Sabtu, 04 November 2017

Makalah Hadits Mutawatir



Makalah Studi Hadits "Hadits Mutawatir"

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hadits dapat disebut sumber hukum Islam ke-dua setelah Al-Qur’an karena, Hadits diriwayatkan oleh para perawi dengan sangat hati-hati dan teliti, sebagaimana sabda Nabi SAW :
مَنْ كَذَّبَ عَليَّ مُتَعِمدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya : “Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya   dalam neraka disediakan”.
Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad SAW banyak mengandalkan hafalan para sahabatnya dan hanya sebagian saja yang ditulis oleh mereka. Dengan demikian, hadits-hadits yang ada pada para sahabat, yang kemudian diterima oleh para tabi'in, memungkinkan ditemukan adanya redaksi yang berbeda-beda. Karena ada yang meriwayatkannya sesuai atau sama benar dengan lafal yang diterima dari Nabi SAW, dan ada yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja, sedangkan redaksinya tidak sama.
Oleh karena untuk memahami hadits secara universal, diantara beberapa jalan, salah satu diantaranya adalah dengan melihat Hadits dari segi kuantitas atau jumlah banyaknya pembawa hadits (Sanad) itu.
Berangkat dari hal di atas, untuk memahami hadits ditinjau dari kuantitas sanad, maka dalam makalah ini akan dijelaskan pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitas sanadnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Ada berapakah klasifikasi Hadits ditinjau dari segi kuantitas sanadnya ?
2.      Apakah syarat, macam-macam dan contoh Hadits Mutawatir ?
3.      Apakah pengertian dan macam-macam Hadits Ahad ?
4.      Bagaimanakah kedudukan Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad ?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui tinjauan klasifikasi Hadits dari segi kuantitas sanadnya
2.      Mengetahui penjelasan dari hadits mutawatir dan hadits ahad serta kedudukan dari kedua hadits terkait.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Klasifikasi Hadits dari Segi Kuantitas Sanadnya
Macam-macam hadits sangat banyak. Sebagian orang bingung melihat pembagian hadits yang banyak dan beragam tersebut. Kebingungan tersebut menjadi hilang dengan gamblang dari berbagai segi dan sudut pandang.
Hadits dari segi kuantitas sanad terbagi menjadi dua macam, yaitu Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad.[1] Adapun penjelasan tentang keduanya adalah sebagai berikut.
B.     Pengertian, Syarayt, Macam-macam dan Contoh Hadits Mutawatir
1.      Pengertian Hadist Mutawatir
Kata Mutawatir secara bahasa terbentuk dari isim fa’il dan masdarnya tawatturun yang berarti mutatabbi’un (datang berturut-turut dan beriringan antara satu dengan yang lainya).Sedangkan secara terminologi adalah suatu hadist yang diriwayatkan oleh banyak rowi yang secara umum mustahil bersepakat berbohong, dari awal sanad hingga puncaknya (Nabi Muhammad). Sedangkan menurut pendapat lain, hadits mutawatir adalah:
ما رواه جمع عن جمع بلا حصر، بحيث يبلغون حدا تحيل العادة تواطؤَهم على الكذب.
“Hadits yang diriwayatkan sejumlah periwayat yang banyak, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka sepakat berdusta (tentang hadits yang diriwayatkan)”.[2]
Dari beberapa definisi hadits diatas, dapat disimpulkan bahwa hadits mutawatir adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh perawi yang banyak, Perawi tersebut tidak mungkin bersepakat untuk berbohong tentang hadit tersebut. Tentunya dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa perawi tersebut sudah tentu kejujurannya.
2.      Syarat Hadits Mutawatir
Sebuah hadits dapat dikatakan sebagai hadits mutawatir apabila memenuhi syarat-syaratnya, adapun syarat-syarat tersebut antara lain:[3]
a.       Harus diriwayatkan oleh banyak jalur perawi, yang menurut adat kebiasaan tidak mungkin sepakat berdusta.
b.      Periwayatan yang dilakukan harus berdasarkan panca indra.
c.       Adanya keseimbangan jumlah rawi di awal dan tengah thobaqotnya.
Mengenai jumlah periwayat, para ulama’ berbeda pendapat tentang batas minimal jumlah periwayat. Ada yang berpendapat batas minimalnya adalah 5, 7, 10, 12, 20, 40, 50 dan 70.
3.      Macam-macam Hadits Mutawatir
a)      Hadist Mutawatir Lafdzi : ialah hadist mutawatir yang lafazd dan ma’nanya sesuai antara riwayat yang satu dengan riwayat lainnya.Misalnya :
من كذّب عليّ متعمدا فليتبوّأ مقعده من النّار
Artinya : “Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya dalam neraka disediakan”.
Hadits tersebut menurut Alwiy al-Maliki diriwayatkan oleh 62 sahabat, sedangkan menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadist tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat.
b)      Hadits mutawatir ma’nawi :  ialah hadits yang lafazd dan ma’nanya berlainan antara satu riwayat dan riwayat yang lain, tetapi terdapat persesuaian ma’na secara umum (kulli). Misalnya Hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo’a :
ما رفع رسول الله صلى الله عليه وسلم يديه حتى رؤي بياض إبطيه في شيء من دعائه إلا في الإستسقاء
Artinya : “Nabi SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam berdo'a selain dalam shalat istisqa’ dan beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih kedua ketiaknya”.
Hadits yang semakna dengan hadits diatas antara lain hadits-hadits yang ditakhrij oleh Imam Ahmad, al-Hakim dan Abu Daud yang berbunyi:
كان يرفع يديه حذو منكبيه
Artinya : “Rasulullah SAW mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundak beliau”
