MAKALAH STUDI AL-QUR`AN
KEMUKJIZATAN AL-QUR`AN (أعجازالقرأن)
KATA
PENGANTAR
بسم
الله الرحمن الرحيم
Syukur alhamdulillah kami haturkan
atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan kami rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan
penyusunan revisi tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Pada revisi tugas makalah
ini kami berkesempatan untuk memperbaikinya dengan tema “Kemukjizatan
Al-Qur`an”, kami berharap semoga revisi
makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi pembaca. Dalam penyusunan
makalah ini kami mengakui masih banyak
kekurangan, karena kami masih kurang berpengalaman. Untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan yang akan datang.
Kami sangat
berterima kasih kepada dosen pembimbing serta semua pihak yang telah membantu
menyusun makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Semua yang ada di muka bumi ini
adalah ciptaan Allah SWT, tak terkecuali al-Qur`an, al-Qur`an merupakan salah
satu mukjizat terbaik dan terbesar yang diturunkan oleh Allah SWT melalui
perantara malaikat jibril kepada Nabi Muhammad
SAW. Allah menurunkan al-Qur`an dengan tujuan untuk dijadikan sebagai sumber
atau landasan hukum islam dan untuk menantang orang-orang yang tidak percaya atas
kerasulan Nabi Muhammad SAW. Dan pada kesempatan ini, kami akan menjelaskan
tentang “Kemukjizatan Al-Qu`ran” secara ringkas dan jelas.
1.2
Rumusan Masalah
2.1 Bagaimana
pengertian “mukjizat” menurut para ahli ?
2.2 Apa saja
macam-macam “mukjizat” berdasarkan sifatnya ?
2.3 Bagaimana “Kemukjizatan
Al-Qur`an” ?
2.4 Apa saja
segi-segi “Kemukjizatan Al-Qur`an” dalam kehidupan ?
1.3 Tujuan Masalah
Kita
mempelajari “Kemukjizatan Al-Qur`an”, agar kita memiliki wawasan yang cukup
luas tentang ilmu tersebut dan hal ini dapat kita renungkan bahwa Allah sangatlah
Maha Kuasa atas segala ciptaan-Nya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Mukjizat
Secara etimologi mukjizat adalah kata إعجاز أعجز-
يعجز-dari yang bermakna melemahkan atau
menetapkan kelemahan. Sedangkan إعجاز (kemukjizatan)
adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari
ketidakberdayaan.[1]
Pengertian mukjizat menurut para ahli secara terminologi, antara lain:
a.
Dalam kitab مباحث
في علوم القرأن karangan Mannā` Khalīl al-Qaṭṭān,
beliau menjelaskan bahwa mukjizat ialah sesuatu hal luar biasa yang
disertai tantangan dan selamat dari perlawanan. Nabi Muhammad SAW memiliki
mukjizat yang berupa al-Qur`an Al-karim yang digunakan untuk menantang
orang-orang yang tidak mempercayai bahwa Nabi utusan Allah.[2]
b.
Menurut Imam as-Suyuṭi “Mukjizat dalam syara` adalah
kejadian yang melampaui batas kebiasaan, didahului oleh tantangan, tanpa ada
tandingan”.[3]
c.
Dalam buku “Sejarah Al-Qur`an”
karangan Drs. H.A. Mustofa, beliau menjelaskan bahwa mukjizat
ialah suatu hal atau perbuatan yang luar
biasa, yang dijadikan Tuhan timbul dari Rasul-rasulNya, dan Rasul-rasul
tersebut minta tandingan kepada orang-orang yang tidak mempercayai kerasulannya,
supaya orang-orang tersebut mencoba pula melakukan hal-hal seperti yang telah
dilakukan Rasul-rasul tersebut, dan ternyata orang-orang itu tidak dapat
menandingi keajaiban tersebut. Dengan demikian terbuktilah kebenaran Rasul-rasul
tersebut.[4]
2.2
Macam-macam Mukjizat
Macam-macam mukjizat berdasarkan sifatnya, antara lain:
a.
