BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Melihat situasi negara akhir-alfiir ini yang
dilanda oleh krisis demi krisis, semua pihak yang berkiprah dalam dunia
pendidikan patrt ikut merasa dhatin tefiadap apa yang akan tedadi dengan
generasi penerus bangsa di masa depan. Abad 2l sudah di anrbang pintu, apakah
para pendi'dik srdah berhasil mempersiapkan mereka untuk menduduki posisi yang
terhormat, sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia? Untuk menjawab hal
tenebut pentng rmtuk melihat reformasi apa yang perlu dilalrukan dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Pertama-tama perlu diulas perkernbangan pendidikan di
Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sampai keadaan dunia pendidikan
indonesia saat akan dilihat sistem pendidikan dan sumber daya manusia apakah
yang dibutuhkan di abad mendatang. reformasi akan diubah beberapa altematif
untuk mengadakan reformasi daram bidang pendidikan serta implementasinva pada
jenjang-jenjang pendidikan. Perhatian tidak dipusatkan pada saat jenjang
tertentu karena proses pendidikan dan prasekolah sampai perguruan tinggi merupakan
satu hal yang tidak terpisahkan. Selain itu, apabila perubahan dalam sistem
sekolaah. kita harus berkiatan dengan dasar. Dalam pembelajaran ini akan banyak
drgunakan kata siswa daa siswa yang masing-masing mengacu kepada mereki yang
terlibatmua proses mengajar dan belajar pada segali tingkat pendidikan (pihak
sekolah sampai dengan pendidikan tinggi), maka dari itu penulis akan
menganalisis mengenai pengembangan kurikulum setelah reformasi.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud
hakikat Kemerdekaan?
2.
Bagaimana dengan
pengembangan Kurikulum KBK?
3.
Bagaimana dengan
pengembangan Kurikulum KTSP?
4.
Bagaimana dengan
pengembangan Kurikulum 2013?
C. Tujuan
Masalah
1.
Untuk mengetahui
yang dimaksud hakikat Kemerdekaan
2.
Untuk mengetahui pengembangan Kurikulum KBK.
3.
Untuk mengetahui
pengembangan Kurikulum KTSP.
4.
Untuk mengetahui
pengembangan Kurikulum .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat reformasi pendidikan
Reformasi berarti perubahan radikal untuk perbaikan
dalam bidang sosial, politik, dan agama dalam suatu masyarakat atau negara.
Istilah reformasi sering dipersamakan dengan revolusi. Perbedaannya adalah
tidak adanya kekerasan dalam mengubah sistem dan tatanan yang sudah ada. Jadi
reformasi dijalankan secara lebih sistematis, terprogram, manusiawi dan gentle.
Reformasi juga diartikan memperbaiki, membetulkan, menyempurnakan
dengan membuat sesuatu yang salah menjadi benar. Oleh karena itu reformasi
berimplikasi mengubah sesuatu untuk menghilangkan yang tidak sempurna menjadi
lebih sempurna seperti melalui kebijakan institusional.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa beberapa karakteristik
reformasi dalam bidang tertentu, yaitu adanya keadaan yang tidak memuaskan pada
masa lalu, keinginan untuk
memperbaikinya pada masa yang akan datang, adanya perubahan besar-besaran,
adanya orang yang melakukan reformasi, adanya pemikiran atau ide-ide baru,
adanya sistem dalam suatu institusi tertentu baik dalam skala kecil seperti
sekolah maupun skala besar seperti negara.[1]
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan
utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang
didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Orde baru
berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman”
sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi
seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik. Selain itu, masa ini juga
diwarnai dengan ideologi militeralistik dalam pendidikan yang bertujuan untuk
melanggengkan status quo penguasa. Pendidikan militeralistik diperkuat
dengan kebijakan pemerintah dalam penyiapan calon-calon tenaga guru negeri.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto mengedepankan moto
“membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia”. Pada tahun
1969-1970 diadakan Proyek Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP) dan menemukan
empat masalah pokok dalam pendidikan di Indonesia: pemerataan, mutu, relevansi,
dan efisiensi pendidikan. Dan hasilnya digunakan untuk membentuk Badan
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K). Depdiknas di
bawah Menteri Wardiman Djojohadiningrat (kabinet pembangunan VI) mengedepankan
wacana pendidikan “link and match" sebagai upaya untuk
memperbaiki pendidikan Indonesia pada masa itu.[2]
Sebagaimana sistem politik yang ada pada era ini, maka manajemen
pendidikan dilaksanakan secara sentralistis. Semua kebijakan sampai detail
ditentukan oleh pusat. Sekolah sebagai lembaga yang langsung melaksanakan
proses pembelajaran tidak memiliki kewenangan yang memadai. Kebijakan ini
memiliki implikasi perencanaan dan upaya peningkatan mutu bersifat top-down.
