MAKALAH FILSAFAT UMUM "PRAGMATISME"
KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadiran Allah SWT. Atas limpahan rahmad , taufiq serta
hidayah - Nya yang telah menurunkan
agama melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasullullah pilihan-Nya, kami mengucapkan
terima kasih atas kesempatan kali ini yang telah diizinkan untuk
membahas materi tentang dan dapat menyelesaikan tugas makalah ini
tepat pada waktu yang telah
ditentukan.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua umumnya yang membaca dan khususnya yang
menulis. Semoga kedepannya dapat memperbaiki isi makalah agar menjadi lebih
baik.
Keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman saya, saya yakin masih ada kekurangan dalam makalah
ini, oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kediri, 18 Mei 2017
Penyusun
BAB I:PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pragmatisme
timbul akibat dari Pemberontakan melawan sistem idealisme yang terlalu
memperdepankan intelektual dan bersifat tertutup. Pragmatisme diperkenalkan pertama
kali oleh William James (1842-1910) di Amerika. Empiri Inggris dan Jerman
Modern mempengaruhi berdirinya pragmatisme, juga pengalaman sosial bangsa
Amerika pada abad XIX dalam perdagangan yang menekankan kerja keras dan
kebijakan. Sehingga, pragmatisme menjadi alat untuk menolong manusia dalam
hidup sehari-hari.
Pelaksanaan
atau praktik hiduplah yang penting dalam aliran pragmatisme, bukan Cuma
pendapat atau teori yang bersifat hipotesis. Kebenaran diartikan sebagai hal
yang dinamis yang mana kebenaran dibuat sambil berjalan atau melaksanakan
konsep hidup, karena kebenaran sifanya dinamis. John Dewey mengambarkan konsep
hidup terdapat dua unsur, yaitu kecerdasan atau intelaktual manusia dan
pengalaman. Kecerdasan manusia merupakan sesuatu yang bersifat kreatif,
sedangkan pengalaman merupakan unsur yang terpokok dalam segala pengetahuan.
oleh karena
itu, pentingnya pragmatisme dalam kehidupan manusia. penulis akan sedikit
mengulas tentang aliran pragmatisme dari pengertian pragmatisme, teori tentang
kebenaran, dan konsep hidup yang di kemukaan oleh filosofi Amerika John Dewey.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian pragmatisme?
2.
Bagaimana pemikiran filosof John Dewey dalam pragmatisme?
3.
Bagaimana kebenaran menurut pragmatisme?
4.
Bagaimana konsep hidup menurut pragmatisme?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui pengertian pramatisme.
2.
Untuk mengetahui pemikiran John Dewey dalam Pragmatisme.
3.
Untuk mengetahui kebenaran dan konsep hidup menurut aliran
pragmatisme.
BAB II:
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme
adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan
dirinya sebagai benar dengan perantara akibat-akibatnya yang bermanfaat secara
praktis. Di Amerika Serikat Pragmatisme mendapat tempatnya yang tersendiri di
dalam pemikiran filsafati. William James (1842-1910) orang yang memperkenalkan
gagasan-gagasan pragmatisme kepada dunia. Pengangan pragmatisme adalah logika
pengamatan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa
akibat yang praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi diterimanya, asal
bermanfaat, bahkan kebenaran mistis dipandang sebagai berlaku juga, asal
kebenaran mistis itu membawa akibat praktis yang bermanfaat (Hadiwijono,
1980:130).
Pragmatisme
adalah bagian dari salah satu aliran filsafat. Pragmatisme merupakan salah satu
pemberontakan umum dalam melawan sistem idealisme yang terlalu menonjolkan
intelektual dan tertutup. Pemberontakan dalam bidang filsafat ini terjadi dalam
abad XIX. Pada saat itu, para penganut idealisme mengembangkan pengalaman
pikiran subjektif manusia sehingga pengalaman tersebut menjadi prinsip metafisika
untuk menjelaskan Kosmos. Bagi penganut idealisme, semua realitas adalah satu
susunan, dan realitas tersebut tersusun dari bagian-bagian yang melekat satu
sama lain berdasarkan atas hubungan internal yang saling menunjang. Realitas
ini sering diinterprestasikan dalam katagori-katagori intelektual tertentu dan
abstrak.
Dua
aliran filsafat yang sangat mempengaruhi pragmatisme pada awal berdirinya
adalah Empiris Inggris dan FIlsafat Jerman Modern. Pada Empiris Inggris,
karya-karya yang mempengaruhi pragmatisme ditulis oleh John Stuart Mill,
Alexander Bain, dan John Venn. Empirisme Inggris menekankan peran pengalaman
dalam terbentuknya pragmatisme adalah George Berkeley, seorang penganut
idealisme empirisme. Pengaruh lain yang perlu ditambahkan adalah pengalaman
sosial bangsa Amerika pada XIX. Pengaruh tersebut adalah ekspansi industri dan
perdagangan yang cepat dan optimisme yang merakyat yang berasal dari teologi
puritanisme, terutama yang berhubungan dengan kerja keras dan kebijakan
(Suparman, 2003:49-50).