Mukjizat yang bersifat material yakni dapat dicerna oleh
pancaindra, namun melawan hukum alam. Mukjizat yang bersifat ini sering
diturunkan sebelum masa Nabi Muhammad, seperti pada masa Nabi Isa AS, Nabi Isa
dapat menghidupkan orang mati. Melihat hal ini, dapat disimpulkan bahwa
keajaiban yang dilakukan oleh Nabi Isa AS dapat dicerna oleh pancaindra
manusia, tetapi secara logika hal ini sangatlah mustahil dan melawan hukum
alam.
b.
Mukjizat yang bersifat rasional yakni yang semuanya dapat dicerna
melalui daya nalar. Setiap manusia menerimanya sesuai dengan kemampuan daya
paham, nalar, dan kemampuannya untuk membedakan antara yang baik dan yang
buruk. Menurut Imam as-Suyuṭi “bahwa sebagian besar mukjizat yang diturunkan
pada masa Nabi Muhammad SAW berbentuk rasional. Karena, kecerdasan dan
kesempurnaan pemahaman mereka. Karena syariat ini akan tetap abadi pada
lembaran sejarah umat manusia sampai kiamat, maka al-Qur`an dispesifikasikan
dengan mukjizat akal yang abadi. Tujuannya agar dapat dianalisis oleh mereka
yang mempunyai penalaran.”[5]
2.3
Kemukjizatan Al-Qur`an dalam Tahapan Tantangan Ayat Al-Qur`an
Mukjizat Al-Qur`an adalah mukjizat yang dimiliki atau yang terdapat
di dalam al-Qur`an.[6]
Berarti bukti kebenaran yang datang bukan dari luar al-Qur`an. Contohnya dalam
al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang berisi tahap-tahapan tantangan Allah SWT kepada
setiap orang yang meragukan kebenaran al-Qur`an sebagai firman-Nya dan Nabi
Muhammad sebagai utusan-Nya. Dan gaya bahasa al-Qur`an dalam tantangan (أسلوب
القرأن في التحدي) Allah itu ada dua yakni, التحدي العامdan [7]التحدي
الخاص. Dan Nabi Muhammad
menantang orang Arab agar membuat semisal dengan al-Qur`an melalui 3 tahapan,
yaitu:
تحداهم
بالقرأن كله, ثم تحداهم بعشر سور منه, ثم تحداهم بسورة واحدة منه[8].
Berikut ayat
yang berisi tantangan Allah , antara lain:
a.
Allah SWT menantang mereka untuk membuat semisal “keseluruhan
Al-Quran” sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Isra`(17):
88,
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنّ اَنْ
يَأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا القُرْأَنِ لاَيَأْتُوْنَ بِمِثْلِهِ وَلَوْكَانَ عَلَى
بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا[۸۸]
“Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa dengan Al-Qur`an ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian
yang lain.”
Yang menjelaskan bahwa manusia dan jin tidak akan mampu membuat
sesuatu yang serupa dengan uslub al-Qur`an meskipun mereka saling
bantu-membantu satu sama lain. Tantangan ini termasuk العام
التحدي karena diperuntukkan untuk seluruh makhluk Allah yang meragukan
kebenaran al-Qur`an pada masa dahulu hingga sekarang.
Dan juga tercantum dalam Q.S. aṭ-Ṭur (52): 33-34,
اَمْ
يَقُولُونَ تَقَوّلَهُ بَلْ لاَّيُؤْمِنُونَ[۳۳]
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيْث مِّثْلِهِ اِنْ كَانُوْا صَادِقِيْن[۳٤]
“ataukah mereka
menyatakan bahwa dia (Muhammad) membuat-buatnya. Sebenarnya mereka tidak
beriman, maka hendaklah mereka mendatangkan ucapan semisal al-Qur`an jika
mereka orang-orang yang benar (dalam tuduhan mereka)”
Mereka yang meragukan kebenaran al-Qur`an
tidak dapat melayani tantangan tersebut dengan dalih bahwa “kami tidak
mengetahui sejarah umat terdahulu”. Ayat ini termasuk التحدي
الخاص, karena di peruntukkan
untuk orang yang meragukan kebenaran al-Qur`an pada masa turunnya al-Qur`an.
b.
