Kamis, 25 Januari 2018

MAKALAH ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN: ESENSIALISME DAN REKONSTRUKSINISME



MAKALAH
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN:
ESENSIALISME DAN REKONSTRUKSINISME


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Aliran esensialisme merupakan aliran filsafat yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang ada sejak awal peradaban umat manusia. Sehingga aplikasi esensialisme dalam pendidikan bercorak pada pendidikan tradisional, karena aliran ini menganggap kebudayaan lama telah berhasil membawa kebaikan bagi kehidupan manusia. Dalam pembelajaran esensialisme mengacu pada pengetahuan dasar berupa membaca, menulis dan menghitung, dan pelajaran non akademik kurang diminati.
Aliran rekonstruksinisme merupakan aliran filsafat yang berpusat pada perubahan melalui penyusunan kembali tatanan sosial tradisional menjadi tatanan sosial yang modern. Aliran rekonstruksinisme mengharapakan pendidikan dapat menjadi wahana awal menuju pembangunan tatanan sosial yang lebih modern. Dalam pendidikan, aliran ini mendorong perserta didik untuk mempelajari pengetahuan sosial, politik, ekonomi dan pengetahuan teraktual, dengan pengetahuan tersebut diharapkan dapat melahirkan peserta didik yang mampu meyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
Kedua aliran diatas memiliki paham yang berbanding terbalik, dengan perbedaan tersebut pasti akan memunculkan penerapan pendidikan yang berbeda. Maka melalui makalah ini penulis akan menjelaskan apa perngetian dari aliran filsafat esensialisme dan aliran filsafat rekonstruksinisme. Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana pandanagan aliran esensialisme dan rekonstruksinisme dalam pendidikan.



