MAKALAH
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN:
ESENSIALISME DAN REKONSTRUKSINISME
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Aliran esensialisme merupakan aliran filsafat yang didasarkan pada
nilai-nilai kebudayaan yang ada sejak awal peradaban umat manusia. Sehingga
aplikasi esensialisme dalam pendidikan bercorak pada pendidikan tradisional,
karena aliran ini menganggap kebudayaan lama telah berhasil membawa kebaikan
bagi kehidupan manusia. Dalam pembelajaran esensialisme mengacu pada pengetahuan
dasar berupa membaca, menulis dan menghitung, dan pelajaran non akademik kurang
diminati.
Aliran rekonstruksinisme merupakan aliran filsafat yang berpusat
pada perubahan melalui penyusunan kembali tatanan sosial tradisional menjadi
tatanan sosial yang modern. Aliran rekonstruksinisme mengharapakan pendidikan
dapat menjadi wahana awal menuju pembangunan tatanan sosial yang lebih modern.
Dalam pendidikan, aliran ini mendorong perserta didik untuk mempelajari
pengetahuan sosial, politik, ekonomi dan pengetahuan teraktual, dengan
pengetahuan tersebut diharapkan dapat melahirkan peserta didik yang mampu
meyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
Kedua aliran diatas memiliki paham yang berbanding terbalik, dengan
perbedaan tersebut pasti akan memunculkan penerapan pendidikan yang berbeda.
Maka melalui makalah ini penulis akan menjelaskan apa perngetian dari aliran
filsafat esensialisme dan aliran filsafat rekonstruksinisme. Dalam makalah ini
akan dijelaskan bagaimana pandanagan aliran esensialisme dan rekonstruksinisme
dalam pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pengertain dari filsafat aliran esensialisme?
2.
Siapa
saja tokoh-tokoh yang beraliran esensialisme?
3.
Bagaimana
pandangan esensialisme dalam pendidikan?
4.
Apa
saja prinsip-prinsip aliran esensialisme?
5.
Bagaimana
pengertian dari filsafat aliran rekonstruksinisme?
6.
Siapa
saja tokoh-tokoh dari aliran rekonstruksinime?
7.
Bagaimana
pandangan rekonstruksinime dalam pendidikan?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
bagaimana pengertian dari filsafat aliran esensialisme.
2.
Untuk
mengetahui siapa saja tokoh-tokoh yang beraliran esensialisme.
3.
Untuk
memahami bagaimana pandangan esensialisme dalam pandidikan.
4.
Mengetahui
apa saja prinsip aliran esensialisme.
5.
Mengetahui
bagaimana pengertian dari filsafat aliran rekonstruksinisme.
6.
Untuk
mengetahui siapa saja tokoh dari aliran rekonstruksinisme.
7.
Untuk
memahami bagaimana pandangan rekonstruksinisme dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian esensialisme
Esensi diartikan sebagai ciri tetap yang ada pada setiap sesuatu
yang ada. maksudnya sesuatu yang bersifat konstan, tidak bisa berubah, kekal,
dan akan selalu abadi. Aliran esensialisme merupakan aliran pedidikan yang
didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang ada sejak awal peradaban umat
manusia.[1]
Aliran filsafat ini menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama,
karena kebudayaan lama telah banyak membawa kebaikan untuk manusia. Aliran esensialisme
sudah ada sejak zaman Renaissance mulai tumbuh dan berkembang dengan berbagai
cara dan usaha-usahanya untuk menghidupkan kembali ilmu pengetahuan,
kebudayaan, dan kesenian zaman yunani dan romawi kuno. Aliran esensialisme
merupakan perpaduan dari aliran idealisme dan realisme, jadi dua aliran ini
bertemu sebagai pendukung esensialisme.[2]
B.
Tokoh
Aliran Esensialisme
1. Menurut
Mudyaharjo, tokoh aliran esensialisme adalah William Chandler Bagley. Bagley
lahir di detroit pada 15 maret 1874 dan meninggal di new york pada 1 juli 1946.
Bagley menempuh pendidikan tinggi di Universitas Negeri Michigan, Universitas
Wisconsin, dan menerima gelar oktor dari Universitas cornell pada tahun 1900.
Sementara itu Bagley berpendapat bahwa pendidikan adalah sarana untuk membentuk
tingkah laku anak didik dan ia berpendapat bahwa pendidikan bisa membantu
merubah tingkah laku anak. jika guru bisa menerapkan dengan tepat pada anak
didik maka akan menciptakan efisiensi sosial sebagai tujuan umum. [3]
2. Johann
Amos Comenius (1592-1670), tokoh Renaissance yang pertama yang berusaha
mensistematiskan proses pengajaran. Menurut johann Amos comenius tugas
kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan.
