rendah. Sebanyak 90% dari responden yang mengikuti survei adalah lulusan SMA, dan pemegang gelar Diploma. Diketahui bahwa kebanyakan responden atau 1.730 dari 3.165 responden yang merupakan lulusan SMA hingga Pascasarjana menggunakan layanan jasa perbankan konvensional dan hanya 13% yang memiliki hubungan dengan bank syariah. Selain itu hanya 12,9% dari responden yang memiliki pengetahuan tentang keuangan syariah, dan 37,7% memiliki pengetahuan yang terbatas, sementara 30% tidak mengerti perbedaan antara keuangan syariah dan konvensional. Selanjutnya dalam permodalan perbankan syariah masih belum memadai dan biaya dana yang mahal yang berdampak pada keterbatasan segmen pembiayaan yang disebabkan karena para investor enggan bergabung karena belum dan tidak memahami istilah syariah. Selain itu, mayoritas perbankan syariah di Indonesia juga masih di level BUKU 2 sehingga mereka hanya bisa masuk pada proyek infrastruktur skala kecil. “Bank syariah yang ada di indonesia sebagian besar BUKU 2. Cuma satu yang BUKU 3 yaitu Bank Syariah Mandiri. Itu pun baru, jadi BUKU 3-nya tipis. Karena kebanyakan BUKU 2, jadi hanya bisa masuk dalam proyek kecil. Dan tidak bisa masuk dalam proyek infrastruktur. Dampaknya, secara umum bank syariah tidak se-efisien bank konvensional. Inovasi di bidang produk dan layanan pada bank syariah , pemasaran dan pengembangan bisnis yang dimiliki bank syariah masih lemah, dan kurang memadainya fasilitas atau infrastruktur teknologi informasi (IT), padahal hal tersebut merupakan prasyarat penting keberhasilan lembaga keuangan.[4] Dimana kemajuan tersebut akan membawa para investor untuk bergabung dan tertarik akan perbankan karena keberhasilan yang dicapai baik dalam IT maupun dalam pikiran masyarakat. Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi dalam menunjang pengembangan yang dapat meningkatkan ketertarikan para investor untuk bergabung dengan perbankan syariah yang tentunya ketertarikan tersebut dengan diiringi permodalan yang memadai untuk pembangunan proyek-proyek yang besar. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ketidak tertarikan atau ke alergian para investor dengan perbankan syariah adalah karena minimya pengetahuan akan produk-produk yang ditawarkan dan label syariah yang dimana hal tersebut dianggap hanya digunakan oleh agama tertentu, saat ini sebagian besar masyarakat hanya melihat bahwa nilai tambah bank syariah adalah lebih halal dan selamat, lebih menjanjikan untuk kebaikan akhirat, dan juga lebih berorientasi pada menolong antar sesama dibandingkan dengan bank konvensional. Kurangnya dalam pemahaman tentang produk-produk yang terdapat dalam bank syariah serta minimnya edukasi yang mereka dapatkan memberikan persepsi yang berbeda mengenai produk bank syariah. Sehingga masyarakat dan para investor yang tidak tahu produk-produk bank syariah tentunya tidak akan berminat untuk menggunakan jasa bank syariah. Dan mereka beranggapan bahwa fasilitas penunjang yang diberikan masih kalah dengan fasilitas yang ditawarkan oleh bank konvensional. Dimana hal tersebut didukung dengan ketertarikan nasabah pada perbankan syariah masih didominasi oleh faktor idealitas bukan objektifitas kualitasnya, hingga mereka lebih tertarik menggunakan pembiayaan jangka pendek yang beresiko lebih kecil dibandingkan mudharabah atau musyarakah yang bersifat jangka panjang. ketidak cocokan budaya dimana hasil dari adopsi perbankan syariah yang ada di Malaysia maka wajar jika ada, oleh sebab itu masalah pengembangan produk perlu dikembalikan lagi kedalam konsep mu’amalah islam yang universal. Baik belum tersebar luasnya kantor-kantor perbankan syariah, minimnya SDI (Sumber Daya Insani) yang paham akan praktisi bank syariah, baik sisi pengembangan bisnis maupun sisi syariah, dan dalam permodalan perbankan syariah masih belum memadai dan biaya dana yang mahal yang berdampak pada keterbatasan segmen pembiayaan. Selain itu, mayoritas perbankan syariah di Indonesia juga masih di level BUKU 2 sehingga mereka hanya bisa masuk pada proyek infrastruktur skala kecil. Dampaknya, secara umum bank syariah tidak se-efisien bank konvensional. Kurangnya inovasi di bidang produk dan layanan pada bank syariah, pemasaran dan pengembangan bisnis yang dimiliki bank syariah masih lemah, dan kurang memadainya fasilitas atau infrastruktur teknologi informasi (IT), itulah yang membuat para investor enggan untuk bergabung pada perbankan syariah. Padahal hal tersebut merupakan prasyarat penting keberhasilan lembaga keuangan dan dalam menarik minat investor untuk bekerja sama dalam bidang perbankan syariah. Maka dengan itu, perbankan syariah harus meningkatkan kualitas SDI (Sumber Daya Insani) untuk meningkatkan inovasi produk dan untuk membuat masyarakat paham dan mengerti akan produk-produk yang ditawarkan dengan didukung teknologi informasi (IT) yang mumpuni. Dimana hal tersebut akan memperoleh keberhasilan dan meningkatkan daya saing lembaga keuangan yang berbasis syariah dan dapat menarik minat investor untuk bekerja sama dalam bidang perbankan syariah yang kemungkinan besar akan mengalahkan bank konvensional.