Maka untuk tahap kedua Allah SWT meringankan tantangan itu dengan
firman-Nya, sebagaimana tercantum dalam QS. Hud. (11): 13,
اَمْ
يَقُوْلُوْنَ افْتَرٰهُ قُلْ فَأْتُوْا بِعَشْرسُوَرٍمِّثْلِهِ مُفْتَرَيَتٍ
وَّادْعُوْامَنِ استَطَعْتُمْ مِّنْ دُوْنِ الله اِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْن[۱۳]
“Bahkan mereka
mengatakan, “Dia (Muhammad) telah membuat-buat al-Qur`an (lalu dikatakannya
bahwa itu dari tuhan).” Katakanlah, “(kalau demikian) maka datangkanlah sepuluh
surah saja yang dibuat-buat yang menyamainya dan panggillah orang-orang yang
kamu sanggup memanggilnya selain Allah jika kamu memang benar (dalam tuduhan
kamu).”
Namun,
tantangan tahap kedua pun tak dapat dilayani oleh mereka sedangkan mereka tetap
tidak mengakui kebenaran al-Qur`an. Ayat ini termasuk التحدي
الخاص.
c.
Maka untuk tahap ketiga Allah tetap menantang mereka tetapi lebih
ringan daripada tantangan-tantangan sebelumnya, sebagaimana tercantum dalam Q.S.
Yunus (10): 37,
اَمْ
يَقُوْلُوْنَ افْتَرٰهُ قُلْ فَأْتُوْابِسُوْرَةٍ مِّثْلِهِ وَادْعُوْامَن
استَطَعْتُمْ مِّنْ دُوْنِ الله اِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْن[۳۷]
“Atau
patutkah mereka berkata, “Dia (Muhammad) membuat-buatnya ?” Katakanlah (kalau
benar tuduhan kamu itu), maka buatlah satu surah semacamnya dan panggillah
siapapun yang dapat kamu panggil selain Allah, jika kamu benar (dalam
tuduhamu).”
Ayat ini
termasuk التحدي الخاص.
d.
Ketiga tahapan tersebut diturunkan Allah ketika Nabi Muhammad masih
berada di mekkah. Dan Allah menurunkan wahyu yang berisi tentang tantangan
tahap yang keempat kepada Nabi Muhammad ketika berhijrah ke Madinah,
sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Baqarah (2): 23,
وَاِنْ
كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ
مِّنْ مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَآءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ الله اِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْن[۲۳]
“ Dan jika kamu (tetap)
dalam keraguan tentang Al-Qur`an yang kami turunkan kepada hamba kami
(Muhammad). maka buatlah walau satu surah yang lebih kurang semisal dengan al-Qur`an.
Ajaklah penolong-penolongmu selain Allah jika kamu memang orang-orang yang
benar (dalam keraguamu).”
Tetapi, pada
tahap keempat orang-orang yang meragukan kebenaran al-Qur`an tetap tidak dapat
memenuhi tantangan tersebut. Ayat ini termasuk التحدي
الخاص.
e.
Dan pada tahap terakhir
Allah menurunkan ayat yang sangat jelas dan tegas dan tidak hanya ditujukan
kepada orang-orang yang meragukan kebenaran al-Qur`an pada masa turunnya al-Qur`an,
melainkan kepada seluruh umat manusia yang meragukan kebenaran tersebut,
sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Baqarah (2): 24,
فَاِنْ
لَمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا فَتَّقُوْا النَّارَ الَّتِي وَ قُوْدُهَا
النّاسُ وَالْحِجَارَةُ اُعِدَّتْ لِلكَافِرِيْنَ[۲٤]
“Maka jika kamu tidak
dapat membuat (semacam al-Qur`an) dan pasti kamu tidak akan mampu, maka peliharalah dirimu dari
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu yang disediakan bagi
orang-orang kafir.”
Ayat ini
termasuk العام التحدي.
Kesimpulannya bahwa
manusia sepanjang masa tidak mungkin mampu membuat semacam al-Qur`an, walaupun
mereka saling bantu-membantu satu sama lain.[9]
2.4
Segi-segi Kemukjizatan Al-Qur`an
Segi kemukjizatan al-Qu`ran, antara lain:
a.
