Rabu, 08 November 2017

MAKALAH TASAWUF (KHAUF)



MAKALAH TASAWUF (KHAUF)


A.    Pendahuluan
      Kehidupan manusia di dunia tujuannya tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. Maka dari itu wajib bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah swt yaitu dengan cara beribadah kepada-Nya.  Contoh beribadah kepada Allah Swt sangatlah banyak. Salah satu cara agar ibadah kita diterima oleh Allah Swt dan kita bisa dekat dengan-Nya adalah dengan cara takut kepada Allah Swt (khauf). Orang yang khauf akan lebih berhati-hati dalam kehidupannya karena meraka takut akan siksa dari Allah Swt. maka dari itu, dalam makalah ini kami ingin membahas apa itu khauf, tingkatan-tingkatan khauf, dan factor-faktor yang mempengaruhi hilangnya khauf.
B.     Pengertian Khauf
      Secara etimologi, khauf berasal dari bahasa arab yang berarti ketakutan.
      Dalam KBBI, khauf adalah kata benda yang memiliki arti ketakutan atau kekhawatiran. Khawatir sendiri merupakan kata sifat yang bermakna takut (gelisah, cemas) terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Sedangkan takut adalah kata sifat yang memiliki beberapa makna seperti, merasa gentar menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. jadi khauf juga bisa dirartikan perasaan gelisah atau cemas terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti.[1]
       menurut Al Ghazali, khauf adalah rasa sakit dalam hati karena khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak disenangi dimasa sekarang.[2]
      Jadi dapat kami simpulkan bahwa khauf dari perbedaan pendapat adalah rasa takut kepada Allah Swt akan dosa-dosanya, atau khawatir jika Allah tidak senang padanya.
      Ahmad Faridh menegaskan bahwa khauf merupakan cambuk yang digunakan Allah Swt untuk menggiring hamba-hamba-Nya menuju ilmu dan amal. Dengan itu mereka dapat dekat dengan Allah. Sifat ini adalah kesakitan hati karena membayangkan sesuatu yang ditakuti yang akan menimpa diri dimasa yang akan datang. Khauf mencegah hamba untuk berbuat maksiat dan mendorongnya untuk senantiasa berbuat dalam ketaatan.[3]
      Khauf timbul karena rasa cinta yang mendalam kepada Allah Swt.
Allah berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 57