3. John
Locke (1632-1704), tokoh dari Inggris dan populer sebagai “pemikir dunia”. John
locke mengatakan bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan
kondisi. Ia juga mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak yang tidak mempunyai
biaya.
4. Johann
Fiedrich Herbart (1776-1841), salah seorang murid dari Immanuel kant yang
berpandangan kritis. Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan
jiwa seseorang dengan kesusilaan, dan ini disebut juga “pengajaran yang
mendidik” dalam proses pencapaian tujuan pendidikan.
5. William
T. Harris (1835-1909) menurut tokoh ini tugas pendidikan adalah mengizinkan
terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti. Maksudnya Keberhasilan
sekolah bisa tercapai dikarenakan sebuah lembaga yang memelihara nilai-nilai
yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri setiap orang
kepada masyarakat. [4]
C.
Pandangan Esensialisme dalam Pendidikan
Menurut aliran esensialisme tugas pendidikan adalah mengajarkan
pengetahuan dasar dan keterampilan-ketampila dasar.[5]
Sehingga dalam prakteknya esensialisme cenderung menekankan pada pelajaran
membaca, menulis, dan menghitung, karena tiga pelajaran ini dipandang sebagai
pengetahuan dasar yang begitu ditekankan dalam esensiaisme. Jadi kurikulum yang
digunakan dalam aliran esensialisme menekankan pada pemahaman melalui percobaan
sains dan penguasaan ilmu-ilmu alamiah daripada ilmu spiritual. Mata pelajaran
yang tradisonal yang dianggap penting antara lain matematika, IPA, sejarah,
bahasa asing dan kesastraan, sedangkan mata pelajaran yang bersifat kurang
akademik tidak diminati oleh aliran esensialisme. Pelajaran sains, bahasa,
sejarah dan sastra ini diharapkan dapat menjadi kurikulum yang terpercaya untuk
memenuhi kehidupan invidual dan sosial.
Sedangkan peranan guru dikalangan esensialisme berbeda dengan
peranan guru menurut progresivisme yang menganggap guru hanya sebagai
fasilitator dan tidak bertindak otoritatif, sebaliknya pada esensialisme guru menjadi otoritatif. Aliran ini menganggap sekolah seharusnya
mengajarkan nilai-nilai moral tradisional dan pengetahuan agar siswa kelak
menjadi warga Negara teladan.[6] Maka
pengajaran yang diberikan kepada siswa berupa rasa hormat kepada kekuasaan,
ketabahan, taat menjalankan kewajiban, tenggang rasa kepada orang lain dan
penguasaan hal praktis.
D. Prinsp-Prinsip Aliran Esensialisme
Secara
garis besar Ma’ruf menyebutkan
prinsip-prinsip pendidikan esensialisme sebagai berikut:
1. Penddikan
haruslah dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja muncul dari dalam
diri siswa dan menekankan pentingnya prinsip disiplin. Terhadap pandangan
progresivisme yang menekankan minat pribadi, mereka menerimanya sebagai konsep
untuk berbuat tapi minat yang paling tinggi dan dapat lebih bertahan tidak
diperoleh sejak awal atau sebelum belajar tetapi, muncul setelah bekerja keras.
Seseorang yang melakukan proses pendidikan terkadang melalui usaha yang cukup
mudah tidak terlalu sulit dalam prosesnya dan terkadang juga ada yang melalu
proses yang sangat sulit dan harus berusaha keras. Jadi dalam proses pendidikan
itu harus ada usaha tidak berdiam diri menunggu hasilnnya tanpa berusaha.
2. Inisiatif
dalam pendidikan ditekankan pada guru bukan pada siswa. Seperti dalam aliran
progesivisme peranan guru dikalangan esensialisme
berbeda dengan peranan guru menurut progresivisme yang menganggap guru hanya
sebagai fasilitator dan tidak bertindak otoritatif, sebaliknya pada
esensialisme guru menjadi otoritatif.
3. Sekolah
harus mempertahankan metode-metode tradisional atau kebudayaan lama.
4. Inti
dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek materi yang telah
ditentukan. Kurikulum diorganisasikan dan direncanakan dengan pasti oleh guru.
Esensialisme mengakui bahwa pendidikan akan mendorong individu mengembangkan
potensinya tetapi realisasinya harus berlangsung dalam dunia yang bebas dari
perorangan atau individu. Karena itu sekolah yang baik adalah sekolah yang
dapat menghindari sikap individualisme peserta didik.
5. Tujuan
akhir dari pendidikan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan umum karena dianggap merupakan tuntunan demokrasi
yang nyata.[7]
E.
