BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Salah satu aspek kehidupan manusia adalah ekonomi, yaitu upaya manusia
untuk memenuhi kebutuhannya melalui proses-proses tertentu. Dalam sistem
ekonomi Islam, memandang ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis maupun sosialis.
Islam memberikan perlindungan hak
kepemilikan individu, sementara untuk kepentingan masyarakat didukung
dan diperkuat dengan tetap menjaga keseimbangan kepentingan publik dan individu
serta menjaga moralitas. Maka dalam mencapai hal tersebut haruslah diterapkan
larangan-larangan terutama dalam hal perdagangan, seperti: larangan riba, menimbun barang,
perdagangan dalam pinjaman, penjualan properti yang tidak dimiliki oleh
individu, jual beli gharar, perdagangan tabu.
Dalam kehidupan manusia juga terdapat aspek sosial, sehingga manusia
dianggap sebagai makhluk sosial yang tentunya membutuhkan sarana untuk
berkomunikasi. Bahasa merupakan salah satu sarana yang dalam keseharian
digunakan berkomunikasi sehingga terbentuklah suatu interaksi. Dalam setiap bahasa
mengandung beberapa struktur kalimat yang berbeda, akan tetapi makna dan
tujuannya sama. Salah satu struktur kalimat bahasa Arab yaitu na’at dan man’ut,
yang dalam bahasa Indonesia disebut kata sifat dan kata yang disifati.
Dalam uraian berikut akan dijelaskan tentang beberapa kaidah berdagang yang
dilarang dalam sistem ekonomi Islam serta kaidah kalimat bahasa arab yaitu
na’at dan man’ut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja larangan
dalam sistem ekonomi Islam?
2.
Apa definisi
naat dan man’ut?
3.
Bagaimana pembagian
na’at?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk memahami
dan mengetahui larangan dalam sistem ekonomi Islam.
2.
Untuk memahami
dan mengetahui kaidah na’at dan man’ut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teks Arab
المَبْحَثُ الرَّابِعُ
المَحْظُوْرَاتُ
فِي النِّظَامِ الاِقْتِصَادِي الإِسْلَامِيِّ
تَحْرِيْمُ
الرِّبَا: الرِّبَا مُحَرَّمٌ فِي اْلإِسْلَامِ.
بِنَوْعَيْهِ رِبَا الفَضْلِ وَرِبَا النَّسِيْئَةِ.
تَحْرِيْمُ
الاِحْتِكَارِ:وَهُوَ مُحَرَّمٌ مِنَ السُّنَّةِ
وَاْلأَحَادِيْثِ النَّبَوِيَّةِ الشَّرِيْفَةِ. لِمَا فِيْهِ مِنَ الإِضْرَارِ
بِمَصَالِحِ الْعَامَّةِ وَاْلاِسْتِغْلَالِ لِحَاجَاتِهِمْ. وَمَا يَتَسَبَّبُ
فِيْهِ مِنْ قَهْرٍ لِلْمُحْتَاجِ، وَرِبْحٌ فَاحِشٌ لِلْمُحْتَكِرِ.
تَحْرِيْمُ
اْلاِتِّجَارِ فِي القُرُوْضِ: القُرُوْضُ هِيَ
إِحْدَى صُوَرِ المَالِ. فَلَا يَجُوْزُ الاِتِّجَارُ بِهِ، إِذْ أَنَّ المَالَ
لَا يُبَاعُ وَلَا يُشْتَرَى.
تَحْرِيْمُ
بَيْعِ مَا لَا يَمْتَلِكُهُ الفَرْدُ،
وَذَلِكَ لِمَنْعِ المُخَاطَرَةِ أَوِ المُقَامَرَةِ.
تَحْرِيْمُ
بَيْعِ الْغَرَرِ، وَبَيْعُ الْغَرَرِ هُوَ بَيْعُ
غَيْرِ الْمَعْلُوْمِ، مِثْلُ بَيْعِ السَّمَكِ فِي اْلمَاءِ، أَوْ أَنْوَاعُ
المُقَامَرَةِ الَّتِي نَرَاهَا مُنْتَشِرَةٌ فِي مُسَابَقَاتِ الْفَضَائِيَّاتِ
وَشِرْكَاتِ الْهَوَاتِفِ، اِتَّصِلْ عَلَى رَقْمِ كَذَا لِتَرْبَحَ أَوْ أَرْسِلْ
رِسَالَةً لِتَرْبَحَ. وَهِيَ كُلُّهَا مِنْ صُوَرِ الْمُقَامَرَةِ الَّتِي حَرَّمَهَا
اللهُ عَزّ وَجَلَّ.