[1] https://ekbis.sindonews.com
[2] Amir, Mu’allim, “Persepsi Masyarakat Terhadap Lembaga Keuangan Syariah”dalam jurnal “AL-Mawarid” Edisi X Thaun 2003, 22-23
[3] Maulana Hamzah, Pengembangan Perbankan Syariah Secara Objektif Dan Rasional Dengan Pendekatan Mekanisme Pasar”, 26-27, dalam jurnal ekonomi islam La-Riba VOL. II, No. 1, juli 2008
[4] Aam Slamet Rusydiana, “Analisis Maslah Pengembangan Perbankan Syariah Di Indinesia: Aplikasimetode Analitic Network Process”, 241 dalam jurnal Jurnal bisnis dan managemen, VOL. 6, oktober 2016

Makalah MULTIMEDIA PEBELAJARAN



MULTIMEDIA PEBELAJARAN

Mata Kuliah Media dan Teknologi Pembelajaran
KATA PENGANTAR
            Assalamu’alaikum Wr. Wb   
            Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik, nikmat, hidayah serta Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Multimedia ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW. Yang kita nantikan syafaatnya di hari kiamat kelak.
            Makalah ini dibuat semata-mata untuk memenuhi tugas dari mata kuliah kuliah Media dan Teknologi  Pendidikan. Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:
1.   dosen pengampu mata kuliah Media dan Teknologi  Pendidikan.
2.      Teman-teman selaku audien sekaligus kritikus makalah yang memberikan masukan-masukan untuk penulis,
3.      Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya karena keterbatasan ruang dan waktu.
Sesungguhnya makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan juga baik. Maka dari itu, penulis sangat membutuhkan masukan berupa kritik maupun saran yang membangun untuk makalah ini agar dapat menjadi lebih baik. Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikumWr. Wb.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Proses belajar mengajar atau proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan pelaksanaan kegiatan kurikulum di dalam suatu lembaga pendiikan . agar mengenai tujuan sasaran siswa untuk mencapai pendiikan yang telah ditetapkan maka ada beberapa metode atau teknik. Pembelajaran ada aspek mendukung misalnya, metoe dan media pmbelajaran sebagai alat bantu mengajar
Dengan berkembangnya teknologi informatika yang sangat cepat, ada beberapa pilihan media pembelajaran. Salah satunya menggunakan computer untuk menjadi media pembelajaran yang dipergunakan untuk siswa sekolah. Computer dapat juga sebagai alat komunikasi melalui internet yang berfungsi untuk mencari informasi didunia.
Teknologi merupakan sebuah penemuan yang memungkinkan menghadirkan beberapa atau semua bentuk stimulus yaitu menghubungkan manusia dengan realita, gambar bergerak atau tidak tulisan suara yang direkam. Ehingga pembelajaran akan lebih optimal , namun demikian masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar atau guru merupkan orang yang memiliki kemampuan untuk merealisasikan stimulus terebut dalam bentuk pemblajaran.  
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Multimedia Pembelajaran?
2.      Bagaimana Sejarah Perkembangan Multimedia Pembelajaran?
3.      Bagaimana Tahapan penyusunan software multimedia Pembelajaran?
4.      Bagaimana Cara Mendesain software Multiedia Pembelajaran?
5.      Bagaimana Menyusun Materi Software Multimedia Pembelajaran?
6.      Apa Kelebihan dan kekurangan multimedia Pembelajaran?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Multimedia Pembelajaran.
