MAKALAH STUDI QUR'AN "MUNASABAH AL-QUR’AN"
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah.
Segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam yang atas karunia dan nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat waktu. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda
Rasulillah Muhammad SAW yang selau kita
harapkan syafaatnya kelak di yaumil kiyamah.
Makalah yang kami susun ini
bertemakan Munasabah Al-Qur’an pada mata kuliah studi Qur’an. Dengan rujukan
dari berbagai sumber dan bantuan dari teman-teman lain akhirnya makalah
ini berhasil kami susun meskipun jauh dari
kata sempurna.
Ahirnya, dengan segala kerendahan
hati kami berharap kritikan dan saran dari pembaca dan semoga makalah ini dapat
membawa manfaat bagi semua khususnya kami sendiri.
PENDAHULUAN
Diantara kitab-kitab suci yang lain,
al-Qur’an
merupakan kitab yang paling sempurna. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi
Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril secara berangsur-angsur. Ia
diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam dan petunjuk bagi manusia.
Al-Qur’an adalah sumber segala kebenaran dan sumber inspirasi bagi siapapun.
Kitab al-Qur’an berisi
berbagai macam petunjuk dan peraturan yang disyariatkan karena beberapa sebab
dan hikmah yang bermacam-macam. Ayat-ayatnya diturunkan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang membutuhkan. Susunan ayat-ayat dan surat-suratnya ditertibkan
sesuai dengan yang terdapat di lauh mahfudh, sehingga tampak adanya
persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain dan antar surat satu
dengan surat yang lain. [1]
Meskipun bahasa al-Qur’an
indah, namun tidak semua orang dapat dengan mudah memahami maknanya. Oleh sebab
itu lahirlah ilmu tafsir, sedangkan ilmu tafsir sendiri tidaklah sempurna tanpa
memahami munasabah. untuk menelaah lebih rinci tentang munasabah, simaklah
uraian berikut.
1.
Apa devinisi dari munasabah?
2.
Bagaimana cara mengetahui munasabah?
3.
Apa saja macam-macam munasabah?
4.
Apa urgensi dan kegunaan munasabah?
1. Mengetahui dan
memahami devinisi munasabah
2. Mengetahui dan
memahami cara-cara untuk mengetahui munasabah
3. Mengetahui dan
memahami macam-macam munasabah
4. Mengetahuidan
memahami urgensi serta kegunaan munasabah
Secara etimologi, ”munasabah” semakna dengan “musyakalah”
dan “muraqobah”, yang berarti serupa dan berdekatan. Secara istilah, “munasabah”
berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat al-
Qur’an. [2]
Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh
Imam As-Syayuti, mendifinisikan “munasabah” itu kepada “Keterkaitan
ayat-ayat al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia
terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan sistematis.” Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa “munasabah” adalah suatu ilmu yang membahas tentang
keterkaitan atau keserasian ayat-ayat al-Qur’an antara satu dengan yang lain.[3]
Az-Zarkasy
mengatakan: “manfaatnya ialah menjadikan sebagian dengan sebagian lainnya,
sehingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh dan bersesuaian
bagian-bagiannya laksana sebuah bangunann yang amat kokoh.” Qadi Abu Bakar
Ibnul ‘Arabi menjelaskan: “Mengetahui sejauh mana hubungan antara ayat- ayat
satu dengan yang lain sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang maknanya
serasi dan susunannya teratur merupakan ilmu yang besar.”[4]
Sehingga munasabah dapat diartikan
sebagai ilmu atau pengetahuan yang membahas tentang hubungan al-Qur’an
dari berbagai sisinya. Tokoh yang memelopori munasabah adalah Abu Bakar
an-Naysaburi. Beliau adalah soerang alim berkebangsaan Irak yang sangat ahli ilmu
syariah dan kesustraan Arab. Selain itu, ada pula Abu Ja’far bin Zubair dengan
karyanya “Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar a l-Qur’an”, Burhanuddin
Al-Biqa’i dengan karyanya “Nuzhum Adh-Dhurar fi Tatanasub A l-Ayi wa As-Suwar”
dan As-Sayuti dengan karyanya “Tanasuq Adh-Dhurar fi Tanasub As-Suwar”. [5]
2.2 Cara Mengetahui Munasabah
Untuk mengetahui munasabah unsur-unsur Al-Qur’an, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a.
Topik inti yang diperbicangkan dalam ayat. Mufassir[6]perlu
mengetahui permasalahan utama yang diperbincangkan oleh suatu ayat. Hal ini
dapat diketahui melalui istilah-istilah yang digunakan dan alur pembicaraannya.