تَحْرِيْمُ
الاِتِّجَارِ فِي المُحَرَّمَاتِ، فَلَا
يَجُوْزُ التَّرَبُّحُ مِنْ مَاحَرَّمَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، مِنَ التِّجَارَةِ
فِي الْخُمُوْرِ أَوْ المُخَدِّرَاتِ أَوِ الدَّعَارَةِ أَوِ الْمَوَادِ
الإِبَاحِيَّةِ المُخْتَلِفَةِ، وَغَيْرِهَا مِنَ المُحَرَّمَاتِ.
نَظْرَةُ
اْلإِسْلَامِ لِلسُّوْقِ
يُؤْمِنُ
اْلاِقْتِصَادُ الإِسْلَامِيُّ بِالسُّوْقِ وَ دَوْرِهِ فِي اْلاِقْتِصَادِ حَيْثُ
أَنَّ ثَانِيَ مُؤَسَّسَةٍ قَامَتْ بَعْدَ الْمَسْجِدِ فِي المَدِيْنَةِ
المُنَوَّرَةِ هِيَ السُّوْقُ وَلَمْ يَنْهَ النَّبِيُّ مُحَمَّدٌ العَدِيْدَ مِنَ الصَّحَابَةِ عَنِ
التِّجَارَةِ لَا بُلَّ أَنَّ العَدِيْدَ مِنَ الصَّحَابَةِ كَانُوْا مِنَ
اْلأَغْنِيَاءِ مِثْلُ أَبِي بَكْر الصِّدِّيْق ، وَ عُثْمَانَ بنِ عَفَّان، وَعَبْدِ
الرَّحْمَنِ بن عَوْفٍ،وَغَيْرِهِمْ.
- Terjemah
Topik keempat
Larangan
dalam sistem ekonomi Islam.
Larangan riba: riba diharamkan dalam Islam. Macam riba
dibagi menjadi 2, yaitu:
Riba Al Fadl dan Riba Al Naseeah.
Larangan menimbun barang: haram karena
terdapat didalam hadits nabi. Karena merugikan kepentingan masyarakat dan eksploitasi terhadap
kebutuhan mereka. Dan penimbunan
barang menyebabkan penindasan terhadap
orang miskin, dan
keuntungan yang tidak baik bagi perusahaan yang menimbun barang.
Larangan perdagangan dalam pinjaman: Pinjamannya dalam bentuk uang. Tidak diperbolehkan
melakukan perdagangan di dalamnya, karena uangnya tidak dijual atau dibeli.
Melarang penjualan properti yang
tidak dimiliki oleh individu, sehingga bisa mencegah risiko atau perjudian.
Larangan
jual beli gharar
, dan jual
beli gharar adalah
penjualan yang tidak jelas, seperti menjual ikan di air, atau jenis perjudian yang kita
lihat umum di kompetisi satelit dan perusahaan telepon, meminta nomor tersebut
untuk menang atau mengirim pesan untuk menang. Semua itu adalah gambar
perjudian yang dilarang Allah.
Larangan perdagangan tabu tidak
diperbolehkan untuk mendapatkan keuntungan dari larangan Allah menjual alkohol,
narkoba, prostitusi, pornografi atau yamg lainnya.
Pandangan Islam
terhadap pasar
Perekonomian
Islam percaya pada sistem pasar dan perannya dalam perekonomian, dimana
institusi kedua setelah masjid di Madinah adalah pasar. Nabi Muhammad SAW tidak
menghentikan banyak sahabat untuk berdagang. Memang banyak sahabat yang kaya
seperti Abu Bakar as Siddiq, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan
lain-lain.
- Istilah Penting
الرِّبَا : Riba
تَحْرِيْمُ : Larangan
لسُّوْقِ : Pasar
الاِحْتِكَارِ : Menimbun
barang
اْلاِتِّجَارِ
فِي القُرُوْضِ :
perdagangan dalam pinjaman
- Main idea
Ada
beberapa larangan dalam sistem Ekonomi Islam, seperti larangan riba, menimbun barang,
perdagangan pinjaman, gharar, dan larangan menjual barang yang tabu. Pada zaman
Rasulullah, Rasulullah tidak melarang para sahabat untuk berdagang. Bahkan
banyak sahabat Rasulullah yang berhasil dan sukses berdagang seperti Abu Bakar,
Utsman Bin Affan dan Abdurrahman Bin Auf.
- Kaidah Na’at Man’ut
Na’at
adalah sifat, yang disifati disebut Man’ut (maushuf). Na’at selalu diikuti
Man’ut. Na’at ada dua macam yaitu:[1]
1.
Na’at haqiqi
Na’at haqiqi ialah sifat yang menjelaskan keadaan dari man’utnya/maushufnya.
Contoh:
اَكْرِمِ امْرَأَةً صَا لِحَةً :
Muliakanlah perempuan yang sholeh
لَقِيْتُ وَلَدًا مُخْلِصًا : Saya
menjumpai anak yang ikhlas
Ciri-ciri na’at
itu harus sama dengan yang disifatinya (man’utnya) dalam segi mufrad mudzakkar,
muutsanna mudzakkar, jamak mudzakkar sama mu’anatsnya, sama ma’rifah
dannakirahnya dan sama i’rabnya.