2.      Untuk mengetahui bagaimana Sejarah Perkembangan Multimedia Pembelajaran.
3.      Untuk mengetahui bagaimana Tahapan penyusunan software multimedia Pembelajaran.
4.      Untuk mengetahui bagaimana Cara Mendesain software Multiedia Pembelajaran.
5.      Untuk mengetahui bagaimana Menyusun Materi Software Multimedia Pembelajaran.
6.      Untuk mengetahui apa Kelebihan dan kekurangan multimedia Pembelajaran.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Multimedia Pembelajaran
Penting untuk kita mengetahui pengertian dari media sebelum memahami pengertian multimedia. Hal tersebut agar kita akan lebih paham mengenai arah atau maksud adanya multimedia itu sendiri dan tujuan dari media dan media pembelajaran itu sendiri. Kata “Media” berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium”, secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Association for Education and Communication Technology (AECT), mengartikan kata media sebagai segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses informasi. National Education Association(NEA) mendefinisikan media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut. Sedangkan Heinich, dkk (1982) mengartikan istilah media sebagai “the term refer to anything that carries information between a source and a receiver”.[1] Sedangkan pembelajaran adalah suatu proses transfer ilmu/ pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik. Dengan melihat pengertian dari media dan multiedia tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sarana/ wahana untuk menyalurkan informasi/ ilmu dari pendidik kepada peserta didik.
Media adalah salah satu jenis dari media pembelajaran. Namun, Definisi multimedia memang belum jelas. Namun secara sederhana dapat diartikan sebagai lebih dari satu media. Didalam multimedia terdapat penggabungan antara media audio, visual, slide bergambar dan bersuara, animasi, dan lain-lain. Melihat dari ciri-ciri tersebut maka secara umum dapat didefinisikan bahwa multimedia adalah berbagai macam kombinasi grafik, teks, suara, video,dan animasi. Penggabungan ini merupakan satu kesatuan yang secara bersama-sama menampilkan informasi, pesan, atau isi pelajaran.[2] Sistem pembelajaran multimedia merupakan teknologi yang melibatkan teks, gambar, suara, dan video yang diintegrasikan dalam penyajian materi yang diajarkan pada siswa. Dengan menggunakan sistem pembelajaran berbasis multimedia dapat menciptaka suasana belajar mengajar yang menyenangkan dan interaktif sehingga dapat menambah motivasi siswa selama proses belajar mengajar berlangsung yang dapat mendorong penyerapan materi menjadi lebih optimal. Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis multimedia ini adalah audio, slide suara, multimedia dan e- learning.
Kemampuan multimedia ini adalah suatu kemampuan menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar atau video dalam satu kesatuan yang mampu mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan demikian, materi yang disajikan akan semakin menarik dan dapat menimbulkan feedback yang positif dari peserta didik karena mereka akan semakin termotivasi dalam belajar sehingga materi yang diajarkan dapat dengan mudah dicernanya. Penggunaan komputer multimedia dalam proses pembelajaran mempunyai tujuan meningkatkan mutu pembelajaran dan pembelajaran itu sendiri. Jenis peralatan yang dipakai dalam multimedia ini diantaranya: komputer, video kamera, VCR, Overhead Projector, multivision atau sejenisnya, CD Player, dan CD.  Sebenarnya CD player merupakan peralatan tambahan (External Peripheral) komputer, namun sekarang sudah menjadi bagian unit komputer tertentu.
Berdasarkan pemaparan diatas, akan dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan multimedia pembelajaran ialah berbagai macam kombinasi grafik, teks, suara, video, dan animasi yang menjadi satu kesatuan yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
B.     Sejarah Perkembangan Multimedia
Pada proses belajar mengajar sering kali dihadapkan pada materi yang abstrak dan diluar pengalaman peserta didik sehari-hari, sehingga materi tersebut menjadi sulit bagi guru untuk menjelaskan dan  secara otomatis akan juga sulit untuk dipahami oleh siswa. Visualisasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjelaskan sesuatu yang abstrak.