Permasalahan utama itu mungkin terdapat dalam ayat yang ditafsirkan atau
mungkin juga terdapat dalam ayat sebelumnya.
b.
Topik inti biasanya mempunyai sub-sub topik. Jika topik inti telah
diketahui, maka perlu pula dilihat dan dipahami hal-hal yang yang dicakupi oleh
topik inti tersebut.
c.
Sub-subtopik itu mempunyai
unsur-unsur tersendiri pula. Maka masing-masing ayat, ada yang berbincang mengenai
topik inti, subtopik, dan ada pula yang memperbincangkan unsu-unsur yang ada
pada subtopik. Munasabah Al-Qur’an dapat dilihat dari sisi lain.
Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat itu
bukanlahhal yang tauqif (tidak dapat diganggu gugat karena telah
ditetapkan Rasul); tetapi didasarkan pada ijtihad seoranh mufasir dan tingkat
penghayatannya terhadap kemukjizatan Qur’an, rahasia retorika , dan segi
keterangannya yang mandiri. Apabila korelasi itu halus maknanya, harmonis
konteksnya dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa Arab,
maka korelasi tersebut dapat diterima.
Hal yang demikian ini tidak berarti bahwa seorang mufasir harus
mencari kesesuaian bagi setiap ayat, karena Al-Qur’an turun secatra bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Seorang mufasir terkadang dapat
menemukan hubungan antara ayat-ayat dan terkadang pula tidak. Oleh sebab itu, ia tidak perlu
memaksakan diri untuk menemukan kesesuaian itu, sebab kalu memaksakannya juga
maka kesesuaian itu hanyalah dibuat-buat
danhal ini tidak disukai.
2.3 Macam-Macam Munasabah
Dalam
Al-Qur’an sekurang-kurangnya terdapat tujuh macam munasabah[7].
yaitu sebagai berikut:
As-Sayuti menyimpulkan bahwa munasabah
antar stau surta dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau
menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumya. Sebagai contoh Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 2
ذالك
الكتب لا ريب فيه...
Artinya : inilah kitab yang tidak
ada keraguan padanya.
Korelasi dengana surat Ali Imran ayat 3
نزّل
عليك الكتب با الحقّ مصدّقا لّما بين يديه وأنزال التوراىة والأانجيل
Artinya: Dia menurunkan Al-Kitab
kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya
dan menurunkan Taurat dan Injil.
Setiap surat mempunyai tema
pembicaraan yang menonjol. Hal itu tercrmin pada namanya masing-masing.
Misalnya Surat Al-Baqarah (sapi betina) bercerita tentang Nabi Musa dan kaumnya
tentang sapi betina yang harus disembelih oleh Bani Isra’il (Al-Baqarah ayat
67-71). Cerita tentang sapi betina dalam ayat tersebut dapat diambil tujuan
turunnya surat, yaitu kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan kata
lain tuajuannya adalah menyangkut keimanan pada hari kemudian dan menyangkut
kekuasaan Tuhan.
Munasabah antar bagian suatu ayat
sering berbentuk pola munasabah perlawanan. Contohnya pada Surat Al-Hadid ayat
4:
...يعلم ما يلج فى الأرض وما يخرج منها وما ينزل من السّماء
فيها... وما
يعرج
Artinya :...Dia mengetahui apa
yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluuar darinya dan apa yang turun dari
langit dan apa yang naik kepadanya...
Dari kata-katanya sudah sangat jelas
terdpat korelasi yang berlawanan.
Munasabah antarayat yang letaknya
berdampingan sering terlihat dengan jelas, namun sering pula tidak jelas.
munasabah antarayat yang terlihat jelas umumnya menggunakan pola ta’kid(penguat),
tafsir (penjelas), i’tiradh(bantahan), dan tasydid(penegasan).
a.
Pola Tafsir
Munasabah antarayat yang menggunakan
pola tafsir apabila suatu ayat ditafsirkan maknanya oleh ayat di sampingnya.
Contoh Qur’an surat al-Baqarah ayat 2 sampai 3 yang mana kata متّقينpada ayat kedua ditafsirkan oleh ayat ke tiga. Dengan demikian
pengertian orang yang bertakwa adalah orang yang mengimani hal gaib,
mengerjakan sholat, dan menginfakkan sebagian rizkinya.
b.
Pola Ta’kid
Apabila salah satu ayat atau bagian
ayat memperkuat makna bagian ayat yang terletak disampingnya. Contohnya surat
Al-Fatihah ayat 1-2.
c.