B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertain dari filsafat aliran esensialisme?
2.      Siapa saja tokoh-tokoh yang beraliran esensialisme?
3.      Bagaimana pandangan esensialisme dalam pendidikan?
4.      Apa saja prinsip-prinsip aliran esensialisme?
5.      Bagaimana pengertian dari filsafat aliran rekonstruksinisme?
6.      Siapa saja tokoh-tokoh dari aliran rekonstruksinime?
7.      Bagaimana pandangan rekonstruksinime dalam pendidikan?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui bagaimana pengertian dari filsafat aliran esensialisme.
2.      Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh yang beraliran esensialisme.
3.      Untuk memahami bagaimana pandangan esensialisme dalam pandidikan.
4.      Mengetahui apa saja prinsip aliran esensialisme.
5.      Mengetahui bagaimana pengertian dari filsafat aliran rekonstruksinisme.
6.      Untuk mengetahui siapa saja tokoh dari aliran rekonstruksinisme.
7.      Untuk memahami bagaimana pandangan rekonstruksinisme dalam pendidikan.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian esensialisme
Esensi diartikan sebagai ciri tetap yang ada pada setiap sesuatu yang ada. maksudnya sesuatu yang bersifat konstan, tidak bisa berubah, kekal, dan akan selalu abadi. Aliran esensialisme merupakan aliran pedidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang ada sejak awal peradaban umat manusia.[1] Aliran filsafat ini menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama, karena kebudayaan lama telah banyak membawa kebaikan untuk manusia. Aliran esensialisme sudah ada sejak zaman Renaissance mulai tumbuh dan berkembang dengan berbagai cara dan usaha-usahanya untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kesenian zaman yunani dan romawi kuno. Aliran esensialisme merupakan perpaduan dari aliran idealisme dan realisme, jadi dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme.[2]  
B.       Tokoh Aliran Esensialisme
1.      Menurut Mudyaharjo, tokoh aliran esensialisme adalah William Chandler Bagley. Bagley lahir di detroit pada 15 maret 1874 dan meninggal di new york pada 1 juli 1946. Bagley menempuh pendidikan tinggi di Universitas Negeri Michigan, Universitas Wisconsin, dan menerima gelar oktor dari Universitas cornell pada tahun 1900. Sementara itu Bagley berpendapat bahwa pendidikan adalah sarana untuk membentuk tingkah laku anak didik dan ia berpendapat bahwa pendidikan bisa membantu merubah tingkah laku anak. jika guru bisa menerapkan dengan tepat pada anak didik maka akan menciptakan efisiensi sosial sebagai tujuan umum. [3]
2.      Johann Amos Comenius (1592-1670), tokoh Renaissance yang pertama yang berusaha mensistematiskan proses pengajaran. Menurut johann Amos comenius tugas kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan.
3.      John Locke (1632-1704), tokoh dari Inggris dan populer sebagai “pemikir dunia”. John locke mengatakan bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi. Ia juga mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak yang tidak mempunyai biaya.
4.      Johann Fiedrich Herbart (1776-1841), salah seorang murid dari Immanuel kant yang berpandangan kritis. Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kesusilaan, dan ini disebut juga “pengajaran yang mendidik” dalam proses pencapaian tujuan pendidikan.
5.      William T. Harris (1835-1909) menurut tokoh ini tugas pendidikan adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti. Maksudnya Keberhasilan sekolah bisa tercapai dikarenakan sebuah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri setiap orang kepada masyarakat. [4]
C.    Pandangan Esensialisme dalam Pendidikan
Menurut aliran esensialisme tugas pendidikan adalah mengajarkan pengetahuan dasar dan keterampilan-ketampila dasar.[5] Sehingga dalam prakteknya esensialisme cenderung menekankan pada pelajaran membaca, menulis, dan menghitung, karena tiga pelajaran ini dipandang sebagai pengetahuan dasar yang begitu ditekankan dalam esensiaisme. Jadi kurikulum yang digunakan dalam aliran esensialisme menekankan pada pemahaman melalui percobaan sains dan penguasaan ilmu-ilmu alamiah daripada ilmu spiritual. Mata pelajaran yang tradisonal yang dianggap penting antara lain matematika, IPA, sejarah, bahasa asing dan kesastraan, sedangkan mata pelajaran yang bersifat kurang akademik tidak diminati oleh aliran esensialisme. Pelajaran sains, bahasa, sejarah dan sastra ini diharapkan dapat menjadi kurikulum yang terpercaya untuk memenuhi kehidupan invidual dan sosial.
Sedangkan peranan guru dikalangan esensialisme berbeda dengan peranan guru menurut progresivisme yang menganggap guru hanya sebagai fasilitator dan tidak bertindak otoritatif, sebaliknya pada esensialisme  guru menjadi otoritatif.  Aliran ini menganggap sekolah seharusnya mengajarkan nilai-nilai moral tradisional dan pengetahuan agar siswa kelak menjadi warga Negara teladan.[6] Maka pengajaran yang diberikan kepada siswa berupa rasa hormat kepada kekuasaan, ketabahan, taat menjalankan kewajiban, tenggang rasa kepada orang lain dan penguasaan hal praktis.
D.    Prinsp-Prinsip Aliran Esensialisme
Secara garis besar Ma’ruf  menyebutkan prinsip-prinsip pendidikan esensialisme sebagai berikut:
1.      Penddikan haruslah dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja muncul dari dalam diri siswa dan menekankan pentingnya prinsip disiplin. Terhadap pandangan progresivisme yang menekankan minat pribadi, mereka menerimanya sebagai konsep untuk berbuat tapi minat yang paling tinggi dan dapat lebih bertahan tidak diperoleh sejak awal atau sebelum belajar tetapi, muncul setelah bekerja keras. Seseorang yang melakukan proses pendidikan terkadang melalui usaha yang cukup mudah tidak terlalu sulit dalam prosesnya dan terkadang juga ada yang melalu proses yang sangat sulit dan harus berusaha keras. Jadi dalam proses pendidikan itu harus ada usaha tidak berdiam diri menunggu hasilnnya tanpa berusaha.
2.      Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru bukan pada siswa. Seperti dalam aliran progesivisme peranan guru dikalangan esensialisme berbeda dengan peranan guru menurut progresivisme yang menganggap guru hanya sebagai fasilitator dan tidak bertindak otoritatif, sebaliknya pada esensialisme guru menjadi otoritatif.
3.      Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional atau kebudayaan lama.
4.      Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek materi yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasikan dan direncanakan dengan pasti oleh guru. Esensialisme mengakui bahwa pendidikan akan mendorong individu mengembangkan potensinya tetapi realisasinya harus berlangsung dalam dunia yang bebas dari perorangan atau individu. Karena itu sekolah yang baik adalah sekolah yang dapat menghindari sikap individualisme peserta didik.
5.      Tujuan akhir dari pendidikan adalah  untuk meningkatkan kesejahteraan umum karena dianggap merupakan tuntunan demokrasi yang nyata.[7]
E.     Pengertian Rekonstruksinisme
Secara bahasa rekonstruksinisme berasal dari Bahasa Inggris yaitu reconstruct, yang berarti menyusun kembali.[8] Adapun tambahan isme yang disisipkan akan mengubah makna tersebut menjadi sebuah penegasan bahwa rekonstruksinisme merupakan sebuah aliran atau paham tertentu. Jadi rekonstruksinisme adalah salah satu aliran filsafat yang berpusat pada sebuah perubahan melalui penyusunan kembali tatanan tradisional menjadi lebih modern.
 Aliran rekonstruksinisme dalam filsafat pendidikan merupakan suatu aliran yang merombak tata susunan lama yang tradisional dengan membangun tata susunan hidup berkebudayaan baru yang lebih modern.[9] Kemunculan aliran ini berawal dari krisis kebudayaan modern, seperti kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran. Dari krisis kebudayaan modern tersebut maka muncullah aliran rekonstruksinisme untuk merombak tatanan terdahulu,  pelopor dari aliran ini adalah dua tokoh bernama George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930.
Paham aliran ini merupakan lanjutan dari progresivisme yang menganggap bahwa kehidupan manusia dimasa depan adalah yang paling utama. Sedangkan dari sudut pandang pendidikan, aliran ini bertujuan untuk membina konsesnsus tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia, melalui penyusunan kembali tata pendidikan lama dengan tata susunan pendidikan baru.[10] Maka aliran ini menginginkan perubahan kultur yang ada berdasarkan analisis ketidakadilan dan kesalahan-kesalah dalam praktik pendidikan selama ini. Sehingga cenderung kritis terhadap masyarakat kontemporer dan dianggap sebagai aliran yang peduli terhadap isu-isu sosial.
F.     Tokoh-tokoh Aliran Rekonstruksinisme
1)      George Count dan Harold Rugg
Keduanyanya merupakan tokoh penggerak aliran rekonstruksinisme yang dipelopori oleh pemikiran John Dewey berupa membangun masyarakat baru yang pantas dan adil dalam tatanan kehidupan. Selain itu George juga berkeinginan pendidikan dapat menjadi tempat perubahan melalui pahan rekonstruksinesme. Dengan demikian mereka bermaksud membangun masyarakat baru yang pantas dan adil.[11]
2)      John Hendrik
Menurut John Hendrik rekonstruksinieme merupakan perubahan sosial yang menghendaki budaya modern dalam dunia pendidikan. Jonh mengungkapkan sekolah harus mampu membangun tatanan sosial yang baru, meski berlawanan oleh kurikulum yang terdahulu. Sehingga tujuan tertinggi dan utama hanya bisa diraih melalui antara antar bangsa tanpa membeda-bedakan, agar penigkatkan sejahteraan dan kemakmuran dalam masyarakat akan terwujud.