Pengertian Rekonstruksinisme
Secara bahasa rekonstruksinisme berasal dari Bahasa Inggris yaitu reconstruct,
yang berarti menyusun kembali.[8]
Adapun tambahan isme yang disisipkan akan mengubah makna tersebut
menjadi sebuah penegasan bahwa rekonstruksinisme merupakan sebuah aliran atau
paham tertentu. Jadi rekonstruksinisme adalah salah satu aliran filsafat yang
berpusat pada sebuah perubahan melalui penyusunan kembali tatanan tradisional
menjadi lebih modern.
Aliran rekonstruksinisme
dalam filsafat pendidikan merupakan suatu aliran yang merombak tata susunan
lama yang tradisional dengan membangun tata susunan hidup berkebudayaan baru
yang lebih modern.[9]
Kemunculan aliran ini berawal dari krisis kebudayaan modern, seperti kebudayaan
yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran. Dari krisis
kebudayaan modern tersebut maka muncullah aliran rekonstruksinisme untuk
merombak tatanan terdahulu, pelopor dari
aliran ini adalah dua tokoh bernama George Count dan Harold Rugg pada tahun
1930.
Paham aliran ini merupakan lanjutan dari progresivisme yang
menganggap bahwa kehidupan manusia dimasa depan adalah yang paling utama.
Sedangkan dari sudut pandang pendidikan, aliran ini bertujuan untuk membina
konsesnsus tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia, melalui
penyusunan kembali tata pendidikan lama dengan tata susunan pendidikan baru.[10]
Maka aliran ini menginginkan perubahan kultur yang ada berdasarkan analisis
ketidakadilan dan kesalahan-kesalah dalam praktik pendidikan selama ini.
Sehingga cenderung kritis terhadap masyarakat kontemporer dan dianggap sebagai
aliran yang peduli terhadap isu-isu sosial.
F.
Tokoh-tokoh Aliran Rekonstruksinisme
1)
George
Count dan Harold Rugg
Keduanyanya merupakan tokoh penggerak aliran rekonstruksinisme yang
dipelopori oleh pemikiran John Dewey berupa membangun masyarakat baru yang
pantas dan adil dalam tatanan kehidupan. Selain itu George juga berkeinginan
pendidikan dapat menjadi tempat perubahan melalui pahan rekonstruksinesme. Dengan
demikian mereka bermaksud membangun masyarakat baru yang pantas dan adil.[11]
2)
John
Hendrik
Menurut John Hendrik rekonstruksinieme merupakan perubahan sosial
yang menghendaki budaya modern dalam dunia pendidikan. Jonh mengungkapkan
sekolah harus mampu membangun tatanan sosial yang baru, meski berlawanan oleh
kurikulum yang terdahulu. Sehingga tujuan tertinggi dan utama hanya bisa diraih
melalui antara antar bangsa tanpa membeda-bedakan, agar penigkatkan sejahteraan
dan kemakmuran dalam masyarakat akan terwujud.
G.
Pandangan Aliran Rekonstruksinisme dalam Pendidikan
Menurut pandangan aliran rekonstruksinisme, dalam pendidikan perlu adanya
perombakan tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
baru, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kerjasama antara individu.[12]
Dengan perombakan pendidikan tersebut diharapkan dapat memunculkan sebuah
tatanan baru yang lebih modern, sehingga subjek pendidikan akan lebih
berorientasi pada masa depan dan tidak terkekang oleh tatanan tradisional. Hal
ini menjadikan aliran rekonstruksinisme
cenderung mengikuti perkembangan zaman.
Kurikulum aliran rekonstruksinisme mengarah pada ilmu pengetahuan
dasar seperti sosial, politik, ekonomi dan ditambah ilmu pengatahuan yang
actual seperti media massa, industrialisasi dan lain sebagainya. Aliran
rekonstruksinisme juga mendorong untuk lebih mengembangkan kemampuan melihat
dan memecahkan masalah secara kritis. Hal ini tidak lepas dari keinginan
rekostuksinisme untuk menjadiakan sekolah sebagai wahana perubahan tatanan
sosial.
Posisi guru dalam pendidikan dalam aliran ini tidak hanya menjalan
dari kurikulum yang sudah ada, tapi juga secara kritis dapat menghubungkan
materi kurikulum dengan sosial masyarakat. Sedangkan peserta didik dituntut
untuk menjadi makhluk yang aktif dan kreatif, sehingga akan mengubah konsep
pendidikan dari transfer pengetahuan menjadi transformasi pengetahuan. Selain
itu, pengetahuan yang diberikan kepada siswa tidak hanya pengetahuan dasar
tetapi juga ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan masalah dalam sosial
masyarakat.