Bagi
pragmatisme, filsafat adalah alat untuk menolong manusia dalam hidup
sehari-hari maupun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan mewujudkan dunia
teknik. Dalam segalanya itu pelaksanaan atau praktik hiduplah yang penting dan
bukan pendapat atau teori yang hipotesis dan sepihak. Untuk menilai bermanfaat
tidaknya ilmu pengetahuan, anggapan-anggapan hidup malahan filsafat sendiri pun,
perlu diperhatikan segala hasil dan kesimpulan atau akibat yang terjadi atas
dasar hipotesis-hipotesis itu. Yang pokok adalah bahwa manusia berbuat dan
bukan berfikir. Pikiran atau teori merupakan alat yang “hanya berguna “ untuk
memungkinkan timbulnya pengalaman yang semakin ikut mengembangkan hidup manusia
dalam praktik pelaksanaanya (Sutrisno, 1993:99)[1]
A.1 Pemikiran John Dewey
John
dewey lebih suka menamakan cara pengambaran pragmatisme dengan memakai istilah “istrumentalisme”,
untuk memberikan tekanan pada hubungan antara ajarannya dengan teori biologi
tentang evolusi. John dewey memandang tiap-tiap organisme dalam keadaan
terus-menerus terhadap alam sekitarnya dan memperkembangkan berbagai perabot
yang memberikan bantuan dalam perjuagan tersebut. Pikiran berkembang sebagai
alat untuk mengadakan eksperimen terhadap alam sekitar ketika organisme yang
berupa manusia berusaha untuk menguasai dan memberi bentuk pada alam sekitar
tersebut agar terpenuhi kebutuhan tersebut.
Karena
itu kecerdasan merupakan sesuatu yang bersifat kreatif, dan pengalaman
merupakan unsur terpokok dalam segala pengetahuan. Misalnya, jika kita
dihadapkan pada masalah akan belajar atuakah menonton film, maka kita mungkin
memikirkan konsekuensi-konsekuensi yang akan timbul dari masing-masing tindakan
tersebut. Ini dinamakan mengadakan eksperimen. Kemudian kita mengambil
keputusan, katakanlah, pergi menonton film, dan secara demikian kita menentukan
hari depan. Maka dikatakan kecerdasan kita menciptakan hari depan dengan jalan
mendahuluinya (melakukan tindakan sebelumnya).[2]
Menurutnya
manusia dengan bekerja (beraktivitas) memberikan pengalaman, dan pengalaman
memimpin berfikir manusia, sehingga manusia dapat bertindak bijaksana dan benar serta
mempengaruhi pula pada budi pekerti. Begitulah pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan, juga sumber dari nilai.[3]
Oleh karena itu dalam bukanya How Think, Dewey berkata bahwa pengkal
berfikir ialah suatu keadaan yang menimbulkan sikap ragu-ragu. Karena sikap
ragu-ragu itu maka timbullah hasrat untuk menghilangkannya atau mengatasinya.[4]
B.
Kebenaran
Jika
makna sebuah konsepsi ditentukan oleh konsekuensi-konsekuensi, maka makna
apakah yang dapat kita berikan pada “kebenaran”? sesungguhnya makna menyangkut
ide, dan kebenaran menyatakan hubungan antara ide-ide yang dipandang berhunbungan,
dan hubungannya dengan sesuatu yang ditunjukan oleh ide-ide tersebut. Karena
makna yang dikandung oleh ide-ide tersebut ditentukan oleh
konsekuensi-konsekuensi yang praktis, maka kebenaran suatu tanggapan mengenai
hubungan antara ide haruslah dengan cara tertentu berhubungan dengan
corak-corak konsekuensi yang khusus.
Seseorang
penganut pragmatisme melakukan pendekatan terhadap penyelesain masalah ini
dengan mempertimbangkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang yang
berfikir. Mengapa kita berfikir? Berbicara secara biologi, pikiran merupakan
perabot untuk menyelesaikan masalah-masalah kita. Jika demikian halnya, maka
berfikir secara lurus ialah menghubungkan ide-ide sedemikian rupa sehingga
ide-ide tersebut memimpin kita untuk memperoleh hasil yang memuaskan dalam
kegiatan menyelesaikan masalah. Karena itu kebenaran harus bersangkutan dengan
penyelesaian masalah kita hadapi; dan menurut sementara penganut pragmatisme,
kita dapat mengatakan bahwa suatu ide atau tanggapan benar, jika ide atau tanggapan
tersebut menghasilkan sesuatu, artinya, jika membawa kita kearah penyelesain
masalah yang kita hadapi secara berhasil.
Pragmatisme
membuat kebenaran menjadi pengertian yang dinamis dan nisbi; sambil berjalan
kita membuat kebenaran, karena masalah-masalah yang kita hadapi bersifat nisbi
bagi kita. Untuk memberikan gambaran mengenai masalah ini, saya akan
memperhatikan sebuah anggapan yang kebetulan di antara para penganut
pragmatisme sendiri tidak terdapat kesepakatan.[5]
C.