Segi bahasa
Gaya bahasa al-Qur`an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum
dan terpesona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak diantara mereka
masuk islam, seperti masuk islamnya sahabat Umar Bin Khattab, beliau masuk
islam dikarenakan membaca petikan ayat-ayat al-Quran .[10]
Unsur-unsur bahasa dalam al-Qur`an antara lain: مفردة,
أسلوب, بلاغة.
Sedangkan, orang Arab tidak memiliki kalam yang mencakup unsur-unsur
tersebut. Dan al-Qur`an yang sedemikian banyak dan panjang, ke-faṣahah-annya
senantiasa indah dan serasi, sesuai dengan apa yang digambarkan Allah,
sebagaimana tercantum dalam Q.S. az-Zumar (39): 23,
الله
نَزَّلَ اَحْسَنَ الْحَدِيْثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِى تَقْشَعِرُّ مِنهُ
جُلُوْدُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِيْنَ جُلُوْدُهُمْ
وَقُلُوْبُهُمْ اِلَى ذِكْرِالله ....الخ[۲۳]
“
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Quran yang serupa
(mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang
yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di
waktu mengingat Allah.(dan seterusnya).”
Betapa
menakjubkan rangkaian al-Qur`an dan betapa indah susunannya.[11] Dan
pada hakikatnya lafal, makna, keanekaragaman ajaran, keserasian susunan dan
hurufnya menunjukkan kemukjizatan al-Qur`an. pada setiap lafal al-Qur`an
mengandung keindahan dan pelajaran. Kisah-kisah tentang masa lalu yang
dibawakan al-Qur`an, baik cerita pendek maupun panjang, tidak mungkin dapat
ditandingi oleh kisah-kisah yang
disampaikan para pujangga.[12]
b.
Segi ilmiah
Para pakar selalu berusaha meletakkan metodologi ilmiah untuk
mengikat rantai fenomena-fenomena yang saling berkaitan dalam kehidupan dan di
alam semesta ini. Allah telah menyeru manusia untuk melakukan riset dan belajar,
sebagaimana tercantum pada surah yang turun pertama kali kepada Nabi Muhammad,
yakni Q.S. al-`Alaq ayat 1-5, yang artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling
Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Begitu juga Rasulullah menganjurkan untuk mempelajari al-Qur`an dan
mendalaminya dalam sabdanya,
خَيْرُكُمْ
مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْاَنَ وَعَلَّمَهَ (رواه البخاري و مسلم و ابو داود)
“sebaik-baiknya kamu adalah orang
yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya.”(HR. Bukhāri, Muslim,
dan Abū Dāwud).[13]
Contoh dalam al-Qur`an
terdapat ayat yang menerangkan tentang ilmu falak (astronomi), sebagaimana
tercantum dalam Q.S. Yaasiin ayat 38-40, yang artinya:
“Matahari berjalan
di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui. Telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah
dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tanda yang
tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak
dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”
Firman Allah ini menjelaskan bahwa matahari bergerak kearah yang ditentukan.
Pengetahuan ini baru terungkap oleh para ilmuwan modern pada permulaan abad
ke-20 sebelum abad ke-20 para ilmuwan tersebut bahwa matahari tidak bergerak
atau diam di tempat. Sedangkan, gerakan matahari dari timur ke barat hanyalah
gerakan secara lahiriah saja.[14]
Dan sesuatu yang paling mengejutkan
tentang kesesuaian antara pemahaman pengetahuan ilmiah tentang matahari sebagai
sumber panas dan sinar dengan pemahaman al-Qur`an tampak dalam firman
Allah,
وَجَعَلَ
الشَّمْسَ سِرَاجَا [نوح:۱٦]
c.
segi tasyri`
Al-Quran menjelaskan pokok-pokok aqidah, norma-norma, sopan santun,
undang-undang politik, ekonomi, sosial serta hukum-hukum ibadah. Tentang
aqidah, al-Qur`an mengajak kita umat manusia pada aqidah yang suci dan tinggi,
yakni beriman kepada Allah Yang Maha Agung serta meyakini bahwa Nabi Muhammad
adalah utusan-Nya.[16]
Apabila aqidah seorang muslim telah benar, maka ia wajib menerima segala
syari`at al-Qur`an baik menyangkut kewajiban maupun ibadah, sebagaimana
tercantum dalam Q.S. al-Muddathir [74]: 38,
كُلُّ
نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَة [۳۸]
“Tiap-tiap
diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.”