G.    Pandangan Aliran Rekonstruksinisme dalam Pendidikan
Menurut pandangan aliran rekonstruksinisme, dalam pendidikan perlu adanya perombakan tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerjasama antara individu.[12] Dengan perombakan pendidikan tersebut diharapkan dapat memunculkan sebuah tatanan baru yang lebih modern, sehingga subjek pendidikan akan lebih berorientasi pada masa depan dan tidak terkekang oleh tatanan tradisional. Hal ini menjadikan aliran rekonstruksinisme  cenderung mengikuti perkembangan zaman.
Kurikulum aliran rekonstruksinisme mengarah pada ilmu pengetahuan dasar seperti sosial, politik, ekonomi dan ditambah ilmu pengatahuan yang actual seperti media massa, industrialisasi dan lain sebagainya. Aliran rekonstruksinisme juga mendorong untuk lebih mengembangkan kemampuan melihat dan memecahkan masalah secara kritis. Hal ini tidak lepas dari keinginan rekostuksinisme untuk menjadiakan sekolah sebagai wahana perubahan tatanan sosial.
Posisi guru dalam pendidikan dalam aliran ini tidak hanya menjalan dari kurikulum yang sudah ada, tapi juga secara kritis dapat menghubungkan materi kurikulum dengan sosial masyarakat. Sedangkan peserta didik dituntut untuk menjadi makhluk yang aktif dan kreatif, sehingga akan mengubah konsep pendidikan dari transfer pengetahuan menjadi transformasi pengetahuan. Selain itu, pengetahuan yang diberikan kepada siswa tidak hanya pengetahuan dasar tetapi juga ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan masalah dalam sosial masyarakat.
Tujuan dari pendidikan aliran rekonstruksi adalah terciptanya siswa yang sadar tentang masalah sosial, politik, ekonomi yang terjadi dimasyrakat. Selain itu siswa dapat memliki ketrampilan untuk memecahkan problem yang terjadi dimasyarakat. Dengan demikian akan tercipta tatanan masyarakat yang baru.[13]




