BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menelusuri
krisis pendidikan nasional yang kurang bermutu, sukar kita menetapkan salah
satu penyebabnya yang pasti, karena seperti
mengurai benang yang kusut. Sehingga pastinya penelusuran akan sampai
pada jantung kegiatan disekolah. Penyelenggaraan belajar mengajar yang
ditangani guru harus diperhatikan, sebab disinilah dapur kegiatan belajar
berada.
Usaha apapun
yang telah dilakukan pemerintah mengawasi jalannya pendidikan untuk mendongkrak
mutu bila tidak dilanjuti dengan pembinaan gurunya, tidak akan berdampak nyata
pada kegiatan layanan belajar dikelas. Kegiatan pembinaan guru merupakan bagian
yang tidak mungkin dipisahkan dalam setiap usaha peningkatan mutu pembelajaran.
Bahwa guru merupakan kunci penting dalam keberhasilan memperbaiki mutu
pendidikan. Guru merupakan titik sentral dalam usaha mereformasi pendidikan,
dan mereka menjadi kunci keberhasilan setiap usaha peningkatan mutu pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian supervisi dan pengawasan pendidikan?
2. Apa saja
permasalahan yang terdapat dalalam supervisi pendidikan?
3. Apa saja fungsi dan tujuan supervisi?
4. Apa saja fungsi dan tujuan pengawasan pendidikan?
5. Bagaimana
prinsip kerja pelaksanaan pengawasan pendidikan?
6. Bagaimana ruang
lingkup pengawasan pendidikan?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui supervisi dan pengawasan pendidikan.
2.
Memahami pengertian supervisi dan pengawasan pendidikan.
3.
Mengetahui fungsi dan tujuan supervisi dan pengawasan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Supervisi
dan Pengawasan
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian
supervisi pendidikan yaitu:
·
Neagley (1980:20) dikutip oleh Made Pidarta,
mengemukakan bahwa setiap layanan kepada guru-guru yang bertujuan menghasilkan
perbaikan intruksional, belajara dan kurikulum dikatakan supervisi. Supervisi
disini diartikan sebagai bantuan dan bimbingan kepada guru-guru dalam bidang
intruksional, belajar dan kurikulum, dalam usahanya mencapai tujuan sekolah.
·
N. A. Ametembun (1981: 5) merusmuskan bahwa
supervisi pendidikan adalah pembinaan ke arah perbaikan situasi pendidikan.
Pendidikan yang dimaksudkan berupa bimbingan atau tuntutan ke arah perbaikan
situasi pendidikan pada umumnya, dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada
khususnya.
Berdasarkan
beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakikatnya
supervisi pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan profesional bagi
guru-guru. Bimbingan profesional yang dimaksudkan adalah segala usaha yang
memberikan kesempatan bagi guru-guru untuk berkembang secara profesional,
sehinggan mereka lebih maju lagi dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu
memperbaiki dan meningkatkan proses
belajar murid-murid.[1]
Sedangkan,
pengertian pengawasan adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan kepastian tentang
pelaksanaan progam atau kegiatan yang sedang atau telah dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan.
B.
Permasalahan Supervisi Pendidikan
Supervisi dalam pendidikan telah lama dikenal namun demikian tidak
semua orang dalam dunia pendidikan mengetahui apa hakekat supervisi itu sendiri.
Supervisi yang bermakna
kurang realistis disebabkan oleh:
1) Supervisi
disamakan dengan controlling atau pekerjaan pengawasi, supervisor lebih banyak
mengawasi dari berbagai ide pengalaman. Membantu guru dalam memperbaiki cara
mengajarnya bukan menjadi perhatian utama, orang cenderung menjadi resah dan
takut apbila mereka diawasi atau dievaluasi.
2) Kepentingan dan
kebutuhan supervisi bukannya datang dari para guru, melainkan supervisor itu
sendiri menjalankan tugasnya.
3) Supervisor
sendiri mungkin tidak tahu apa yang akan diamati dan dinilainya, sedangkan guru
juga tidak mempunyai pengetahuan apa yang diamati dan dinilai supervisor.
Akibatnya data pengamatan adalah jelas nampak tidak sistematis, bersifat sangat
subjektif dan tidak jelas.
4) Pada pihak lain
kebanyakan gyry tidak suka supervisi walaupun hal itu merupakan bagian dari
proses pendidikan dan pekerjaan mereka.