Pola I’tiradh
Apabila pada satu kalimat atau lebih
tidak ada kedudukannya dalam i’rab (struktur kalimat), baik di pertengahan
kalimat ataupun diantara dua kalimat yang berhubungan maknanya. Contoh dalam
surat An-Nahl ayat 57:
ويجعلون
لله البنت سبحنه ولهم مّا يشتهون
Artinya :
Dan mereka menetapkan langit bagi
Allah anak-anak perempuan. Mahasuci Allah sedang untuk mereka sendiri (mereka
tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak laki-laki)
Kata سبحنه pada ayat di atas merupakan bentuk i’tiradh dari dua ayat yang
mengantarinya. Kata itu merupakan bantahan bagi klaim orang-orang kafir yang
menetapkan anak perempuan bagi Allah.
d.
Pola Tasydid
Apabila satu ayat atau bagian ayat
mempertegas ayat yang terletak di sampingnya. Contohnya pada surat al-Fatihah
ayat 6 sampai 7.
Munasabah antarayat yang tidak jelas
dapat dilihat melaui qara’in ma’nawiyyah (hubungan makna) yang dapat terlihat
dalam pola munasabah at-Tanzir (perbandingan), al-mudhad
(perlawanan), istithrad (penjelasan lebih lanjut) dan at-takhalush
(perpindahan).
a.
Al-Mudhad
(berlawanan),
yaitu
dua ayat berurutan yang memeperbincangkan dua hal yang berlawanan seperti surga
dan neraka serta kafir dan iman. Hal ini, misalnya terlihat dalam Surah an-Nisa’
(4) ayat 150-152.
إنّ
الذين يكفرون بالله ورسله و يريدو ن أن يفرّقوا بين الله ورسله ويقولون نؤ من ببعض
و نكفر ببعض ويريدون أن يتّخذوا بين ذلك سبيلا( 150) أولئك هم الكفرن حقّا وأعتدنا
للكفرين عذا با مّهينا (151) والّذين ءامنوا بالله و رسله ولم يفرّقوا بين أحد
مّنهم أولئك سوف يؤتيهم أجورهم وكان الله غفورا رّحيما (152)
Artinya :
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud
memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan
mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebagian dan Kami kafir terhadap sebagian
(yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah)
di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir
sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu
siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para
rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, kelak Allah
akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Ayat 150-151 bercerita tentang
karakteristik orang-orang kafir dan balasan atas mereka, meraka ingkar kepada
Allah dan rasul-Nya, membedakan antara Allah dan rasul-Nya serta mengimani
sebagian al-Kitab dan mengingkari sebagian yang lain. Maka dari itu Allah
menimpakan azab kepada mereka. Sedangkan ayat 152 berbicara tentang sifat
orang-orang mukmin, di mana mereka mempercayai semua rasul yang diutus oleh
Allah. Maka Allah memberikan balasan dan mengampuni mereka.
Jika dilihat secara zahir, kedua kelompok
ayat (150-151 dan 152) ini tidak memiliki hubungan. Sebab ayat pertama
berbicara tentang orang kafir, sedangkan yang terakhir berbicara tentang orang
mukmin, dan keduanya tidak pula dihubungkan oleh wawu ‘athaf. Akan
tetapi, jika dilihat lebih dalam, hubungan tersebut akan terlihat, di mana
lazimnya al-Qur’an bercerita tentang orang kafir dan orang mukmin, kemudian
diiringi dengan perbincangan mengenai orang kafir. Hal ini bermaksud untuk
memotivasi pembaca agar menghindari kekafiran dan berpegang teguh kepada iman.
b.
Istithrad
(penjelasan lebih lanjut),
yaitu
perbincangan suatu ayat mengenai suatu masalah sampai kepada hal lain yang
tidak berkaitan langsung dengan masalah yang sedang diperbincangkan, tetapi
hukumnya sama dengan hal yang diperbincangkan tersebut. Hal ini seperti yang
terdapat dalam Surah Al-A’raf (7) ayat 26:
يبنى
ءادم قدأنزلنا عليكم لبا سا يو رى سوء تكم وريشا ولبا سا التّقواى ذلك خير ذلك
منءايت الله لعلّهم يذّكرون(26)
Artinya:
Hai
anak adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling
baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah,
mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Kata ( ولبا
سا التّقوا ) dalam ayat ini tidak berkaitan dengan
ungkapan sebelumnya, sebab ungkapan sebelumnya berbicara tentang pakaian
penutup aurat, sedangkan (ولبا سا التّقوا) (pakaian taqwa) bukan pakaian fisik sebagai penutup aurat.
Jadi kata (ولبا سا التّقوا) secara zahir tidak ada hubungannya dengan aurat. Akan
tetapi hubungan tersebut terlihat pada pakaian sebagai penutup aurat yang
merupakan bagian dari takwa.
c.