Akibatnya, peningkatan mutu tidak ada di sekolah-sekolah, dan hanya ada di
pusat.
Kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru diarahkan pada
penyeragaman. Pendidikan di masa ini diarahkan kepada uniformalitas atau
keseragaman di dalam berpikir dan bertindak. Pakaian seragam, wadah-wadah
tunggal dari organisasi sosial masyarakat, semuanya diarahkan kepada
terbentuknya masyarakat yang homogen. Pada masa ini tidak ada tempat bagi
perbedaan pendapat, sehingga melahirkan disiplin semu dan melahirkan masyarakat
peniru. Pada masa ini pertumbuhan ekonomi yang dijadikan panglima.
Relevansi Pendidikan diperhatikan dengan penyesuaian isi pendidikan
dengan kebutuhan pembangunan terhadap sumber daya manusia yang diperlukan.
Kebijakan ini secara eksplisit muncul pada pelita I, II, III, I dan V. Setelah
perluasan kesempatan belajar, sasaran perbaikan bidang pendidikan selanjutnya
adalah pemberantasan buta aksara. Kenyataan bahwa masih banyak penduduk yang
buta huruf ditanggapi pemerintahan Soeharto dengan pencanangan penuntasan buta
huruf pada 16 Agustus 1978. Tekniknya adalah dengan pembentukan kelompok
belajar atau ”kejar”.
Dengan mencanangkan “wajib belajar 9 tahun”, termasuk juga yang tak
kalah populer adalah dibukanya program SD Inpres untuk daerah-daerah terpencil
dan terisolir di berbagai belahan daerah di Indonesia. Program wajib belajar
dicanangkan pada 2 Mei 1984.
Bank Dunia pada tahun-tahun akhir 1970-an dan awal tahun 1980-an
memberikan resep untuk meningkatkan efektivitas pendidikan guru dengan merombak
kurikulum IKIP yang semula mirip kurikulum Universitas menjadi khas IKIP,
dimana kurikulum baru ini terlalu berlebih-lebihan menekankan pembelajaran dan
mengurangi secara besar-besaran materi bidang studi. Para pedagog yang tidak
sefaham dengan resep ini dengan sinis mengatakan bahwa “di kurikulum IKIP yang
baru ini, “bagaimana cara memegang kapur pun diajarkan”. Mutu guru lulusan IKIP
merosot tajam. Guru menguasai berbagai pendekatan dan metodologi mengajar,
tetapi tidak menguasai apa yang harus diajarkan.Kebijakan ke dua dalam
peningkatan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas guru lewat
projek peningkatan mutu guru yang dilakukan dengan model pelatihan guru yang
sangat terencana mulai dari teori, praktik sampai on the job training di
sekolah-sekolah masing-masing.[3]
B. Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun
2004 (KBK)
Kurikulum pemerintah yang terkait dalam
bidang pendidikan di era reformasi ini adalah lahirnya dan pemberlakuan
kurikukum 2004 yang lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
KBK adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan
melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu,
sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat
peserta didik, agar dapat melakuakan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan,
dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.[4] Pendidikan
berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk
melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar
performance yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa
pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan
perangkat kompetensi yang telah ditentukan. Implikasinya adalah perlu
dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman
pembelajaran. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada:
1. Hasil dan dampak yang diharapkan
muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang
bermakna
2. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan
sesuai dengan kebutuhannya
Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Mulyasa (2002) dalam bukunya Zainuddin (2008)
bahwa karakteristik kurikulum yang berbasis kompetensi mencakup beberapa poin
penting, antara lain: seleksi kompetensi yang sesuai, spesifikasi
indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi,
dan pengembangan sistem pembelajaran. KBK ini juga memiliki sejumlah kompetensi
yang harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian dilakukan berdasarkan standar
khusus sebagai hasil demonstrasi kopetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik,
pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai
kompetensi yang dipersyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya kapan
saja bila mereka telah siap, dan dalam pembelajaran peserta didik dapat maju
sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing.