c)      Hadist Mutawatir ‘Amali : ialah hadist yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir di kalangan umat islam, bahwa Nabi Muhammad SAW mengajarkan atau menyuruhnya atau selain dari itu. Dari hal itu dapat dikatakan soal yang telah disepakati.Contoh : berita-berita yang menerangkan waktu dan rokaat sholat,sholat janazah,shalat ied,hijab perempuan yang bukan mahrom,kadar zakat,dan segala rupa amal yang telah menjadi kesepakatan ijma’.
Para ulama’dan segenap umat islam bersepakat bahwa hadist mutawatir memberi faedah ilmu zharuri, yakni suatu keharusan untuk menerimanya secara bulat, sesuatu yang diberitakan hadist mutawatir tersebut, hingga membawa keyakinan yang qoth’i. Oleh karenanya, ulama’ menetapkan bahwa hadist mutawatir harus diterima secara bulat sebagaimana umat islam menerima Al-Qur’an.
C.     Pengertian dan Macam-macam Hadits Ahad
1.      Pengertian Hadits Ahad
Secara etimologi, kata "ahad" merupakan bentuk jama' dari wahid yang berarti satu. Maka Khobar Ahad atau Khobar Wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang. Sedangkan secara terminologi, Hadits Ahad adalah :
الحد يث الاحد هوالحديث الذى لم يبلغ رواته مبلغ الحد يث المتوتر سواء كان الراوى واحد او اثنين اوثلاثة ااو اربعة اوخمسة الى غير ذ لك من العداد التى لا تشعر بان الحديث د خل فى خبر المتوتر.
Artinya : “Hadits ahad adalah hadits yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadits mutawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, atau seterusnya. Tetapi jumlahnya tidak memberi pengertian bahwa hadits dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadits mutawatir”.
Ada juga yang mengartikan Hadits Ahad sebagai berikut :
Hadits Ahad ialah hadits yang jumlah rawinya tidak mencapai jumlah mutawatir, dan bila ditinjau setiap thobaqohnya, hadist ahad ini tidak mencapai mutawattir.
2.      Macam-macam Hadits Ahad
Berdasarkan jumlah rowi pada setiap thobaqohnya, hadist ahad dapat dibagi menjadi tiga macam : masyhur, aziz dan ghorib.
a)      Hadist Masyhur
Masyhur secara bahasa adalah terkenal, yang dikenal atau populer dikalangan umat manusia. Menurut istilah hadits masyhur adalah hadist yang diriwayatkan oleh banyak sahabat  (tiga orang sahabat), tetapi tidak sebanyak orang yang meriwayatkan hadist mutawatir, kemudian menyamai tingkat mutawatir pada masa-masa sahabat dan pada masa-masa sesudahnya.[4]Contoh hadits yang masyhur dikalangan masyarakat umum seperti:
العجلة من الشيطان
Artinya : “Terburu-buru termasuk (perbuatan setan)”.[5]
          Hadist Masyhur juga bisa disebut Hadist Mustafidh, walaupun terdapat perbedaan,yakni bahwa pada hadist mustafidh, jumlah rowinya tiga atau lebih, sejak thobaqoh pertama, kedua sampai terakhir. Adapun Hadist Masyhur, jumlah rowinya untuk tiap thobaqot tidak harus tiga orang. Jadi, hadist pada thobaqoh pertama atau kedua hanya diriwayatkan oleh seorang rowi, namun pada thobaqoh selanjutnya diriwayatkan oleh banyak rowi maka hadist tersebut termasuk juga hadist masyhur.Hadist Masyhur terbagi menjadi dua bagian :
Pertama : soheh, hasan dan dhoif
Kedua     : Hadist Masyhur yang hanya dikenal dikalangan terbatas seprti yang dipopulerkan    di kalangan ahli hadist yang telah cukup populer dikalangan masyarakat.[6]
b)      Hadist ‘aziz
        Kata aziz menurut bahasa adalah jarang atau sedikit.Menurut istilah Hadist Aziz adalah hadist yang diriwayatkan oleh dua orang perowi, walaupun dua orang perawi tersebut satu thobaqot (lapisan) saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.Contoh :
  1. Hadist aziz pada thobaqoh pertama : “Kami adalah orang-orang terakir di dunia, yang           terdahulu di akhirat.”(HR.Ahmad dan An-Nasa’i)
Hadist tersebut diriwayatkan dua orang sahabat (thaobaqoh) pertama, yakni Hudzaifah ibn Al-Yaman dan Abu Masyhur. Hadist tersebut pada thobaqoh kedua sudah menjadi masyhur sebab melalui periwayatan Abu Huroiroh, hadist tersebut diriwayatkan oleh tujuh orang, yaitu Abu Salamah, Abu Hazim, Thawus, Al-‘Araj, Abu Shalih, Humam dan ‘Abd Ar-Rohman.
  1. Hadist aziz paa thobaqoh kedua :
        عن ابي هريرة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لا يؤمن احدكم حتى اكون احب اليه من والده وولده والناس اجمعي
Dari abu hurairah r.a. bahwa rasulullah SAW. Bersabda: “Tidaklah beriman seseorang diantara kalian hingga aku lebih dicintainya daripada ayahnya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari Muslim).
Hadist tersebut diterima oleh Anas ibn Malik (thobaqoh pertama)’ kemudian diterima oleh Qotadah dan ‘Abd Al-‘Aziz (thobaqoh kedua).Dari Qotadah duterima oleh Husain Al-Mu’allim dan Syu’bah,sedangkan dari ‘Abd Al-‘Aziz diriwayatkan oleh ‘Abd Al-Warits dan Isma’il ibn Ulaiyah (thobaqoh 3).Pada thobaqoh 4 , hadist tersebut diterima masing-masing oleh Yahya ibn Ja’far dan juga Yahya ibn Sa’id dari Syu’bah,Zubair ibn Harb dari Ismail, Syaiban ibn Abi Syaibah dari ‘Abd Al-Warits.
c)      Hadist Ghorib
kata gharib secara bahasa berarti menyendiri atau jauh dari kerabatnya. Hadits gharib sama juga dengan hadits fard karena keduanya sinonim.  Hadist Ghorib adalah hadis yang dalam sanadnya terdapat orang yang menyendiri dalam meriwayatkannya[7],atau hadist yang hanya di riwayatkan oleh satu rowi saja. Contoh hadits gharib adalah sebagaimana dituturkan al-Bukhari dan Muslim sebagai berikut:[8]
قال النبي صلى الله عليه وسلم الإيمان بضع وستون شعبة والحياء شعبة من الإيمان. 
Artinya : Iman itu bercabang-cabang menjadi 73 cabang, malu itu salah satu cabang dari iman”.