2. Na’at Sababi
Na’at Sababi ialah sifat yang menjelaskan kata lain yang berhubungan dengan
man’utnya. Jadi tidak menjelaskan keadaan kata yang disifatinya itu.
Contoh:
هُوَ لَيْسَ رَجُلاً مَحْمُدًا خُلُقُهُ : Dia bukan orang yang terpui akhlaknya.
Ø Fungsi Na’at dalam kalimat
beberapa fungsi na’at dalam kalimat sebagai berikut:[2]
1. Mentakhsis kata yang diikuti (
man’ut ), jika man’ut berupa isim nakirah, seperti: رأيتَ ا ً َ َطالب ِّ ذكيا Telah datang seorang mahasiswa yang cerdas ذكيا menjadi na’at bagi طالب ا yang
berarti tidak semua orang cerdas dan orang yang cerdas yang dimaksud dalam
kalimat ini adalah طالب ا 2. Menjelaskan man’ut, apabila man’utnya berupa isim
makrifah كتبتَالدرسَبلقلمَالجديد Saya menulis pelajaran dengan pulpen yang baru
2. Memuji بسم الله الرحمن الرحيم Dengan nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
3. Mencela أعوذَبللهَمنَالشيطانَالرجيم Saya
berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk
4. Memohon belas kasih اللهمَارحمَعبدكَالدسكين Ya Allah,
kasihanilah hamba-Mu yang miskin ini.
5. Mengukuhkan (tauhid)
وَاذْكُرُوا الله فِي أَيَّامِ مَعْدُودَتٍ
Artinya : Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari
yang berbilang.
F.
Analisis Na’at Man’ut dalam bacaan
١. المَبْحَثُ
الرَّابِعُ
Kalimat tersebut
disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال
) dan man’utnya ma’rifat, dan harokat diakhir kata sama, yaitu dhomah dengan
dhomah.
٢.
النِّظَامِ الاِقْتِصَادِي
Kalimat tersebut
disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال
) dan man’utnya ma’rifat, dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan
kasrah.
٣.
الاِقْتِصَادِي الإِسْلَامِيِّ
Kalimat tersebut
disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال
) dan man’utnya ma’rifat, dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.
٤. حَادِيْثِ
النَّبَوِيَّةِ
Kalimat tersebut
disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال
) dan man’utnya nakirah (tidak ada ال
), dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.
٥. النَّبَوِيَّةِ
الشَّرِيْفَةِ
Kalimat tersebut
disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال
) dan man’utnya ma’rifat dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.
٦.
وَرِبْحٌ فَاحِشٌ
Kalimat tersebut
disebut na’at man’ut karena na’atnya nakirah (tidak ada ال ), dan man’utnya nakirah, dan harokat diakhir kata sama, yaitu dhomah
ten dan dhomah ten.
٧.
مُسَابَقَاتِ الْفَضَائِيَّاتِ
Kalimat tersebut
disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال
) dan man’utnya nakirah (tidak ada ال
), dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.
٨.
اْلاِقْتِصَادُ الإِسْلَامِيُّ
Kalimat tersebut
disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال
) dan man’utnya ma’rifat, dan harokat diakhir kata sama, yaitu dhomah dengan
dhomah.
٩.
المَدِيْنَةِ المُنَوَّرَةِ
Kalimat tersebut
disebut na’at man’ut karena na’atnya ma’rifat (ada ال
) dan man’utnya ma’rifat dan harokat diakhir kata sama, yaitu kasrah dengan kasrah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Al - Na‘t wa Al - Man‘ut atau Al
- S}ifah wa Al - Maus} adalah bentuk kalimat dimana Al - Na‘t mengikuti Al -
Man‘ut secara keseluruhan atau sebagian.
2. Na’at dibagi menjadi dua yaitu Al
- Na‘t Haqiqi dan Na’at Sababi.
3. Fungsi Al - Na‘t dalam kalimat,
diantaranya mentakhsis man’ut, menjelas kan, memuji, mencela, memohon belas
kasihan dan mengukuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Na’at wa Al Man’ut, IAIM Sinjai, 2016, www.iaim-sinjai.ac.id diakses tanggal 3
September 2017 pukul 09.00.
Muhammad, Abu Bakar, Tata Bahasa Bahasa Arab, (Surabaya: Al ikhlas,
1982).
[1]
Abu Bakar Muhammad, Tata Bahasa
Bahasa Arab, (Surabaya: Al ikhlas, 1982), hlm 198-199.
[2]
Al Na’at wa Al Man’ut, IAIM Sinjai, 2016, www.iaim-sinjai.ac.id diakses tanggal 3
September 2017 pukul 09.00.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga Manfaat