Sedangkan
menurut Depdiknas (2001) bahwa KBK memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi
peserta didik baik secara individual maupun klasik.
2. Berorientasi pada hasil belajar dan
keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru tetapi
juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, seperti sumber
belajar dengan modul, pengalaman lapangan, strategi individual personal.
5. Peniaian menekankan pada proses dan hasil
belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.[5]
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
memiliki struktur kurikulum setiap jenjang pendidikan yaitu berisi:
1. Jumlah dan nama Mata pelajaran, mata
pelajaran mengutamakan kegiatan intruksional yang berjadwal dan berstruktur.
2. Kegiatan belajar pembiasaan, mengutamakan
kegiatan pembentukan dan pengendalian perilaku yang di wujudkan dalam kegiatan
rutin, spontan, dan pengenalan unsur-unsur penting kehidupan masyarakat.
3. Alokasi waktu, menunjukkan satuan waktu
yang digunakan untuk tatap muka.[6]
C. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tahun 2006
(KTSP)
Sejak tahun 2001,
Berdasarkan Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
telah diberlakukan otonomi Daerah bidang pendidikan dan kebudayaan. Visi pokok
dari otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan bermuara pada upaya pemberdayaan
terhdap masyarakat setempat untuk menentukan sendiri jenis dan muatan
kurikulum, proses pembelajaran dan system penilaian, hasil belajar, guru dan
kepala sekolah, fasilitas dan sarana belajar untuk putra-putri mereka. Peran
pemerintah baik diwakili oleh departemen Teknis maupun Pemda ditingkat
kecamatan, kabupaten, provinsi adalah memberikan dukungan baik berupa dana,
fasilitas agar dapat terselenggaranya pelayanan pendidikan yang bermanfaat bagi
pembangunan kehidupan riil di masyarakat dan dilakukan oleh masyarakat sendiri
dengan mengacu pada standar mutu akademik secara nasional maupun internasional.[7]
Dilihat dari visi
tersebut, maka kata kunci dari otonomi daerah adalah kewenangan dan
pemberdayaan. Otonomi daerah dibidang pendidikan berusaha memberikan kembali
pendidikan kepada masyarakat pemiliknya (daerah) agar hidup dari, oleh dan
untuk masyarakat didaerah tersebut atau
berusaha memandirikan suatu lembaga atau sautu daerah untuk mengurus dirinya
sendiri melalui pemberdayaan SDM yang ada di daerah nya. Sebagai
konsekuensinya, maka sebagian besar sumber pembiayaan nasional dilimpahkan pada
pemerintah daerah sesuai dengan potensi dan kemampuan perekonomian daerah yang
berbeda-beda.
Otonomi
penyelenggaraan pendidikan tersebut pada gilirannya berimplikasi kepada
perubahan system menejemen pendidikan dari pola sentralisasi ke desentralisasi
dalam pengelolaan pendidikan. Diantara otonomi yang lebih besar diberikan
kepada sekolah atau madrasah adalah menyangkut pengembangan kurikulum yang
kemudian disebut dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yaitu
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing – masing
satuan pendidikan (sekolah/madrasah).[8]
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan,
muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan
Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan
kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi
siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD),
standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar
(SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran,
seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan
(sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. [9]
Karakterstik utama KTSP adalah bahwa
kurikulum ini merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk
menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, dan efisiensi
pendidikan agar dapat memodifikasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin
kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, industri, dan pemerintahan
dalam membentuk pribadi peserta didik. Selain itu karakteristiknya memerlukan
pengajaran berbentuk lain, dan menuntut kerja sama yang kompak diantara anggota
tim. [10]
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan
nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan
pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan
pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan
dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk
menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,
dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan
pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan. [11]
D. Kurikulum Tahun
2013
a.) Pengertian Kurikulum 2013
Kurikulum 2013
merupakan kurikulum baru yang diterapkan pada tahun pelajaran 2013/2014.
