Senin, 18 Desember 2017

Makalah Islam Sebagai Sasaran Studi Doctrinal, Sosial Dan Budaya



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Islam adalah agama yang sangat multidimensial, oleh karena itu masing-masing orang sangat mungin memandang memahami islam secara berbeda-beda. Apabila islam dipandang dari gejala budaya dan sosial maka yang terlihat adalah corak keberagamansuatu masyarakat. Salah satu contoh kehidupan keberagaman orang uslim didesa sangatlah berbeda-beda. Perbedaan tersebut timbul dari pengaruh yang sangat melekat pada kehidupan masyarakat yang biasa kita kenal dengan lingkungan.lingkungan inilah yang membuat masing-masing orang menjadi berbeda antara satu dengan yang lain.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana islam sebagai sasaran studi doktrinal ?
2.      Bagaimana islam sebagai sasaran studi sosial ?
3.      Bagaimana islam sebagai sasaran studi budaya ?

C.     Tujuan masalah
1.      Agar mengetahui islam sebagai sasaran studi doktrinal
2.      Agar mengetahui islam sebagai sasaran studi sosial
3.      Agar mengetahui islam sebagai sasaran studi budaya



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Islam Sebagai Sasaran Studi Doktrinal
1.      Islam Sebagai Doktrin
Kata doktrin berasal dari bahasa inggris doctrine yang berarti ajaran.[1]dari kata doctrine itu kemudian dibentuk kata doctrinal, yang berarti yang berkanaan dengan ajaran atau bersifat ajaran. Islam sebagai sasaran obyek studi dpktrinal tersebut, ini berarti dalam studi doktrinal yang dimaksud adalah studi tentang ajaran islam atau studi islam dari sisi teori-teori yang dikemukakan oleh islam.[2]
2.      Ruang Lingkup Doktrin Islam.
Ruang lingkup Islam sebagai doktrin dapat dijelaskan berdasarkan lingkup, yaitu :
a.       Tuhan : berkenaan dengan doktrin tentang Tuhan, Islam datang sebagai wahyu.[3]
b.      Manusia : sementara berkenaan dengan dpktrin tentang manusia, Islam memandang sebagai makhluk termulia. Allah berfirman.
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِى ءَادَمَ وَحَمَلْنَهُمْ فِى ألْبَرِّ وَألْبَحْرِ وَرَزَقْنَهُم مِّنَ ألطَّيِّبَتِ وَفَضَّلْنَهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً
Terjemah: “dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihin yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.[4]
Adapun doktrin tentang manusia, islam membicarakannya secara lengkap, seperti perjalanan hidup manusia, tujuan manusi, fitrah manusia, dan hakikat manusia.
c.       Alam : berkenaan dengan doktrin tentang alam, Islam membagi alam menjadi dua. Alam syahadah (alam yang dapat di indra) dan alam ghaib (alam yang tidak dapat di indra).
3.      Model Penelitian Islam sebagai Doktrin.
Kata model yang dimaksud di sini adalah contoh, acuan, ragam, atau macam.[5] Adapun penelitian berarti pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara secara saksama dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran objektif yang disimpulkan melalui data data yang terkumpul.
1.      Model Peneletian Tafsir
Tafsir bermakna menjelaskan hal-hal yang masih samar yang dikandung dalam ayat al-Qur’an sehingga dengan mudah dapat dimengerti, mengeluarkan hukum yang terkandung di dalamnya untuk diterapkan dalam kehidupan sebagai suatu ketentuan hukum. Objek pembahasan tafsir, yaitu al-Qur’an merupakan sumber ajaran Islam.
Syekh Muhammad Al-Ghazali meempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, deskriptif dan analitis dengan berdasarkan pada rujukan kitab-kitab yang ditulis ulama terdahulu.[6]
2.      Model Penelitian Hadis
Penelitian terhadap hadis baik dari segi keontikannya maupun turunnya ayat al-Qur’an diyakini secara mutawattir berasal dari Allah.
Model penelitian yang bisa dilakukan yaitu :
a.       Takhrij hadis
Takhrij adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan hadis tersebut secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian untuk kepentingan kritik sanad, dijelaskan kwalitas sanad dan para periwayatnya dari hadis yang bersangkutan. [7]
b.      I’tibar
Al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad untuk hais tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terapat seorang periwayatsaja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada priwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad bagian sanad dari sanad hadis dimaksud.
c.       Kritik sanad
Ulama’ hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus kritisi pada diri pribadi periwayat hadis untuk diketahui apakah riwayat hadis yang dikemukakannya dapat diterima sebagai hujjah ataukah harus ditolak. Ke dua hal itu adalah keadilan dan kedhabitannya. Terkait dengan pelacakan terhadap kebersambungan sanad, hubungan kwalitas periwayat dan metode periwayatan sangat menentukan. Selain itu ada periwayat yang dinilai tsiqoh oleh ulama’ahli kritik hadis, namun dengan syarat bila dia menggunakn lambang periwaytan haddatsani atau samitu, bersambung. Tetapi bila menggunakan selain dua lambang tersebut, sanadnya terdapat tadlis (penyembunyian cacat).[8]
d.      Kritik matan
Metode kritik matan, menurut al-A’zhami, banyak terfokus pada metode mu’aradhah. Versi lain menyebutkan metode muqaranah (perbandingan) atau metode muqabalah.[9]
B.     Agama Sebagai Sasaran Studi Sosial.
1.      Islam Sebagai Sasaran Studi Sosial
Yang dimaksud Islam sebagai sasaran studi sosial disini adalah studi tentang islam sebagai gejala sosial. Objek islam sebagai sasaran studi sosial adalah islam yang telah menggejala atau yang sudah mejadi fenomena adalah islam yang sudah menjadi dasar dari sebuah perilaku dari parapemeluknya.[10] Agama sebagai gejala sosial, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama.
            Ilmu sosial yang dianggap dekat dengan ilmu kealaman berarti juga dapat diamati, diukur, dan diverifikasi.[11]
a.       Letak Ilmu Sosial