Dari sebagian alasan tersebut peran supervisi
dalam organisasi persekolahan menjadi lemah, kurang efisien dan efektif sesuai
tujuannya. Pekerjaan supervisi harus dilakukan orang-orang yang “profesional
dan kompoten” serta mempunyai visi lebih luas dengan konsep kepemimpinan
memperbaiki pengajaran. Supervisor memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang
menjadi pusat perhatian serta kebutuhan guru di kelas dan bertindak sebagai
agen pembaruan.
C. Fungsi dan
Tujuan Supervisi pendidikan
Dalam pelaksanaanya,
supervisi pendidikan perlu memahami fungsi-fungsi supervisi yang merupakan
tugas pokok sebagai supervisor pendidikan. Fungsi-fungsi utama supervisi
pendidikan sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan
Inspeksi
Sebelum memberikan pelayanan terhadap guru, supervisor perlu mengadakan
inspeksi terlebih dahulu. Inspeksi tersebut dimaksudkan sebagai usaha mensurvei
seluruh sistem pendidikan yang ada, guna menemukan masalah-masalah,
kekurangan-kekurangan, baik pada guru, murid, perlengkapan, kurikulum, tujuan
pendidikan, metode mengajar, maupun perangkat lain disekitar keadaan proses
belajar mengajar.
Sebagai fungsi supervisi, inspeksi harus bersumber pada data yang aktual
dan tidak pada informasi yang sudah kadaluarsa.[2]
2) Penelitian
hasil insfeksi berupa data
Data tersebut kemudian diolah untuk dijadikan bahan penelitian. Dengan cara
ini dapat ditemukan teknik dan perosedur yang efektif sebagai keperluan
penyelenggaraan pemberian bantuan kepada guru, sehingga supervisi dapat
berhasil dengan memuaskan.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam melaksanakan supervisi
sekurang-kurang adalah :
Ø
Menemukan masalah yang ada pada situasi
belajar mengajar.
Ø
Mencoba mencari pemecahan yang diperkirakan
efektif
Ø
Menyusun program perbaikan
Ø
Mencoba cara baru, dan
Ø
Merumuskan pola perbaikan yang ada standar
untuk pemakaian yang lebih luas.
3) Penilaian
Kegiatan penilain berupa usaha untuk mengetahui segala fakta yang
mempengaruhi kelangsungan persiapan, penyelenggaraan dan hasil pengajaran.
4) Latihan
Berdasarkan hasil penelitian dan kemudian diadakan latihan. Pelatihan ini
dimaksudkan untuk memperkenalkan cara-cara baru sebagai upaya perbaikan dan
atau peningkatan. Hal inipun bisa sebagai pemecahan atas masalah-masalah yang
hadapi. Pelatihan ini dapat berupa lokakarya, seminar, demonstrasi mengajar,
simulasi, observasi, saling mengunjungi atau cara lain yang dipandang efektif. [3]
5) Pembinaan
Pembinaan atau pengembangan merupkan lanjutan dan kegiatan memperkenalkan
cara-cara baru. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menstimulasi, mengarahkan,
memberi semangat agar guru-guru mau menerapkan cara-cara baru yang
diperkenalkan sebagai hasil penemuan penelitian, termasuk dalam hal ini
membantu cara-cara baru.
Tujuan supervisi pendidikan adalah untuk
mengembangkan situasi belajar mengajar yang baik. N.A Ametembun (1981: 28)
merumuskan tujuan-tujuan supervisi pendidikan dengan memperhatikan beberapa
faktor yang sifatnya khusus, sehingga dapat membantu mencari dan menentukan
kegiatan supervisi yang lebih efektif. Adapun tujuan-tujuan itu adalah:
1. Membina kepala
sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya
dan peranan sekolah mencapai tujuan itu.
2. Memperbesar
kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk mempersiapkan peserta didiknya
menjadi anggota masyarakat yang efektif.
3. Membantu kepala
sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap
aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan mengajar belajar, serta menolong mereka
merencanakan perbaikan-perbaikan.
4. Meningkatkan
kesadaran kepala sekolah dan guru-guru serta warga sekolah lainnya terhadap
tata kerja yang demokratis dan kooperatif, serta memperbesar kesediaan untuk
tolong-menolong.
5. Memperbesar
ambisi guru-guru untuk meningkatkan mutu layanannya secara maksimal dalam
bidang profesinya (keahlian) meningkatkan ‘achievement motive’.
6. Membantu
pimpinan sekolah untuk mempopulerkan sekolah kepada masyarakat dalam
mengembangkan program-program pendidikan.