D.    Kedudukan Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad
Hadits Mutawatir jumlahnya banyak sekali dan sudah pasti shahih, sehingga tidak dibahas lagi dalam ilmu isnad/musthalahul Hadits, karena ilmu Hadits membahas siapakah perawi Hadits itu, seorang muslim, adil, dhabith ataukah tidak, bersambung-sambung sanadnya atau tidak dan seterusnya. Hanya yang perlu dibahas di dalam Hadits Mutawatir adalah apakah jumlah perawi yang meriwayatkan itu sudah cukup banyak atau belum, mungkinkah yang sama memberitakan itu atau tidak, baik berdusta dengan jalan mufakat atau karena kebetulan saja, demikian pula keadaan yang melatarbelakangi berita itu, terutama kalau bilangan perawi itu tidak begitu banyak jumlahnya. Karena hadits mutawatir sudah pasti shahih, wajib diamalkan tanpa ragu-ragu, baik dalam masalah aqidah/keimanan maupun dalam bidang amaliyah, yakni baik mengenai ubudiyah maupun mu'amalah. Dan Hadits Mutawatir memberikan faedah qath'i (yakin), sehingga bagi orang yang mengingkari hadits mutawatir dihukumi keluar agama Islam dan termasuk kafir. [9]Sedangkan menurut M. Ajaj al-Khotib, bahwa Hadits Mutawatir merupakan suatu perintah atau larangan yang harus diikuti dan diamalkan oleh setiap orang muslim.
Sedangkan Hadits Ahad memberikan faedah dhanni (diduga kuat akan kebenarannya) wajib diamalkan kalau sudah diakui akan keshahihannya dalam ilmu Hadits dan Ushul Fiqh. Berpijak pada macam dan definisi dari masing-masing hadist ahad sebelumnya, hukum hadist ahad terbagi menjadi shahih, hasan, dan dho’if.Apabila hadist ahad tersebut shahih atau hasan , maka dapat diterima (maqbul).Sebaliknya, apabila termasuk hadist dho’if maka ia ditolak (mardud). Para muhaqqin menetapkan bahwa Hadits Ahad yang shahihlah,  yang diamalkan dalam bidang amaliah, baik masalah-masalah ubudiyah maupun masalah-masalah mu'amalah, tidak di dalam bidang aqidah/keimanan, karena keimanan atau keyakinan harus ditegakkan atas dasar atau dalil yang qath'i, sedangkan Hadits Ahad hanya memberikan faedah dhanni. Oleh karena itu, mempercayai suatu i'tikad yang hanya berdasarkan dalil dhanni tidak dapat dipersalahkan. Dan Hadits Ahad tidak dapat menghapuskan hukum dari al-Qur'an, karena al-Qur'an adalah Mutawatir, demikian pendapat imam Syafi'i. Dan menurut Ahlu al-Dhahir (pengikut madzhab ad-Dahahiri), bahwa Hadits Ahad juga tidak boleh dipakai untuk mentakhsiskan ayat-ayat al-Qur'an yang 'am, pendapat ini dikuti oleh sebagian ulama' pengikut Hambali.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Hadits dilihat dari segi kuantitas sanadnya dibagi menjadi dua, yaitu Mutawatir dan Hadits Ahad.
2.      Hadits Mutawatir dibagi menjadi dua yaitu mutawatir lafdzi dan mutawatir ma’nawi
3.      Syarat hadits mutawatir antara lain ada tiga, yaitu:
a)      Harus diriwayatkan oleh banyak jalur perawi, yang menurut adat kebiasaan tidak mungkin sepakat berdusta.
b)      Periwayatan yang dilakukan harus berdasarkan panca indra.
c)      Adanya keseimbangan jumlah rawi di awal dan tengah thobaqotnya.