Gambar dua dimensi atau model tiga dimensi adalah visualisasi yang sering dilakukan dalam hal Kegiatan PBM (Proses Belajar Mengajar). Pada era informatika, visualisasi berkembang dalam bentuk gambar bergerak (animasi) yang dapat ditambahkan suara ( audio). Sajian audio visual atau lebih dikenal dengan sebutan multimedia menjadikan visualisasi lebih menarik. Dalam hal ini komputer dengan dukungan multimedia dapat menyajikan sebuah tampilan berupa teks yang tidak monoton dan lebih menarik yang lebih interaktif. Tampilan tersebut akan membuat pengguna lebih leluasa memilih, menyaring dan memahami pengetahuan yang ingin diketahuinya. Hasilnya, komputer dapat mengatasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena komputer tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi, sebagaimana perintah user/ pengguna.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejarah mengenai hadirnya multimedia pembelajaran ialah merupakan perkembangan atau inovasi dari media-media sebelumnya dan merupakan gabungan dari media-media yang ada sebelumnya.
C.    Tahapan penyusunan software multimedia
Sebelum menginjak pada tahap penyusunan Software Multimedia, terlebih dahulu perlu dipahami mengenai syarat yang harus dipenuhi dalam multimedia pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Pengoperasian yang mudah dan familier (User Friendly)
2.      Mudah untuk diInstall ke komputer yang akan digunakan oleh pengguna
3.      Media pembelajaran yang interaktif dan komunikatif.
4.      Sistem pembelajaran yang mandiri. Dalam arti, multimedia ini dapat difungsikan oleh peserta didik secara mandiri tanpa membutuhkan penjelasan terperinci oleh guru, sehingga aman dan mudah dipakai dimana saja dan kapan saja.
Setelah mengetahui akan syarat penggunaan multimedia, barulah bisa merambah ketahapan penyusunan software multimedia. Menurut sutopo (2003) perencanaan dan penyusunan software multimedia dapat dilakukan melalui tahapan berikut ini:[3]
a.       Tahap menentukan tujuan dan karakter siswa (Conception),
b.      Tahap rancangan produk yang berbasis multimedia, tinjauan struktur nafigasi dan tinjauan desain yang berorientasi obyek (designing)
c.       Tahap pengumpulan bahan  (material Collecting),
d.      Tahap pembuatan multimedia (assembly)
e.       Tahap uji coba produk layak digunakan atau tidak (Testing)
f.        Tahap penyebarluasan produk yang telah dibuat (distribution)
Sedangkan syarat materi yang akan diolah adalah:[4]
a.       Materi relevan dengan tujuan,
b.      Materi cocok untuk pembelajaran komputer
c.       Materi yang dipilih diperlukan orang banyak
d.      Materi tidak sering berubah
e.       Dengan mempertimbangkan bahwa materi multimedia akan digunakan bersama dengan materi lain.
D.    Mendesain software Multiedia Pembelajaran
Pengkonsepan software multimedia ini sangatlah penting, hal ini karena orientasi jangka panjang yang diharapkan pada software perlu dipertimbankang agar seimbang antara pembuatan dan pemakaian. Pendesainan software ini harus melihat perkembangan zaman dan subyeknya atau pemakainya, sehingga desain akan semakin menarik minat pengguna serta memotivasi pengguna untuk mempelajarinya. Dengan mempertimbangkan hal demikian, maka didalam buku Srategi Pembelajaran Pembelajaran Sekolah Berstandar Internasional dan Nasional yang mengutip pendapat dari Simon dan Thompson yakni ada tiga jenis tipe software multimedia, yakni Functional Design, Physical Design dan Logical Design. Ketiga tipe ini memiliki kekhususan sendiri-sendiri.[5]
E.     Menyusun Materi Software Multimedia
Materi adalah hal pokok dan mendasar yang menjadi inti dari multimedia ini. materi yang akan dibuat harus disusun sedemikian menarik, komunikatif dan serta praktis agar dapat menarik minat peserta didik. Sebelum materi disusun terlebih dahulu dipersiapkan sebagaimana persyaratan diatas. Jika dirasa sudah cukup, maka proses penyusunan bisa dilakukan. Yang pertama ialah materi disusun pada setiap frame, teknik ini lebih dikenal dengan istilah Screen Mapping.[6]  Screen Map  dipersiapkan dengan menuliskan, mengetik dan mempersiapkan gambar atau film untuk setiap screen dari awal sampai akhir program. Materi  Screen Map  akan tampak sama dengan yang ada dilayar monitor. Dalam  Screen Map pengembang software multimedia pembelajaran menyusun Lay Out Frame  yang tampak sama seperti dilayar monitor.
Pengolahan tampilan memerlukan kreativitas dalam memadukan garis, warna, bidang, gambar, suara, film, dan kartun menjadi harmonis.