Kurikulum ini adalah pengembangan dari kurikulum yang telah ada sebelumnya ,
baik Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KTSP. Hanya saja yang menjadi titik
tekan pada kurikulum 2013 adalah adanya peningkatan dan keseimbangan sofh skill
dan hard skill yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan dan
pengetahuan. Kemudian kedudukan kompetensi yang semula diturunkan dari mata
pelajaran berubah menjadi mata pelajaran yang dikembangkan dari kompetensi.
Selain itu pembelajaran lebih bersifat tematik integrative dalam sebuah mata
pelajaran. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kurikulum 2013 adalah
menyeimbangkan kemampuan sofh skill dan hard skill yang berupa sikap keterampilan
dan pengetahuan.
Dalam konteks ini
kurikulum 2013 berusaha untuk lebih menanamkan nilai-nilai yang tercermin pada
sikap dapat berbanding lurus dengan keterampilan yang diperoleh peserta didik
melalui pengetahuan dibangku sekolah dengan kata lain antara sofh skill dan
hard skill dapat tertanam secara seimbang, berdampingan dan mampu diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya kurikulum 2013 harapanya peserta
didik dapat memiliki kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan yang menigkatkan
dan berkembang sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah ditempuhnya sehingga
akan dapat berpengaruh dan menentukan kesuksesan dalam kehidupan selanjutnya.[12]
b.) Tujuan dan fungsi kurikulum 2013
Secara spesifik
mengacu pada undang-undang no 20 tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional.
Dalam undang –undang sikdiknas ini disebutkan bahwa fungsi kurikulum ialah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam mecerdaskan kehidupan bangsa. Sementara tujuannya yaitu untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
c.) Prinsip Pengembangan Kurikulum 2013
Prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam dalam
penengembangan Kurikulum 2013 ini sama seperti prinsip penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Sebagaimana telah disebutkan dalam peraturan menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 81A tahun 2013 tentang
implementasi Kurikulum 2013, berikut ini:
1.
Peningkatan iman, takwa dan akhlak mulia.
Iman,yakwa
dan akhlak mulia menajdi dasar pembententukan kepribadian peserta didik secara
utuh.
2.
Kebutuhan Kompetensi masa depan.
Kurikulum yang mampu menjawab tantangan sehingga pada
pengembangan kemampuan kemampuan ini dalam proses pembelajaran.
3.
Menimgkatkan potensi kecerdasan dan minat sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.
4.
Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan
lingkungan. Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan dan
karakteristik lingkungan.
5.
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
6.
Tuntutan dunia
kerja
d.)
Pendekatan Penilaian Kurikulum 2013
Dalam penilaian pembelajaran Kurikulum
2013 terdapat dua pendekatan yang digunakan, sebagai berikut.
a. Acuan
patokan
Semua kompetensi perlu dinilai dengan
menggunakan acuan patokan berdasarkan pada indikator hasil belajar. Sekolah
menetapkan acuan payokan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Acuan patokan
ini dikenal pula dengan istilah PAK. PAK merupakan penilaian pencapaian
kompetensi yang didasarkan pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Yaitu,
kriteria Ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan
dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya
dukung, dan karakteristik peserta didik.
a. Ketuntasan
belajar
Ketuntasan belajar untuk Kurikulum 2013
berbeda dengan kurikulum sebelumnya.
e.)
Ruang Lingkup Penilaian Kurikulum 2013
Ruang lingkup penilaian dalam Kurikulum
2013 terdapat tiga komponen utma, yaitu penilaian sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Ketiga komponen tersebut dilaksanakan dengan menggunakan teknik
dan instrumen penilaian yang berbeda-beda tetapi tetap berimbang dan berfungsi
saling melengkapi antara satu sama lain. Hasil dari penilaian ketiga komponen
tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan keberhasilan
peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
Penilaian pendidikan sebagai proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik mencakup:
a.
Penilaian
otentik, merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai
mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output)
pembelajaran.
b.