Munasabah berpola at-tanzir terlihat pada adanya perbandingan
antara ayat-ayat yang berdampingan. Contohnya firman Allah dalam
surat al-Anfal ayat 4-5 :
أولئك هم المؤمنون حقّا لهم درجت
عند ربّهم و مغفرة و رزق كريم(4) كماأخرجك ربّك من بيتك بالحقّ وإنّ فريقا من
المؤمنين لكرهون(5)
Artinya : Itulah orang-orang yang
beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal
sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang berimanitu tidak menyukainya.
Pada ayat kelima, Allah
memerintahkan kepada Rasul-Nya agar terus melaksanakan perintah-Nya, meskipun
para sahabatnya tidak menyukainya. Sementara pada ayat keempat, Allah
memerintahkannya agar tetap keluar dari untuk berperang. Munasabah antar kedua
ayat tersebut terletak pada perbandingan antara ketidaksukaan para sahabat
terhadap pemberian ghanimah yang dibagikan Rasul dan ketidaksukaan mereka untuk
berperang. Padahal sudah jelas bahwa dalam kedua perbuatan itu terdapat
keberuntungan, kemenangan, ghanimah, dan kejayaan islam.
d.
Munasabah berpola takhallus
Pada
perpindahan dari awal pembicaraan pada maksud tertera secara halus. Umpamanya,
dalam surat al-A’raf, mula-mula Allah berbicara tentang Nabi Musadan para
pengikutnya yang selanjutnya berkisah tentang Nabi Muhammad dan umatnya.
Dalam surat al-Baqarah ayat 1 sampai
3,misalnya, Allah memulai penjelasan-Nya tentang kebenaran dan fungsi al-Qur’an
bagi orang-orang yang bertakwa. Dalam kelompok ayat-ayat berikutnya dibicarakan
tiga kelompok manusia dan sifat merekayang berbeda-beda, yaitu mukmin, kafir,
dan munafik.
Macam munasabah ini mengandung tujuan
tertentu. Diantaranya adalah menguatkan makna yang terkandung dalam suatu ayat.
Umpamanya dalam surat an-Naml ayat 80:
إنّك
لا تسمع الموتى ولا تسمع الصّمّ الدّعاء إذا ولّوا مدبر ين
Artinya: Sesungguhnya kamu tidak
dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan
orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling
membelakang.
Tentang munasabah ini, as-Suyuti
mengarang sebuah buku yang berjudul Marasid al-Mathali fi Tanasub al-Maqti wa al-
Mathali. Contoh munasabh ini terdapat dalam surat al-Qashas yang bermula dengan
menjelaskan perjuangan Nabi Musa dalam menghadapi kekejaman Fir’aun.Atas
perintah dan pertolongan Allah, Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir dengan
penuh tekanan. Di akhir surat, Allah menyampaikan kabar gembira kepada Nabi
Muhammad yang menghadapi tekanan dari kaumnya dan jajni Allah atas
kemenangannya. Di awal surat dikemukakan bahwa Nabi Musa tidak akan menolong
orang kafir. Munasabah di sini terletak dari sisi kesamaan kondisi yang
dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.
Jika diperhatiakn pada setiap
pembukaan surat, dijumpai munasabah dengan akhir surat sebelumnya, sekalipun
tidak mudah untuk mencarinya. Umpamanya, pada permulaan surat Al-Hadiddi mulai dengan tasbih:
العز
الحكيم سبّح لله ما فى السّموات
والأرض وهو
Artinya : Semua yang ada di langit dan bumi bertasbih kapada
Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Ayat ini munasabah dengan akhir
sebelumnya, al-Waqi’ah yang memerintahkan
bertasbih:
با
سم ربّك العظيم فسبّح
Artinya : Maka bertasbihlah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar.
2.4 Urgensi dan Kegunaan Munasabah
Ilmu munasabah merupakan bagian dari ilmu-ilmu al-Qur’an yang
posisinya sangat penting dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat al-Qur’an
sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Hal ini karena suatu ayat dengan
yang lain memiliki keterkaitan, sehingga bisa saling menafsirkan. Dengan
demikian al-Qur’an adalah kesatuan yang utuh yang jika dipahami
sepotong-sepotong akan terjadi model penafsiran atomostik.[8]
Secara mudahnya ilmu
munasabah berfungsi sebagai ilmu pendukung ilmu tafsir. Bahkan tidak jarang
pendekatan ilmu munasabah, penafsiran akan semakin jelas, mudah dan indah.