4.      Hadits Ahad dibagi menjadi tiga, yaitu Hadits Masyhur, Hadits Aziz dan Hadits Gharib.
5.      Hadits Mutawatir yang memberikan faedah qath'i (yakin), wajib diamalkan tanpa ragu-ragu, baik dalam masalah aqidah/keimanan maupun dalam bidang amaliyah, yakni baik mengenai ubudiyah maupun mu'amalah.
6.      Hadits Ahad memberikan faedah dhanni wajib diamalkan, baik dalam bidang amaliah, masalah-masalah ubudiyah maupun masalah-masalah mu'amalah, tidak di dalam bidang aqidah/keimanan, karena keimanan atau keyakinan harus ditegakkan atas dasar atau dalil yang qath'i, sedangkan Hadits Ahad hanya memberikan faedah dhanni.




DAFTAR PUSTAKA
Idri. 2010Studi HaditsJakarta: Kencana.
Khon, Abdul Majid2009Ulumul HaditsJakarta: Amzah.
Suryadilaga, M. Alfatih. 2010. Ulumul Hadits. Yogyakarta: Teras.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel.  2011Studi HaditsSurabaya: IAIN SA
Press.
Zuhri, Muh1997Hadis NabiYogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.









[1] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits Cet Ii, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 128.
[2] Idri, Studi Hadits, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 131.
[3] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Studi Hadits, (Surabaya: IAIN SA Press, 2011), h. 105.
[4] Muhammad Ajjaj Khatib, Ushul al Hadist: ‘Ulumuhu Wa Mustalahuhu,(Beirut: Dar al-Fikr,1989), hal 27
[5] Idri, Op. Cit., h. 142
[6][6] Imam Nawawi, al-taqribwa al-Ta’sir li Ma’rifah Sunan al-Basyir al-Nadzir,(Beirut; Dar al-Fikr, 1988), hal.115.
[7] Irfan Maulana Hakim, Pengantar Ilmu hadist dalam terjemahan Bulughul Marom, (Bandung: Mizan, 2010),hlm.21.
[8] Tim Penyus­­­­un MKD, Op. Cit., h. 112
[9] Moh Anwar Bc Hk, 1981, Ilmu Musthalah Hadits, al-Ikhlas, Surabaya, hal : 31.