Penilaian
diri, merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara
reflektif untuk membandingkan posisi relatifnya dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
c.
Penilaian
berbasis portofolio, merupakan penilaian yang dilaksanakan untuk menilai keseluruhan
entitas proses belajar peserta didik termasuk penugasan perseorangan dan/atau
peserta didik termasuk penugasan perseorangan dan/atau kelompok di dalam
dan/atau di luar kelas khususnya pada sikap/ perilaku dan keterampilan.
d.
Ulangan
merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta
didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran untuk memantau kemajuan
dan perbaikan hasil belajar peserta didik.
e.
Ulangan
Harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk menilai
kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar atau
lebih.
f.
Ulangan
Tengah Semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik setelah melaksanakan 8-9 minggu kegiatan pembelajaran.
g.
Ulangan
Akhir Semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester.
h.
Ujian
Tingkat Kompetensi (UTK) merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh
satuan pendidikan untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi.
i.
Ujian
Multi Tingkat Kompetensi (UMTK) merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan
oleh pemerintah untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi.
j.
Ujian
Nasional (UN) merupakan kegiatan pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai
peserta didik dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang
dilaksanakan secara nasional.
k.
Ujian
Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi di luar kompetensi
yang diajukan pada UN, dilakukan oleh satuan pendidikan.[13]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Reformasi juga diartikan memperbaiki, membetulkan, menyempurnakan
dengan membuat sesuatu yang salah menjadi benar. Oleh karena itu reformasi
berimplikasi mengubah sesuatu untuk menghilangkan yang tidak sempurna menjadi
lebih sempurna seperti melalui kebijakan institusional.
KBK
ini memiliki sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik,
penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus sebagai hasil demonstrasi
kopetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik, pembelajaran lebih menekankan
pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang
dipersyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya kapan saja bila
mereka telah siap, dan dalam pembelajaran peserta didik dapat maju sesuai
dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing.
Karakterstik
utama KTSP adalah bahwa kurikulum ini merupakan suatu konsep yang menawarkan
otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan
mutu, dan efisiensi pendidikan agar dapat memodifikasi keinginan masyarakat
setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat,
industri, dan pemerintahan dalam membentuk pribadi peserta didik. Selain itu
karakteristiknya memerlukan pengajaran berbentuk lain, dan menuntut kerja sama
yang kompak diantara anggota tim.
Dalam
konteks ini kurikulum 2013 berusaha untuk lebih menanamkan nilai-nilai yang
tercermin pada sikap dapat berbanding lurus dengan keterampilan yang diperoleh peserta
didik melalui pengetahuan dibangku sekolah dengan kata lain antara sofh skill
dan hard skill dapat tertanam secara seimbang,
[1] H. M.
Zainuddin, Reformasi Pendidikan Kritik Kurikulum Dan Manajemen Berbasis
Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) hal: 30-31
[2] Riant Nugroho,
Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi,dan Strategi (Jogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2008) hal:16
[3]
Yudi Hartono, “Pendidikan Dan Kebijakan Politik
(Kajian Reformasi Pendidikan Di Indonesia Masa Orde Lama Hingga
Reformasi)”, Jurnal Agastya , Vol 6 No 1 Januari 2016, hal: 36-37
[4] Mulyasa,
Kurikulum Berbasis Kompetensi, konsep,
karakteristik dan implementasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) hal: 39
[6] Nurhadi, Kurikulum 2004
pertanyaan dan jawaban (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004) hal: 83
[9] Oemar
Hamalik, Model-Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: PPs Universitas
Pendidikan Indonesia, 2000) hal:89
[12] M.Fadlillah, Implementasi
Kurikulum 2013 dalam pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2014) hal:16-17
[13] Fadlillah, Kurikulum
2013, 206-208.
If you're trying hard to lose fat then you need to jump on this totally brand new custom keto diet.
BalasHapusTo create this keto diet service, licensed nutritionists, fitness couches, and top chefs joined together to provide keto meal plans that are efficient, decent, money-efficient, and satisfying.
From their grand opening in January 2019, 1000's of people have already completely transformed their figure and well-being with the benefits a certified keto diet can provide.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-proven ones provided by the keto diet.