Umumnya orang berpendapat bahwa ilmu sosial terletak diantara ilmu lam dan ilmu budaya. Hanya saja orang berbeda pendapat mengenai letak yang sebenarnya apakah ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu alam atau ilmu budaya. Kaum struktualis memandang begitu pentingnya nilai itu, sehinga mereka lupa bahwa nilai itu sendiri merupakan produksi interakasisosial juga. Dalam hal ini mereka melihat metode verstehenjuga sebagai perbuatan menduga-duga yang tak berdasarkan secara ilmiah. Ilmu sosial menunjukkan kepada penerapan metode ilmiah untuk mempelajari jaringan-jaringanhubungan manusia yang pelik dan rumit, dan bentuk-bentuk organisasi yang dimaksudkan agar orang dapat hidup bersama dalam masyarakat.[12]
b.      Ilmu sosial dan teori
Perbedaan pandangan antara kaum struktualis dan kaum positivis ini perlu dikemukakan karena mempunyai dampak langsung terhadap perbedaan tingkat penggunaan teori dan pmilihanmetode penilaian.menurut  Prof. Goode dan Hatt, teori sedikitnya berfungsi untuk :
·         Mendefinisikan orientasi utama dari suatu cabang ilmu dengan mengarahkan bentuk-bentuk data mana yang perlu aiabstraksikan.
·         Menawarkan suatu kerangka konseptual untuk mngarahkan fenomena mana yang perlu disistematisasikan, diklarifikasikan, dan dihubungkan satu sama yang lain.
·         Meringkaskan sejumlah fakta mrngrnsi generalisasi dan sistem generalisasi.
·         Meramal fakta
·         Menunjukkan kesenjangan yang ada dalam pengetahuan.[13]
2.      Pandangan Islam terhadap Ilmu Sosial
Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada kehidupan ritual.ilmu pengetahuan sosial yang dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan yang digali dari nilai-nilai agama. Kuntowijoyo menyebut sebagai ilmu sosial profetik.[14]
3.      Ilmu Sosial Beruansa Islam
Menurut Kuntowijoyo, kita butuh ilmu sosial proteltif yaitu, ilmu sosial yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga memberi petunjuk kearah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa dan oleh siapa.[15]
Ilmu sosial yang mampu mengubah fenomena berdasarkan cita-cita didasarkan pada tiga hal :
1.      Cita-cita kemanusiaan
2.      Liberasi
3.      Transendesi
C.     Islam Sebagai Sasaran Studi Budaya
1.      Budaya Islami
Kebudayaan merupakan sesuatu yang dikonstruksikan yang mencakup keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang digunakan sebagai pedoman, diyakini kebenarannya untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi serta mendorong terjadinya tindakan-tindakan. Konsep kebudayaan mensyaratkan adanya hubungan antara keyakinn dengan perilaku, anusia dan alam dan individu dengan masyarakat.[16]
Kebudayaan memiliki karakteristik tertentu yaitu :
1.      Dipelajari dan diperoleh
2.      Diwariskan turun temurun dari generasi kegenerasi
3.      Berkembang melalui interaksi individu
4.      Merupakan pemikiran yang mendalam untuk dijadikan simbol yang memberikan makna terhadap lingkungan melali pengalaman.[17]
2.      Contoh Kajian Budaya dalam Perkembangan Islam di Jawa.
Interaksi Islam dengan budaya di jawa melahirkan tiga bentuk ke-Islaman yang punya pikiran yang berbeda-beda dan kadang memancing konflik antara satu dengan lainnya, yaitu Islam Pesantren, Islam Kejawen, dan Islam Modernis.
3.      Islam Sebagai Sasaran Studi Budaya
a.       Karkteristik Studi Budaya
Pada awal perkembangannya, ilmu dibagi menjadi dua yaitu ilmu kealaman dan ilmu budaya. Ilmu kealaman seperti fisika, biologi dan lain-lain mempunyai tujuan utama mencari hukum-hukum alam mencari keteraturan-keteraturan yang terjadi pada alam.
Sebaliknya ilmu budaya mempunyai sifat terulang tetapi unik. Sebagai contoh, budaya suatu kelompok masyarakat unik untuk kelompok masyarakat tersebut, sebuah situs tersebut dan sebagainya dan disini tidak ada keterulangan.
Dalam konteks dinamisasi kebudayaan,sebuah studi budaya diklarifikasikan menjadi dua bagian besar yaitu :
1.      Budaya implisit, merupakan hubungan antar kelompok dan satu kelompok individu yang mengatur dan mengupayakan agar berperilaku sesuai dengan budaya kelompoknya.
2.      Budaya eksplisit, merupakan adopsi budaya dari sekelompok individu dengan budaya yang berbeda.
b.      Pendekatan budaya dalam memhami Islam
Yang di maksud dalam peelitian budaya adalah penelitian tentang naskah-naskah alat-alat ritus keagamaan, benda-benda purbakala agama, sejarah agama, nilai-nilai dari mitos-mitos yang dianut para pemeluk agama, dan sebagainya.[18]
Menurut M. Atho Mudzhar, di antara penelitian kealaman dan budaya, terdapat penelitian-penelitian ilmu sosial.
      Penelitian Islam dengan pendekataan kebudayaan memiliki banyak manfaat antara lain :
1.      Alat untuk memahami corak keagamaan yang dimiliki sebuah masyarakat.
2.      Mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang dimiliki warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar menurut islam tanpa harus menimbulkan pertentangan.[19]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
·         Islam Sebagai Sasaran Studi Doktrinal.
Islam Sebagai Doktrin => Kata doktrin berasal dari bahasa inggris doctrine yang berarti ajaran.
·         Ruang Lingkup Doktrin Islam.
Ruang lingkup Islam sebagai doktrin dapat dijelaskan berdasarkan lingkup, yaitu :
ü  Tuhan
ü  Manusia
ü  Alam
·         Model Penelitian Islam sebagai Doktrin.
ü  Model Peneletian Tafsir
ü  Model Penelitian Hadis
·         Prof. Goode dan Hatt, teori sedikitnya berfungsi untuk :
ü  Mendefinisikan orientasi utama dari suatu cabang ilmu dengan mengarahkan bentuk-bentuk data mana yang perlu aiabstraksikan.
ü  Menawarkan suatu kerangka konseptual untuk mngarahkan fenomena mana yang perlu disistematisasikan, diklarifikasikan, dan dihubungkan satu sama yang lain.
ü  Meringkaskan sejumlah fakta mrngrnsi generalisasi dan sistem generalisasi.
ü  Meramal fakta Menunjukkan kesenjangan yang ada dalam pengetahuan.
·         Islam Sebagai Sasaran Studi Budaya
Kebudayaan memiliki karakteristik tertentu yaitu :
1.      Dipelajari dan diperoleh
2.      Diwariskan turun temurun dari generasi kegenerasi
3.      Berkembang melalui interaksi individu
4.      Merupakan pemikiran yang mendalam untuk dijadikan simbol yang memberikan makna terhadap lingkungan melali pengalaman


