Jumat, 27 Oktober 2017

MAKALAH STUDI AL-QUR'AN "AMTSALUL QUR'AN"



MAKALAH  STUDI AL-QUR'AN "AMTSALUL QUR'AN"

KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah SWT. Dia-lah yang telah menganugerahkan al-Qur’an sebagai hudan li al-nās (petunjuk bagi seluruh manusia) dan rahmat li al-‘ālamīn (rahmat bagi segenap alam). Dia-lah yang Maha Mengetahui makna dan maksud al-Qur’an. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW utusan dan manusia pilihan-Nya. Dia-lah sebagai penyampai, pengamal,  dan penafsir al-Qur’an. Dengan pertolongan Allah makalah ‘Studi Qur’an ini dapat diselesikan.
Amthalul Qur’an merupakan salah satu bab yang dibahas dalam mata kuliah ‘Ulūmul Qur’an. Amthalul Qur’an merupakan salah satu aspek keindahan retorika al-Qur’an yang tidak hanya memuat permasalahan dunia saja, tetapi juga berbicara tentang kehidupan akhirat yang sangat menarik untuk dibahas tentunya.
Pada kesempatan ini kami mengucapakan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing kami untuk menyusun makalah ini.  Juga kepada kedua orangtua kami yang telah membantu kami dari segi materi. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan, untuk itu kami meminta kritik dan saran bagi pembaca.




BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang    

 Dalam syairnya masyarakat Arab banyak menggunakan bahasa kiasan dan perumpamaan-perumpamaan, karena mereka gemar menggunakannya untuk memamerkan keahliannya dalam bidang sastra arab. Hal ini sudah menjadi suatu budaya bagi masyarakat Arab sejak jaman Jahiliyah.
Setelah Rasulullah SAW diutus untuk menyampaikan ajaran Islam, beliau diberi Allah SWT kitab suci al-Qur’an yang di dalamnya banyak sekali amthâl yang sangat indah dari segi bahasanya yang tidak ada logika. Namun, perumpamaan dalam al-Qur’an harus ditafsirkan lebih dalam oleh para mufassir  agar bisa lebih mudah dipahami oleh masyarakat muslim pada umumnya. Dalam makalah ini akan dibahas amthâl al-Qur’an, kami membahas amthâl al-Qur’an karena di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tentang perumpaman dan tidak banyak kaum muslimin yang mengetahui dan mengerti bagaimana mengetahui bahwa yang dibacanya itu ayat-ayat perumpamaan atau bukan. Maka dari itu alasan kami membuat makalah ini untuk mempermudah pembaca dalam  mengetahui ciri-ciri ayat-ayat amthâl dalam al-Qur’an.   

1.2      Rumusan Masalah
1.    Bagaimana pengertian amthâlul Qur’an?
2.    Bagaimana tujuan dibuatnya perumpamaan di dalam al-Qur’an?
3.    Bagaimana macam dan pengertian dari masing-masing amthâlul Qur’an?
4.  Bagaimana manfaat yang diperoleh dari  mempelajari amthâlul Qur’an?
1.3     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Amthâlul Qur’an.
2.      Untuk mengetahui tujuan dibuatnya perumpamaan di dalam al-Qur’an.
3.      Untuk mengetahui macam dan pengertiannya dari masing-masing  amthâlul Qur’an.
4.      Untuk mengetahui manfaat apa saja setelah mempelajari amthâlul Qur’an.

 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Pengertian Amthâlul Qur’an
Amthâl adalah bentuk jamak dari mathal. Kata mathal, mithl dan mathil adalah sama dengan shabah, shibh dan  shabîh, baik lafaz maupun maknanya.[1]
1.      Menurut istilah ulama ahli Adab, amthal adalah ucapan yang banyak menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang dituju.
2.      Menurut istilah ulama ahli Bayan amthal adalah ungkapan majaz yang disamakan dengan asalnya karena ada persamaan yang dalam ilmu balaghah disebut tashbīh.
3.      Menurut ulama ahli Tafsir amthsal adalah menampakkan pengertian yang abstrak dengan bentuk tashbīh maupun majaz mursal.[2]