Dan al-Qur`an telah menetapkan kaidah-kaidah pemerintahan Islam ini
dalam bentuk yang ideal dan baik. Yaitu suatu pemerintahan yang didasarkan pada
musyawarah, persamaan, dan larangan kekuasaan individual. Sebagaimana tercantum
dalam Q.S. Ali Imran [3]: 159,
وَشَاوِرْهُمْ
فِي الاَمْرِ[۱۵۹]
“ Dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
وَاَمْرُهُم
شُوْرَى بَيْنهُمْ [۳۸]
“Sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (Q.S. ash-Shura
(42): 38).
Dan semua manusia itu sama sederajat, tidak pandang pangkat.
Sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Hujurat [48]: 10,
اِنَّمَا
الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ[۱۰]
“
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah saudara.”
Ringkasnya al-Qur`an merupakan undang-undang syari`at (dustur
tasyri`) yang menegakkan kehidupan manusia di atas dasar konsep yang paling
utama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Al-Qur`an merupakan mukjizat terbesar yang diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad melalui malaikat jibril secara berangsur-angsur dan kemukjizatan
al-Qur`an tidak dapat diragukan lagi. Mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa
yang diperlihatkan Allah melalui para nabi dan rasul-Nya. Dan mukjizat
berfungsi untuk membuktikan bahwa kekuasaan Allah berada diatas segala-galanya
dan sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulan para utusan
Allah. Sedangkan, al-Qur`an berfungsi sebagai sumber atau landasan hukum pertama
bagi kehidupan manusia. Kemukjizatan al-Qur`an
tidak dapat ditandingi oleh apapun. Karena dari hal yang terkecil sampai hal
yang terbesar semua dibahas dalam al-Qur`an.
3.2 Kritik dan Saran
Kami sebagai penulis merasa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kami mengharapkan saran dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Abduṣṣamad,
Muhammad Kamil. Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur`an. Jakarta: Al-Akbar Media
Eka Sarana, 2003.
al-Maliki, Muhammad Alwi. Keistimewaan-keistimewaan
Al-Qur`an. Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2001
al-Qaṭṭān, Mannā`
Khalīl. Studi ilmu-ilmu Qur`an Terj. Mahahith fi `Ulūmil Qur`an oleh
Mudzakir. Bogor: Litera AntarNusa, 2013.
al-Qaṭṭān, Mannā` Khalīl. Mahahith fi `Ulūmil Qur`an. Riyāḍ: al-Ḥuramain.1973.
Anwar, Rosihon. `Ulūmul
Qur`an untuk UIN, STAIN, PTAIS. Bandung: CV Pustaka Setia , 2006.
aṣ-Ṣabuniy, Shaikh
Muhammad Ali. Aṭ-Ṭibyān fī `Ulūmil Qur`an. Bairut: Dar al- Irshad, 1970.
Mustofa. Sejarah Al-Qur`an. Surabaya: Al-Ikhlas,
1994.
Shihab, M. Quraish.
Mukjizat Al-Qur`an: Di tinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan
Pemberitaan Ghaib. Bandung: Mizan, 1997.
Usman. Ulumul Qur`an. Yogyakarta:
Teras. 2009.
[2] Mannā` Khalīl Al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-ilmu Qur`an Terj. Mabāhith
fī `Ulūmil Qur`an oleh Mudzakir (Bogor: Litera AntarNusa, 2013), 371.
[3] Muhammad Kamil Abduṣṣamad, Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur`an (Jakarta:
al-Akbar Media Eka Sarana, 2003), 1.
[4] Mustofa, Sejarah
Al-Qur`an (Surabaya: al-Ikhlas,1994), 138.
[5] Ibid., 2.
[6] M. Quraish
Shihab, Mukjizat Al-Qur`an: Di tinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiah,dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 1997), 43.
[9] Ibid., 43-47.
[10] Rosihon Anwar.
`Ulūmul Qur`an untuk UIN, STAIN, PTAIS (Bandung: Pustaka Setia, 2006),197.
[12] Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki, Keistimewaan-keistimewaan
Al-Qur`an (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), 26.
[16] Anwar, Ulumul
Qur`an.199.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga Manfaat