Konsep Hidup
John
dewey mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk rasional (makhluk berfikir),
bahkan menurutnya segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah dari
aktifitas otak manusia. Semua hal yang terjadi dalam masyarakat jika ditelusuri
secara mendalam, maka akan dijumpai bahwa manusialah sebagai aktor dan faktor
utama. Akal merupakan sarana bagi mausia yang dapat mengadakan pembaharuan,
rekontruksi dan reorganisasi. Karena itu manusia mampu berkambang kearah yang
tidak dapat diramalkan. Dengan akal manusia senantiasa dinamis dan progresif.
Dewey menetang teori yang mengatakan bahwa karakter manusia itu statis dan
tidak berkembang. Menurut pandangan demikian merupakan teori atau doktrin yang
bersifat mengekang dan pesimistik.
Dengan
demikian, hakekat manusia menurut John Dewey adalah sebagai mahkluk yang
mempunyai kekuatan dan pola serta watak, fikir, rasa dan semangat atau kemauan
serta nafsu dan insting. Hal ini didasari oleh kebebasan manusia yang bagi John
Dewey termanifestasi dalam dirinya sendiri. Manusia adalah pribadi-pribadi yang
mampu melaksanakan nilai-nilai yang menjadi tujuan dalam hidupnya. Menurutnya,
pengembangan kodrat manusia tersebut dilakukan dan terjadi keharusan dari
pendidikan.[6]
BAB III: PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pragmatisme adalah aliran yang memperdepankan
praktis ketimbang hanya sekedar berteori atau berpendapat saja. Pragmatisme
timbul akibat pemberontakan melawan idealisme yang terlau mengunakan
intelektual manusia dan bersifat tertutup. Berdirinya pragmatisme dipengaruhi
aliran Empris Inggris dan Jerman Modern, juga pengalaman sosial rakyat Amerika
dalam melaksanakan perekonomian yang memperdepankan kerja keras dan kebijakan.
Pragmatisme diperkenalkan dari gagasan-gagasan william james (1842-1910) di
Amerika, pegangannya adalah logika pengamatan yakni segala sesuatu dapat masuk
asalkan bersifat praktis
Pragmatisme membuat kebenaran
menjadi pengertian yang dinamis, sambil berjalan kita membuat kebenaran, karena
masalah-masalah yang kita hadapi bersifat nisbi. John Dewey mengambarkan
pragmatisme dengan memakai istilah “intrumentalisme”, untuk memberikan
tekanan pada hubungan antara ajaranya dengan teori biologi tentang evolusi.
Yaitu pikiran berkembang sebagai alat untuk mengadalan eksperimen terhadap alam
sekitar, karena itu kecerdasan merupakan sesuatu yang bersifat kratif, dan
pengalaman merupakan unsur terpokok dalam segala pengetahuan.
Pragmatisme bersifat penting dalam
kehidupan sehari-hari, aktivitas manusia dipengaruhi oleh kerja otak, karena
akal merupakan Akal merupakan sarana bagi mausia yang dapat mengadakan
pembaharuan, rekontruksi dan reorganisasi. Sehingga watak dan fikirin manusia
dapat berkembang akibat dari lingkungan yang dialami. Oleh karena itu semua hal
yang terjadi jika ditelusuri secara mendalam manusialah yang menjadi faktor dan
aktor utamanya.
BAB IV: DAFTAR
PUSTAKA
Akbar, T. Saiful. “MANUSIA DAN
PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN IBN KHALDUN DAN JOHN DEWEY”. Jurnal Ilmiah
Didaktika, (2015), Vol. 15:223-243.
Kattsoff, Louis O. Elements of
Philisophy. Terj. Soejono Soemargono Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996.
Syarifuddin. “KONTRUKSI FILSAFAT
BARAT KONTEMPORER”. Jurnal Substantia, (2011), Vol. 13:231-248.
[1] Syarifuddin, “KONTRUKSI FILSAFAT BARAT KONTEMPORER”, Jurnal
Substantia, 2 (Oktober, 2011), 238.
[2] Louis O. Kattsoff, Elements of Philisophy, terj. Soejono
Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996), 133
[3] T. Saiful Akbar, “MANUSIA DAN PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN IBN
KHALDUN DAN JOHN DEWEY”, dalam Filsafat pendidikan, Sistem dan Metode, ed
Imam Barnabid (Yogyakarta: Yasbit, FIP IKIP), 66-68.
[4] T. Saiful Akbar, “MANUSIA DAN PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN IBN
KHALDUN DAN JOHN DEWEY”, Jurnal Ilmiah Didaktika, 2 (Februari, 2015),
236
[5] Louis O. Kattsoff, Elements of Philisophy, terj. Soejono
Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996), 131.
[6] T. Saiful Akbar, “MANUSIA DAN PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN IBN
KHALDUN DAN JOHN DEWEY”, Jurnal Ilmiah Didaktika, 2 (Februari, 2015),
236
Izin jadiin sumber ya kak, terima kasih
BalasHapusIzin jadiin Sumber kak 🙏
BalasHapusTerima kasih.
izin jadiin referensi kak
BalasHapus