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Esensi diartikan sebagai ciri tetap yang bersifat konstan, tidak bisa berubah, kekal, dan akan selalu abadi. Sedangkan menurut istilah aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang ada sejak awal peradaban umat manusia terutama sejak zaman renaissance. Aliran esensialisme merupakan perpaduan dari aliran idealisme dan realisme, jadi dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme. Tokoh-tokoh aliran esensialisme adalah William Chandler Bagley, Johann Amos Comenius (1592-1670), John Locke (1632-1704), dan Johann Fiedrich Herbart (1776-1841).
Pandangan pendidikan dalam aliran esensialisme prakteknya cenderung menekankan pada pelajaran membaca, menulis, dan menghitung, karena tiga pelajaran ini dipandang sebagai pengetahuan dasar yang begitu ditekankan dalam esensialisme. Jadi kurikulum yang digunakan dalam aliran esensialisme menekankan pada pemahaman melalui percobaan sains dan penguasaan ilmu-ilmu alamiah daripada ilmu spiritual. Sedangkan peranan guru dikalangan esensialisme berbeda dengan peranan guru menurut progresivisme yang menganggap guru hanya sebagai fasilitator dan tidak bertindak otoritatif, sebaliknya pada esensialisme  guru menjadi otoritatif.  Aliran ini menganggap sekolah seharusnya mengajarkan nilai-nilai moral tradisional dan pengetahuan agar siswa kelak menjadi warga Negara teladan.
Rekonstruksinisme berasal dari Bahasa Inggris yaitu reconstruct, yang berarti menyusun kembali. rekonstruksinisme merupakan sebuah aliran atau paham tertentu. Jadi rekonstruksinisme adalah salah satu aliran filsafat yang berpusat pada sebuah perubahan melalui penyusunan kembali tatanan tradisional menjadi lebih modern. Tokoh dari aliran rekonstruksinisme adalah George Count, Harold Rugg dan John Hendrik.
Dalam pendidikan aliran rekonstruksi  Kurikulum mengarah pada ilmu pengetahuan dasar seperti sosial, politik, ekonomi dan ditambah ilmu pengatahuan yang actual. Posisi guru dalam pendidikan dalam aliran ini tidak hanya menjalan dari kurikulum yang sudah ada, tapi juga secara kritis dapat menghubungkan materi kurikulum dengan sosial masyarakat. Sedangkan peserta didik dituntut untuk menjadi makhluk yang aktif dan kreatif. Sedangkan tujuan dari pendidikan aliran rekonstruksi adalah berupaya membekali siswa dengan pengetahuan sosial, politik dan sebagainya, sehingga siswa dapat mengatasi masalah-masalah yag terjadi dalam sosial masyarakat.
 

[1] Djumberansjah Indar, Filsafat Pendidikan (Surabaya: Karya Abditama, 1994), 134.
[2] Teguh Wangsa Gandhi, Filsafat Pendidikan: Madzhab-Madzhab Filsafat Pendidikan (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2011), 159.
[3] Saidah, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), 81.
[4] Indar, Filsafat Pendidikan., 135-136.
[5] Gandhi, Filsafat Pendidikan: Madzhab-Madzhab., 161.
[6] Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), 102.
[7] Saidah, Filsafat Pendidikan., 82.
[8] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusi, Filsafat dan Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), 116.
[9] Gandhi, Filsafat Pendidikan: Madzhab-Madzhab., 189.
[10] Zuhairin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Akasara, 1991), 29.
[11] Gandhi, Filsafat Pendidikan: Madzhab-Madzhab., 189.
[12] Ibid., 190.
[13] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Jogjakarta: Pustaka pelajar, 2003), 65.


DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010.
Gandhi, Teguh Wangsa. Filsafat pendidikan: Madzhab-madzhab Filsafat pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz media, 2011.
Indar, Djumberansjah. Filsafat pendidikan. Surabaya: karya abditama, 1994.
Jalaluddin dan Abdullah Idi. Filsafat Pendidikan: Manusi, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Jogjakarta: Pustaka pelajar, 2003.
Saidah. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja grafindo persada, 2016.
ZuhairiN. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Akasara, 1991.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Manfaat