7. Membantu kepala
sekolah dan guru-guru untuk dapat mengevaluasi aktivitasnya dalam konteks tujuan-tujuan
aktivitas perkembangan peserta didik, dan
8. Mengembangkan
‘esprit de corps’, guru-guru, yaitu adanya rasa kesatuan dan persatuan
(kolegialitas) antar guru-guru.[4]
D. Fungsi dan
Tujuan Pengawasan
Pengawasan
pendidikan merupakan salah satu tahapan dalam managemen pendidikan yang
memiliki peranan penting. Tanpa pengawasan, pelaksanaan kegiatan tidak akan
terkendali, memungkinkan terjadinya penyimpangan, sehingga tujauan yang telah
ditetapkan tidak dapat dicapai. Dalam konteks managemen pendidikan secara luas,
pengawasan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.
1. Fungsi Informatif-Progesif
Kegiatan pengawasan berfungsi sebagai proses
pencarian informasi tentang progress (kemajuan) pelaksanaan program atau
kegiatan dibandingkan dengan target akhir yang telah ditetapakan. Berdasarkan
pada informasi tersebut, pihak yang berwenang dapat mengambil kepuusan yang
sesuai dengan perkembangan pelaksanaan program atau kegiatan, apakah memerlukan
percepatan, perbaikan, peruabahan rencana dan sebagainya.
2. Fungsi
Pengecekan-Preventif
Pengawasan dapat berfungsi sebagai langkah
pengecekan dan pencegahan agar pelaksana program menjalankan programnya sesuai
dengan rencana, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis, ketentuan aatau standart
pelaksanaan program yang telah ditetapkan. Sekalipun perangkat pedoman pelaksanaan sudah sangat lengkap, kemungkinan
kesalahan bisa saja terjadi. Untuk itu, diperlukan langkah pengecekan sekaligus
sebagai langkah pencegahan agar tidk terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan
program atau kegiatan.
3. Fungsi Korektif
Pengawasan pendidikan memiliki fungsi korektif
dalam arti bila sudah terjadi kesalahan
atau penyimpangan dalam pelaksanaan program atau kegiatan, maka pengawas dalam
batas tertentu diberikan kewenangan untuk mengarahkan atau melakukan tindakan
perbaikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Adapun tujuan pengawasan pendidikan yang utama, yaitu:
1. Untuk memastikan pelaksanaan kegiatan
pendidikan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
2. Untuk memastikan tujuan, target, dan
sasaran program, kegiatan atau kebijakan pendidikan dapat tercapai.[5]
E. Prinsip Kerja Pelaksanaan
Pengawasan
LAN RI
(205:117) merinci prinsip kerja pelaksanaan pengawasan dengan poin-poin sebagai
berikut:
1. Prinsip
kesisteman: pengawasan ditujukan untuk menghasilkan good governance sehingga
harus memperhatikan keseluruhan komponen secara sistemik.
2. Prinsip
Akuntabilitas: segala yang ditugaskan meminta pertanggung jawaban dari setiap
orang yang diserahi tanggungjawab dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Prinsip
Organisasi: tugas manajemen ada pada setiap level organisasi dan pengawasan
merupakan tugas setiap pimpinan yang berada pada organisasi sesuai dengan tugas
pokok fungsinya masing-masing.
4. Prinsip
Koordinasi: pengawasan dilakukan dengan memperhatikan pengaturan kerja sama
yang baik antar komponen. Setiap bagian memiliki tugas pokok fungsi
masing-masing, akan tetapi untuk menjaga sinergitas sistem, tiap bagian harus
dapat mewujudkan kegiatan terpadu dan selaras dnegan tujuan organisasi melalui
koordinasi yang baik.
5. Prinsip
Komunikasi: pengawasan menjadi sarana hubungan antara pusat dengan daerah,
pimpinan dengan bawahan sehingga perlu dikembangkan komunikasi yang insentif
dan empatik agara kerjasama terus berlanjut secara harmonis.
6. Prinsip
Pengendalian: pengawasan menjadi sarana mengarahkan dan membimbing secara
teknis administrasi maupun memecahkan persoalan kerja agar tercapai efektivitas
kerja.
7. Prinsip
Integras: merupakan kepribadian pengawas yang melaksanakan pengawasan dengan
mentalitas yang baik penuh kejujuran, simpatik, tanggungjawab, cermat, dan
konsisten.
8. Prinsip
Objektivitas: melaksanakan pengawasan dengan berdasarkan keahlian secara
profesional tidak terpengaruh secara subjektif oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.[6]
9. Prinsip
futuristik: pengawasan harus dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi dimasa depan dan sadar betul apa yang diperbuat akan menentukan
masa depan sehingga ia menghindari penyimpangan-penyimpangan atau kebocoran
karena akan menjadi bumerang bagi masa depan.