2.2  Tujuan Dibuatnya Perumpamaan
Diantara tujuan dibuatnya perumpamaan atau Tamthil dalam al-Qur’an  adalah agar manusia mau melakukan kajian terhadap al-Qur’an, baik dalam berkaitan dengan ekosistem, ekologi, astronomi, anatomi, teologi, biologi, sosiologi, dan ilmu-ilmu lain termasuk untuk mengambil pelajaran dari kejadian yang dialami oleh umat-umat yang lampau. Semua ini adalah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah setelah melihat keagungan dan kekuasaan-Nya.
Untuk melakukan kajian terhadap suatu  masalah, orang harus berakal sehat dan berpengetahuan. Dengan sendirinya orang yang tidak berilmu, tidak mungkin memahami tamthil yang disajikan al-Qur’an, apalagi sampai melakukan kajian, jelas tidak mungkin. Oleh karena itu, orang yang bisa memahami makna yang tersirat maupun tersurat di dalam Tamthil al-Qur’an, hanyalah orang-orang yang berilmu dan orang yang mau menggunakan nalarnya. Seperti disebutkan Allah dalam surat al-Ankabut:
وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا وَمَا يَعْقِلُهَا͂ إِلَاالْعَامِلُوْنَ.                                 “Dan perumpamaan-perumpamaan ini hanya dibuatkan untuk manusia, tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”(QS. al-Ankabūt: 43)[3]
Ilmu al-Qur’an yang paling agung, menurut al- Mawardi adalah amthâl-nya. Bahkan ash-Syafi’i mengharuskan seorang mujtahid mengetahui ilmu-ilmu al-Qur’an, termasuk amthâl-nya.[4]

2.3      Macam-macam amthâl dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an ada beberapa bentuk amthâl:
1.    Perumpamaan yang terang-terangan اللأمثال المصرحة  yaitu kalimat yang menyebutkan kata permisalan atau perumpamaan مثل dengan jelas, contoh[5]
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَا لَهُمْ فِى سَبِيْلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَةً مِا ئَةُ حَبَّةٍط وَاللهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَشَا ءُ وَالله وٰسِعٌ عَلِيْمٌ.﴿ البقرة :۲٦١﴾                                                                                                                                                                                 
Artinya:
Peruumpamaan (nafkah yang dkeluarkan oleh ) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir: kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [6]

Tafsiran QS. al-Baqarah ayat 261:
(Perumpamaan) atau sifat nafkah dari (orang-orang yang membelanjakan harta mereka di jalan Allah) artinya dalam menaati-Nya (adalah sebutir biji yang menumbuhkan tujuh buah tangkai, pada maasing-masing tangkai seratus biji). Demikianlah pula halnya nafkah yang mereka keluarkan itu menjadi tujuh ratus kali lipat. (Dan Allah melipatgandakan) lebih banyak dari itu lagi (bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Luas) karunia-Nya (lagi Maha Mengetahui) siapa-siapa yang seharusnya memperoleh ganjaran yang berlipat ganda itu.[7]
2.       Perumpamaan tersembunyi (الأمثال الكامنة) yaitu kalimat hikmah yang tidak menyebutkan kata permisalan atau perumpamaan secara jelas, namun memiliki kandungan makna permisalan. Misalnya, ketika hendak memilih “perkara tengah-tengah”, contoh ٦٨ ﴿ البقرة       .....لَافَارِضٌ وَلَابِكْرٌعَوَانٌ بَيْنَ ذٰلِكَ.......                                       
“...sapi betina tidak tua dan tidak muda; Pertengahan diantara itu...”
3.      Perumpamaan bebas (الأمثال المرسلة) atau yang sering kita sebut peribahasan, yaitu kalimat-kalimat hikmah yang bebas namun memiliki siratan perumpamaan seperti kalimat-kalimat berikut :
1)      “siapa yang berbuat kejelekan maka ia akan dibalas dengan setimpal”(kandungan peribahasa QS An-Nisa’:123).
2)      “bukankah kebaikan akan terbalas dengan kebaikan (?)” (kandungan peribahasa QS Ar-Rahman: 60).