Tujuan
dari pendidikan aliran rekonstruksi adalah terciptanya siswa yang sadar tentang
masalah sosial, politik, ekonomi yang terjadi dimasyrakat. Selain itu siswa
dapat memliki ketrampilan untuk memecahkan problem yang terjadi dimasyarakat.
Dengan demikian akan tercipta tatanan masyarakat yang baru.[13]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Esensi diartikan sebagai ciri tetap yang bersifat konstan, tidak
bisa berubah, kekal, dan akan selalu abadi. Sedangkan menurut istilah aliran
esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang ada sejak awal peradaban umat manusia terutama sejak zaman
renaissance. Aliran esensialisme merupakan perpaduan dari aliran idealisme dan
realisme, jadi dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme.
Tokoh-tokoh aliran esensialisme adalah William Chandler Bagley, Johann Amos
Comenius (1592-1670), John Locke (1632-1704), dan Johann Fiedrich Herbart
(1776-1841).
Pandangan pendidikan dalam aliran esensialisme prakteknya cenderung
menekankan pada pelajaran membaca, menulis, dan menghitung, karena tiga
pelajaran ini dipandang sebagai pengetahuan dasar yang begitu ditekankan dalam
esensialisme. Jadi kurikulum yang digunakan dalam aliran esensialisme
menekankan pada pemahaman melalui percobaan sains dan penguasaan ilmu-ilmu
alamiah daripada ilmu spiritual. Sedangkan peranan guru dikalangan esensialisme
berbeda dengan peranan guru menurut progresivisme yang menganggap guru hanya
sebagai fasilitator dan tidak bertindak otoritatif, sebaliknya pada
esensialisme guru menjadi otoritatif. Aliran ini menganggap sekolah seharusnya
mengajarkan nilai-nilai moral tradisional dan pengetahuan agar siswa kelak
menjadi warga Negara teladan.
Rekonstruksinisme
berasal dari Bahasa Inggris yaitu reconstruct, yang berarti
menyusun kembali. rekonstruksinisme merupakan sebuah aliran atau paham
tertentu. Jadi rekonstruksinisme adalah salah satu aliran filsafat yang
berpusat pada sebuah perubahan melalui penyusunan kembali tatanan tradisional
menjadi lebih modern. Tokoh dari aliran rekonstruksinisme adalah George Count,
Harold Rugg dan John Hendrik.
Dalam pendidikan aliran rekonstruksi Kurikulum mengarah pada ilmu pengetahuan
dasar seperti sosial, politik, ekonomi dan ditambah ilmu pengatahuan yang
actual. Posisi guru dalam pendidikan dalam aliran ini tidak hanya menjalan dari
kurikulum yang sudah ada, tapi juga secara kritis dapat menghubungkan materi
kurikulum dengan sosial masyarakat. Sedangkan peserta didik dituntut untuk
menjadi makhluk yang aktif dan kreatif. Sedangkan tujuan dari pendidikan aliran
rekonstruksi adalah berupaya membekali siswa dengan pengetahuan sosial, politik
dan sebagainya, sehingga siswa dapat mengatasi masalah-masalah yag terjadi
dalam sosial masyarakat.
[1] Djumberansjah Indar,
Filsafat Pendidikan (Surabaya: Karya Abditama, 1994), 134.
[2] Teguh Wangsa
Gandhi, Filsafat Pendidikan: Madzhab-Madzhab Filsafat Pendidikan (Jogjakarta:
Ar-ruzz Media, 2011), 159.
[3] Saidah, Pengantar
Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), 81.
[4] Indar, Filsafat
Pendidikan., 135-136.
[5] Gandhi, Filsafat
Pendidikan: Madzhab-Madzhab., 161.
[6] Chaedar
Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2010), 102.
[7] Saidah, Filsafat
Pendidikan., 82.
[8] Jalaluddin dan
Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusi, Filsafat dan Pendidikan (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2012), 116.
[9] Gandhi, Filsafat
Pendidikan: Madzhab-Madzhab., 189.
[10] Zuhairin, Filsafat
Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Akasara, 1991), 29.
[11] Gandhi, Filsafat
Pendidikan: Madzhab-Madzhab., 189.
[12] Ibid., 190.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2010.
Gandhi, Teguh Wangsa. Filsafat pendidikan: Madzhab-madzhab
Filsafat pendidikan. Jogjakarta: Ar-ruzz media, 2011.
Indar, Djumberansjah. Filsafat pendidikan. Surabaya: karya abditama,
1994.
Jalaluddin dan Abdullah Idi. Filsafat Pendidikan: Manusi,
Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Jogjakarta:
Pustaka pelajar, 2003.
Saidah. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja grafindo
persada, 2016.
ZuhairiN. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Akasara,
1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga Manfaat