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
 Artinya     :”orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa diantara mereka yang paling dekat dengan Allah, dan berharap rahmatNya dan takut akan adzabNya; sesungguhnya azab tuhanmu adalah suatu yang harus ditakuti.” (QS Al-Isra’[17]: 57)
      Jadi dari ayat diatas sudah jelas dicontohkan bahwa orang-orang berdoa agar mendapatkan rahmad dan takut dengan adzab-Nya. Takut pada adzab adalah suatu yang perlu ditaati dan juga menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah.
      Dalam kitabnya Ihya’Ulumuddin Al Ghazali juga membagi khauf kedalam 3 tingkatan, yaitu:
1.      khauf al awam (takutnya orang awam) yaitu takut akan hukuman dan keterlambatan pahala.
2.      khauf al khashshah (takutnya orang khusus), yaitu takut akan keterlambatan teguran.
3.      khauf al khashshah al khashshah (takutnya orang yang paling khusus) yaitu takut akan ketertutupan dengan nampaknya keburukan budi pekerti.[4]
      Allah meminta manusia senantiasa takut kepada-Nya dan Allah menjelaskan bahwa Dia telah menyediakan dua surga bagi orang yang takut kepada-Nya.
      Allah SWT berfirman,
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ , فَبِاَيِّ اَلاَءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبانِ
Artinya : Bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. (satu surga untuk manusia dan satu lagi untuk jin, atau surga dunia dan surga akhirat), maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?.(QS.Ar-Rahman[55]; 46-47)
      Oleh karena itu para ulama’ telah bersepakat bahwa derajat yang paling utama adalah drajat takut pada Allah dengan ikhlas. Orang yang takut, akan menghidupkan malamnya (qiyamullail). Barang siapa yang menghidupkan malamnya akan sampai ke “rumah”nya, yaitu surga, Orang yang takut kepada Allah akan beramal dan orang yang beriman akan beramal saleh dan merasa takut, sementara orang munafik, amalnya tetap buruk dan dia hanya bisa berharap-harap. Oleh karena itu, orang yang paling takut kepada Allah adalah Rassulullah. Tidak ada yang lebih takut kepada Allah dari pada beliau.
      Rasulullah bersabda kepada para sabahat yang bersungguh-sungguh dalam beribadah,” sesungguhnya orang yang paling kenal dan paling takut kepada Allah adalah aku.”(HR. Imam Bukhori,Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Abu daud)[5].
      Sudah jelas dari Alquran surat Ar-Rahman  bahwa imbalan dari pada takut atau khauf kepada Allah adalah dua surga, yaitu surga dunia dan surga akhirat. dari situ diperjelas bahwa orang yang paling takut kepada Allah adalah Rasulullah SAW.
      Sahabat Rasulullah, Ali bin Abi Thalib ra selalu menangis dan senantiasa takut kepada Allah. ia sangat khawatir terhadap dua hal, yakni panjangnya angan-angan dan menuruti hawa nafsu. Beliau berkata,”panjangnya angan-angan dapat melupakan akhirat, sedangkan mengikuti hawa nafsu dapat memalingkan dari kebenaran. Ingatlah bahwa dunia ini akan segera berlalu sedangkan akhirat akan segera datang. Setiap orang mempunyai anak, karena itu maka jadilah kalian sebagai anak akhirat dan jangan sekali-kali kalian menjadi anak dunia. Sebab hari ini adalah untuk beramal tanpa hisab, sedangkan besok adalah untuk hisab bukan untuk beramal.”[6]
Adapun factor-faktor yang menghilangkan rasa takut kepada Allah menurut para ulama ada 4 faktor yaitu
1.      Kelalaian. Apabila kelalaian sudah menggelayuti hati, maka hati itu tidak bisa lagi untuk lurus dan konsisten, bahkan dia enggan untuk berdzikir dan tidak mampu tersentuh untuk selamanya
2.      Kemaksiatan. Kemaksiatan adalah factor utama yang menghalangi seorang hamba menggapai ridha Allah SWT. Apabila kemaksiatan semakin banyak, hati akan semakin gelap dan tidak berfungsi. Awalnya kemaksiaan itu akan menimbulkan kesempitan, baru menimbulkan kegelapan, kemudian menimbulkan kebiasaan. Kebiasaan adalah akibat paling akhir dan inilah yang menimpa orang-orang kafir. kegelapan menimpa orang fasik, sementara kesempitan menimpa orang beriman.
3.      memperbanyak hal-hal yang memperbolehkan. disinilah kebanyakan manusia terjatuh dan terjebak, seperti bermegah-megahan di dunia dan memperbanyak kekayaan duniawi, memperluas cakupannya, mengutamakan semua kenikmatannya sehingga tidak mengutamakan kepentingan akhirat dan tuntunan-tuntunan Allah.
4.      Menyia-nyiakan waktu. Mungkin perkara pertama yang dihisap dari seorang hamba di hari kiamat kelak adalah penyianyiannya terhadap waktu dihadapan Allah.[7]
      Jadi, dengan mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi dari hilangnya sifat takut kepada Allah, setiap orang hendaknya sadar terhadap adanya pengaruh-pengaruh tersebut.
C.    Kesimpulan
      Khauf adalah rasa takut kepada Allah Swt akan dosa-dosanya, atau khawatir jika Allah tidak senang padanya.
      Dalam kitabnya Ihya’Ulumuddin Al Ghazali juga membagi khauf kedalam 3 tingkatan, yaitu:
1.      khauf al awam (takutnya orang awam) yaitu takut akan hukuman dan keterlambatan pahala.
2.      khauf al khashshah (takutnya orang khusus), yaitu takut akan keterlambatan teguran.
3.      khauf al khashshah al khashshah (takutnya orang yang paling khusus) yaitu takut akan ketertutupan dengan nampaknya keburukan budi pekerti.
      factor-faktor yang menghilangkan rasa takut kepada Allah adalah antara lain kelalaian, kemaksiatan, memperbanyak hal-hal yang memperbolehkan, dan menyianyiakan waktu.


DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990).
Yakub Ismail. Ihya Ulumuddin(terj) (Singapura: Pustaka Nasional, 2007).  
M. Solihin. Tasawuf Tematik (Bandung: Pustaka Setia, 2003).
Anwar Rosibon dan Solihin Mukhtar. Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2004).
Aidh bin Abdullah Al-Qarni. Jangan Takut (Jakarta: Maghfirah Pustaka,2005).
Al-Jauziyyah Ibn Qayyim. Siraman Rohani (Jakarta: Lentera Basritama, 2000).





[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)
[2] Ismail Yakub, Ihya Ulumuddin(terj), (Singapura: Pustaka Nasional, 2007)jil.4, hal.32.  
[3]M. Solihin, Tasawuf Tematik (Bandung: Pustaka Setia, 2003) 27
[4] Rosibon Anwar dan Solihin Mukhtar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2004)75.
[5] Aidh bin Abdullah Al-Qarni, Jangan Takut, (Jakarta: Maghfirah Pustaka,2005) 9.
[6] Ibn Qayyim Al-Jauziyyah, Siraman Rohani, (Jakarta: Lentera Basritama, 2000) 78.
[7] Aidh bin Abdullah Al-Qarni, Jangan Takut, (Jakarta: Maghfirah Pustaka,2005)35-36.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Manfaat