2.4        Faedah-faedah Amthâl Al Quran
1)        Melahirkan sesuatu yang dapat dipahami dengan akal dalam bentuk rupa yang dapat dirasakan oleh panca indera, lalu mudah diterima oleh akal, lantaran makna-makna yang dapat dipahamkan dengan akal tidaklah tetap di dalam ingatan, terkecuali apabila di tuang dalam bentuk yang dapat dirasakan yang dekat kepada paham.
2)             Mengungkap hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang jauh dari pikiran seperti mengemukakan sesuatu yang dekat pada pikiran.
3)             Mengumpulkan makna yang indah dalam suatu ibarat yang pendek.[8]
وَلَقَدْ ضَرَبْنَالِلنَّاسِ فِىـ هٰذَا الْقُرْاٰنَ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ.                 ﴿الزمر٢٧﴾       
Dan sungguh telah kami buat untuk manusia dalam al-Qur’an ini berbagai macam rupa mathal. Mudah-mudaham mereka mengambil pengajaran dari padanya.” [9]
4)             Mendorong orang yang diberi masal untuk berbuat sesuai dengan isi masal, jika ia merupakan sesuatu yang disenangi jiwa. Misalnya Allah membuat masal bagi keadaan orang yang menafkahkan harta di jalan Allah, di mana hal itu  akan memberikan kepadanya kebaikan yang banyak, Allah berfirman dalam QS.al-Baqarah: 261:
“Perumpamaan (nafkah  yang dikeluarkan  oleh) orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Ia kehendaki . Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”).
5)             Menjauhkan (tanfir, kebalikan no.4), jika isi masal berupa sesuatu yang dibenci jiwa. Misalnya firman Allah QS. al-Hujurat: 12 tentang larangan bergunjing
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya.”.
6)            Untuk memuji orang yang diberi mathal. Seperti firman-Nya tentang para sahabat:
“Demikianlah perumpamaan (mathal) mereka dalam Taurat dan perumpamaan (mathal) mereka dalam Injil, yaitu  seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah ia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mungkin).” (al-Fath: 29). Demikianlah keadaan para sahabat. Pada mulanya mereka hanya golongan minoritas, kemudian tumbuh berkembang hingga keadaannya semakin kuat dan mengagumkan hati karena kebesaran kita.
7)      Untuk menggambarkan (dengan masal itu) sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya masal tentang keadaan orang yang dikaruniai Kitabullah tetapi ia tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya.[10]
8)      Amthâl lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan 
Secara bahasa amthâl berasal dari kata mithl yang artinya perumpamaan  Diantara tujuan dibuatnya perumpamaan dalam  tamthil dalam al-Qur’an adalah agar manusia mau melakukan  kajian terhadap kandungan al-Qur’an, baik yang berkaitan dengan ekosistem, ekologi, astronomi, anatomi, teologi, biologi, sosiologi dan ilmu-ilmu lain termasuk untuk mengambil pelajaran dari umat-umat yang lampau. Semua ini adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah setelah melihat keagungan dan kekuasaan-Nya.
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa bentuk amthâl:
Perumpamaan yang terang-terangan, perumpamaan tersembunyi dan perumpamaan bebas.
Faedah Amthâl:
a.       Melahirkan sesuatu yang dapat dipahami dengan akal dalam bentuk rupa yang dapat dirasakan oleh panca indera.
b.      Mengungkap hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang jauh dari pikiran seperti mengemukakan sesuatu yang dekat pada pikiran.
c.       Mengumpulkan makna yang indah dalam sesuatu ibarat yang pendek.

                                                DAFTAR PUSTAKA                         

al-Qaṭṭān, Mannā Khalīl. Mabāhith fī Ulūmil Qur’an. Mesir: Maktabah Wahbah.
Anwar Rosihon. Pengantar Ulumul Quran. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi, Teungku. Ilmu-ilmu Al Qur-an. Semarang: Pustaka Riski Putra, 2002.
Kauma, Fuad. Tamsil Al-Qur’an, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000.
Madyan, Ahmad Shams. Peta Pembelajaran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
Mahallī, Ibnu Ahmad, Jalal ad-Dīn dan al-Mutabahhir Jalal ad-Dīn Abdurraḥman bin Abi Bakrin as-Suyūṭī. Tafsīr al-Qur’an al-‘Aīẓm, Surabaya: Maktabah Imâm.




     


[1] Mannā  Khalīl al-Qaṭṭān, Mabāhith fī Ulūmil Qur’an  (Mesir: Maktabah Wahbah), 282.
[2] Ahmad Syadali, Ulumul Quran II (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 35.
[3] Fuad Kauma, Tamsil Al-Qur’an  (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000),  3-4.
[4] Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2009),113.
[5] Ahmad Syams Madyan, Peta Pembelajaran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 169.
[6]QS.  al-Baqarah (2): 261.
[7] Jalal ad-Dīn Muhammad Ibnu Ahmad al-Mahalli dan al-Mutabahhir Jalal ad-Dīn ‘Abdurrahman bin Abi Bakri as-Suyūti, Tafsīr al-Qur’an al-‘adhīm (Surabaya: Maktabah Imam) 41.
[8] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu AI-Qur-an (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002),178-179.
[9] al-Qur’an,  az-Zumar, 27.
[10]  al-Qaṭṭān, Mabāhith,288-289.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Manfaat