Sehingga ilmu munasabah cukup memiliki peranan dalam mengingatkan kualitas
penafsiran ayat-ayat al-Qur’an.
Menurut Az-Zakasyi munasabah adalah ilmu yang sangat mulia, dengan
ilmu ini bisa diukur kemampuan (kecerdasan) seseorang, dan dengan ilmu ini pula
bisa diketahui kadar pengetahuan seseorang dalam mengemukakan pendapat/pendiriannya.
Banyak para analis tafsir yang
menyatakan adalah salah dugaan sebagian orang memandang tidak perlu melakukan
penggalian ilmu munasabah dalam menafsirkan al- Qur’an. Karena ilmu tafsir
tanpa ilmu munasabah itu tidaklah sempurna.
Suatu hal yang patut diingatkan di sini adalah bahwa pekerjaan
mencari hubungan antara sesama ayat al-Qur’an memang bukan merupakan perkara
mudah yang bisa dilakukan sembarang orang. Menelusuri munasabah al-Qur’an antar
bagian demi bagian merupakan pekerjaan yang benar-benar menuntut ketekunan dan
kesabaran seseorang, bahkan boleh jadi hanya mungkin dilakukan manakala orang
yang bersangkutan memang bersungguh-sungguh memiliki keinginan untuk itu. Karenanya,
mudah dipahami jika kenyataan memang menunjukkan bahwa tidak begitu banyak
mufassir yeng melibatkan ilmu munasabah dalam memaparkan penafsiran al- Qur’an.
[9]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Munasabah adalah ilmu ilmu
atau pengetahuan yang membahas tentang hubungan al-Qur’an dari berbagai sisinya.
2.
Cara mengetahui munasabah adalah dengan cara:
a.
Mencari terlebih dahulu
topik yang dibicarakan diayat tersebut
b. Mencari sub-bab dari topik dan mencari
unsur-unsur dari subtopik.
3.
Macam- macam munasabah terdiri
dari tujuh macam, yaitu
a.
munasabah antarsurat dengan surat sebelumnya.
b.
Munasabah antarnama surat dan tujuan turunnya.
c.
Munasabah antarbagian suatu ayat, munasabah antarayat yang letaknya
berdampingan.
d.
Munasabah antarsuatu kelompok ayat dengan kelompok ayat di
sampingnya.
e.
Munasabah antar pemisah dan isi surat
f.
Munasabah antarawal surat dengan akhir surat yang sama, dan
g.
Munasabah antar penutup suatu surat dengan awal berikutnya.
4.
Urgensi dan manfaat dari ilmu munasabah adalah sebagai pendukung ilmu tafsir, mengokohkan
pembicaraan yang satu dengan yang lain, membantu dalam pentakwilan pemahaman
dengan baik dan cermat, dapat mengetahui kesesuaian antar ayat dan antar surat,
dann lain sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. Suma. Ulumul Qur’an. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.
Anwar, Rosihon. Pengantar Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Hermawan, Acep. Ulumul Qur’an. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Jalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu, 2013.
Khalil, Manna al Qatan. Mabahis Fi
Ulumil Qur’an. Mesir: Maktabah Wahbah, 1973.
Yusuf, Kadar. Studi Qur’an. Jakarta: Amzah, 2012.
assalamualaikum
BalasHapuskak, izin download ya. pke kepeluan tugas
izin bang
BalasHapusizin bang
BalasHapusIZIN KOPAS BANG
BalasHapusIzin buat reverensi kak
BalasHapusAssalamualikum kak, saya izin copas kak untuk keperluan tugass
BalasHapusTerima kasih kak🙏🙏🙏
Izin buat reverensi ka
BalasHapusIzin reverensi kak 🙏
BalasHapusIZIN REVERENSI KAK
BalasHapusAssalamualaikum warahmatullahi Wa'barokatuh kak
BalasHapusIzin compas kak ,karna untuk dijadikan sebagai bahan materi kami🙏
Assalamualaikum warahmatullahi wa'barakatuh, maaf sebelumnya kak,saya izin copas materinya kak,karna untuk dijadikan bahan materi..
BalasHapusIzin mengikuti
BalasHapusIzin kopas ka🙏
BalasHapusAssalamualaikum wr.wb.
BalasHapusMaaf kak sebelumnya izin copas kak untuk keperluan tugas
assalamualaikum, sangat bermanfaat. izin copas ya kak.
BalasHapusizin copas min
BalasHapussangat bermanfaat menambah ilmu pengetahuan. izin copas ya kk. terima kasih
BalasHapusIZIN ENGH BUAT REV
izin bang
BalasHapusIzin lihat ya bang
BalasHapus