10. Prinsip Preventif:
pengawasan dilakukan agar penyimpangan-penyimpangan dapat dicegah dan kalapun
terjadi dapat dideteksi secara dini sehingga penyelesaiannya dapat cepat
teratasi.
11. Prinsip
Refresif: kesalahan/penyimpangan/kebocoran yang dilakukan segera diperbaiki dan
dilakukan saran yang membangun kepercayaan diri agar tidak terulang kembali
kesalahan untuk kedua kalinya.
12. Prinsip
Korektif: kesalahan/penyimpangan/kebocoran dicari penyebabnya dan selanjutnya
dicari solusi untuk memperbaiki kesalahan agar tujuan dapat tercapai.
13. Prinsip 3E (Ekonomis,
Efisien, Efektif): pengawasan dilakukan dengan cara-cara yang benar, waktu yang
tepat dan penuh perhitungan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai secara ekonomis, efeisien dan efektif.[7]
F. Ruang Lingkup Pengawasan Pendidikan
Berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan tentang kegiatan pengawasan pendidikan di Indonesia memiliki beberapa ruang lingkup
dan kajian, antara lain:
1.
Pengawas Sekolah.
Yang dimaksud
dengan pengawas sekolah menurut peraturan menteri pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 Pengawas Sekolah adalah Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh
oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan
manajerial pada satuan pendidikan.
Jabatan yang
dimiliki pengawas sekolah bentuknya fungsional, yaitu jabatan yang mempunyai
ruang lingkup tugas, dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan pengawasan bidang
akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.
Bidang
pengawasan dari pengawas sekolah meliputi; Pengawasan Taman Kanak-kanak,
pengawasan Sekolah Dasar, Pengawas mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran, Pengawas
pendidikan luar biasa, Pengawas bimbingan dan konseling.
Kegiatan
pengawas sekolah diantaranya terdiri atas pengembangan profesionalitas,
pengawasan akademik dan manajerial, pengembangan profesi dan pelaksanaan
kegiatan penunjang pengawas sekolah.
2.
Pengawasan Akademik.
Pengawasan
akademik merupakan bidang pengawasan yang berhubungan dengan kegiatan akademik
yang dilaksanakan pada satuan pendidikan. Berkenaan dengan pengawasan akademik
atau academic supervision, Glickman (1995) mendefinisikan supervisi akademik
sebagai: “.... a series of activities in assissting teachers to develop their
ability to manage teaching learning process in order to reach the objectives”.
Berdasarkan pengertian ini diketahui bahwa supervisi akademik merupakan
serangkaian aktivitas dalam membantu para guru untuk mengembangkan kemampuannya
dalam mengelola proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditentukan.
Tujuan
supervisi akademik adalah untuk membantu guru mengembangkan keterampilannya
dalam rangka mencapai tujuan belajar mengajar yang direncanakan untuk para
siswanya.
Fungsi utama supervisi akademik adalah sebagai
penjaminan mutu para guru. Melalui supervisi akademik yang dilakukan pengawas
atau kepala sekolah diharapkan kualitas guru menjadi lebih baik. Demikian pula
dengan proses belajar mengajar yang senantiasa mengalami perbaikan secara
berkesinambungan.
Prinsip
Pengawasan Akademik; (1) merencanakan pembelajaran, (2) melaksanakan
pembelajaran, (2) menilai hasil pembelajaran, (4) membimbing dan melatih pesrta
didik, dan (5) melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan
kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.
3.
Pengawasan Manajerial.
Pelaksanaan
manajemen pendidikan merupakan salah satu aspek pengawasan yang dikenal dengan
istilah supervisi manajerial. Esensi dari supervisi manajerial adalah berupa
kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan
seluruh elemen sekolah lainnya di dalam mengelola, mengadministrasikan dan
melaksanakan seluruh aktivitas sekolah, sehingga dapat berjalan dengan efektif
dan efisien dalam rangka mencapai tujuan sekolah serta memenuhi standar
pendidikan nasional.
Supervisi
manajerial memiliki fokus berupa bidang garapan manajemen sekolah. Menurut
Depdiknas (2008:8), fokus supervisi manajerial adalah: (1) manajemen
berkurikulum dan pembelajaran, (2) kesiswaan, (3) sarana dan prasarana, (4)
ketenagaan, (5) keuangan, (6) hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (7)
layanan khusus.
Depdiknas
(2008: 18-21) menyebutkan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk
pelaksanaan supervisi manajerial, yakni; (1) monitoring dan evaluasi, (2)
refleksi dan focus group discussion, (3) metode delphi, (4) workshop.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga Manfaat