[1] Ahm.Asy’ari,dkk. Pengantar Studi Islam(Surabaya:IAIN SUNAN AMPEL PRESS, 2002), 141.
[2] Tim Penyusun Diktat, Studi Islam Lain (Surabaya: IAIN SUNAN AMPEL PRESS, 2002),145.
[3] Rosihan Anwar, Pengantar Studi Islam, 40.
[4] Al-Qur’an, 17:70.
[5] J.S. Poerdawadarminta, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 653.
[6] Abudin Nata, MetodeStudi Islam (Jakarta: Rajawali Press,2002), 179.
[7] Muhammad Ahmad, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 135.
[8] M. Syuhudi Ismail, kaedah keshahihan Sanad Hadis (Jakarta: PT. Karya Unipress, 19950, 139.
[9] Musthofa al-A’zhami, Manhaj al-Naqd ‘inda Al-Muhadditsin (Riyadl: al-Umariyah, 1982), 183.
[10] Asy’ari, dkk, Pengantar Studi Islam (Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2002),143.
[11] Jujun S, Suriasumatri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 2007), 126.
[12] Atho Mudzhar, Penekatan Stusi Islam., 43-44.
[13] Ibid.
[14] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafino Persada, 2012),54.
[15] Kuntowijoyo, Paradigma Islam : Interprestasi Untuk Aksi (Bandung: Penerbit Mizan,1991), 168.
[16] Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 88.
[17] Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam., 91.
[18] M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, Dalam teori dan Praktek (Yogyakarta: pustaka Pelajar, 1998), 37-38.
[19] Koko Abdul Kodir, Metedologi Studi Islam., 92.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Manfaat