Setelah naskah materi pembelajaran dan tampilan disiapkan, langkah berikutnya memasukkan materi kedalam komputer dengan menggunakan bahasa komputer. Dengan menggunakan seperangkat perintah yang terdapat dalam acromedia Flash 8 atau autoware, maka hasil produk multimedia sudah dapat dilihat untuk disempurnakan.[7]
F.     Kelebihan dan kekurangan multimedia:[8]
1.      Kelebihan
a.       Multimedia bersifat interaktif dan fleksibel
b.      Memberikan umpan balik pada siswa dan kemudahan mengontrol
2.      Kelemahan
a.       Hanya dapat berfungsi sesuai yang telah diprogramkan.
b.      Memerlukan peralatan multimedia yang cukup mahal
c.       Memerlukan peralatan minimal prosesor, memori kartu grafis dan monitor
d.      Membutuhkan keahlian
e.       Mengembangkannya memerlukan tim profesional
f.        Membutuhkan waktu yang cukup lama dalam  perencanaan dan produksinya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Multimedia pembelajaran adalah berbagai macam kombinasi grafik, teks, suara, video, dan animasi yang menjadi satu kesatuan yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
2.      Sejarah mengenai hadirnya multimedia pebelajaran ialah merupakan perkembangan atau inovasi dari media-media  sebelumnya dan merupakan gabungan dari media-media yang ada sebelumnya.
3.      Syarat yang harus dipenuhi dalam multimedia pendidikan adalah sebagai berikut:
a.       Pengoperasian yang mudah dan familier (User Friendly)
b.      Mudah untuk diInstall ke komputer yang akan digunakan oleh pengguna
c.       Media pembelajaran yang interaktif dan komunikatif.
d.      Sistem pembelajaran yang mandiri. Dalam arti, multimedia ini dapat difungsikan oleh peserta didik secara mandiri tanpa membutuhkan penjelasan terperinci oleh guru, sehingga aman dan mudah dipakai dimana saja dan kapan saja.
4.      Dalam didalam buku Srategi Pembelajaran Pembelajaran Sekolah Berstandar Internasional dan Nasional yang mengutip pendapat dari Simon dan Thompson yakni ada tiga jenis tipe software multimedia, yakni Functional Design, Physical Design dan Logical Design. Ketiga tipe ini memiliki kekhususan sendiri-sendiri.
5.      Penyusunan materi software multimedia dibagi menjadi  media, yaitu:
a.        pertama ialah materi disusun pada setiap frame atau Screen Mapping. Screen
b.      Siapkan naskah materi.
c.       Setelah naskah materi pembelajaran dan tampilan disiapkan, langkah berikutnya memasukkan materi kedalam komputer dengan menggunakan bahasa komputer.
6.       Adapun Kelebihan multimedia ialah:
a.       Multimedia bersifat interaktif dan fleksibel
b.      Memberikan umpan balik pada siswa dan kemudahan mengontrol
Sedangkan Kelemahan multimedia ialah sebagai berikut:
a.       Hanya dapat berfungsi sesuai yang telah diprogramkan.
b.      Memerlukan peralatan multimedia yang cukup mahal
c.       Memerlukan peralatan minimal prosesor, memori kartu grafis dan monitor,
d.      Membutuhkan keahlian
e.       Mengembangkannya memerlukan tim profesional
f.        Membutuhkan waktu yang cukup lama dalam  perencanaan dan produksinya


e.        
DAFTAR PUSTAKA

Amri, Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan. “Strategi Pembelajaran Berstandar
Internasional dan Nasional”. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya. 2010.
Nurseto, Tejo. “Membuat Media Pembelajaran yang Menarik”.  Jurnal Ekonomi
& Pendidikan.Volume 8 Nomor 1. April. 2011.
Rahman, Azhar Arsyad dan Asfah. “Media Pembelajaran”. Jakarta: Rajawali
Pers. 2009.





[1] Tejo Nurseto, “Membuat Media Pembelajaran yang Menarik”, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 8 Nomor 1, (April, 2011), 20.

[2] Azhar Arsyad dan Asfah Rahman, “Media Pembelajaran” (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 171.
[3] Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, “Strategi Pembelajaran Berstandar Internasional dan Nasional” (Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, 2010), 143.
[4] Ibid., 143.
[5] Ibid., 144.
[6] Ibid., 144.
[7] Ibid., 145.
[8] Iif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, “Strategi Pembelajaran Berstandar Internasional dan Nasional” ., 153,154.