Sabtu, 11 November 2017

PERAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA



Mata Kuliah Aspek Hukum Bank Islam”




 

PERAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Pertumbuhan market share perbankan syariah di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang berarti. Bank Indonesia pernah menargetkan bahwa pada akhir tahun 2008 perbankan syariah diproyeksikan akan mampu meraup lima persen pangsa pasar perbankan nasional. Namun ketika akhir periode tersebut, pangsa pasar perbankan syariah hanya mampu mencapai 2,14 persen dari lima persen yang diproyeksikan. Dan pencapaian Oktober 2011 masih di level 3,8 persen. Pencapain tidak sampai setengahnya dari target yang dicanangkan. Lambatnya pertumbuhan market share di Indonesia disebabkan oleh salah satunya adalah kurangnya peran pemerintah dalam membantu perbankan syariah. Sementara tetangga kita Malaysia mengalami pertumbuhan yang cukup baik dalam industri keuangan syariah karena dukungan penuh pemerintah. Pemerintah Malaysia telah memainkan peranan yang sangat pro-aktif dalam mengimplementasikan kebijakan orientasi pengembangan dan pemakaian hukum sebagai instrumen perubahan dan kontrol sosial. Political will pemerintah Malaysia begitu kuat hingga meminta perusahaan BUMN untuk menempatkan dananya di bank syariah. Sehingga sebagian besar dana yang terhimpun di bank syariah Malaysia adalah dana perusahaan BUMN. Di negara Jiran ini pemerintah sejak awal merupakan gerakan top to bottom, sehingga pertumbuhannya langsung melesat. Pemerintah setempat memberikan insentif pajak untuk menjadikan Malaysia sebagai pusat keuangan syariah internasional. Insentif pajakpun diberikan merata pada industri keuangan syariah, mulai dari bank syariah, takaful, management fund, pasar modal, hingga pengembangan SDM. Hal ini sangat berpengaruh sekali pada pengembangan industri keuangan disana. Sementara Indonesia, kendati di awal era abad 21 perbankan syariah mulai marak, namun perjalannya masih belum seperti yang diharapkan. Sekian lama berjuang sendirian, perbankan syariah baru mendapat perhatian pemerintah saat Undang-Undang Perbankan Syariah mulai digodok DPR. Pada 2008 Undang-Undang Perbankan Syariah pun lahir setelah melalui diskusi panjang antara anggota dewan, praktisi, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Dan sampai sekarang pun pemerintah masih setengah hati mendukung perbankan syariah, baik dari regulasi, kebijakan, maupun kontribusi aktif dalam pengembangan perbankan syariah. [1]

Dari pemaparan diatas perkembangan perbankan syariah di Indonesia tergolong lambat. Perbankan Syariah Indonesia yang berdiri sudah 20 tahun, market share-nya hanya mencapai di 3,8 persen saja. Di bandingkan dengan negara Malaysia, market share-nya 25 persen. Padahal populasi penduduk negara Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan negara Malaysia. Hal ini karena peranan pemerintah Indonesia tidak maksimal dalam mendukung kemajuan dan pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Negara Indonesia mungkin bisa menyaingi asset perbankan syariah di Malaysia jika pemerintah secara maksimal memberikan kontribusi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Dilansir dari Sharing: Outlook Keuangan Syariah Indonesia, menyebutkan bahwa peluang Indonesia untuk menjadi yang terdepan di industri perbankan syariah terbuka lebar. Saat ini nasabah bank syariah Indonesia mencapai 10 juta dan nasabah asuransi syariah 3,5 juta. Dengan total nasabah industri keuangan syariah sebanyak 13,5 juta. Jumlah itu sama dengan total populasi muslim Malaysia dan sedikit di bawah populasi Arab Saudi yang berjumlah 16 juta orang.[2] Hal ini merupakan potensi yang sangat besar untuk Indonesia, namun pemerintah belum bisa memanfaatkan peluang ini. Sebagai negara muslim terbesar di dunia banyak opsi yang bisa menjadikan negara Indonesia sebagai trendsetter keuangan syariah dunia. Di Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, telah muncul pula kebutuhan untuk adanya bank yang melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah. Keinginan ini kemudian tertampung dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 tahun 1992, sekalipun belum dengan istilah yang tegas, tetapi baru dimunculkan dengan memakai istilah “bagi hasil”. Baru setelah Undang-Undang No. 7 tahun 1992 itu diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998, istilah yang dipakai lebih terang-terangan. Dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 disebut dengan tegas istilah “Prinsip Syariah”. Lebih tegas lagi setelah dikeluarkannya Undan-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah tanggal 16 Juli 2008. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tersebut, bank dan syariah yang telah didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 sebagaimana kemudian telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 memperoleh dasar hukum yang khusus dan lebih kuat serta lebih tegas. Dan menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, bank yang kegiatan usahanya dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah tersebut secara teknis yuridis disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil”. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 tahun 1998, istilah yang dipakai ialah “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Oleh karena pedoman operasi bank tersebut adalah ketentuan-ketentuan syariah Islam, maka bank yang demikian itu disebut pula “Bank Syariah”. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah itu, sebagaimana menurut definisi yang disebutkan dalam pasal 1 Angka 7 undang-undang tersebut, bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah disebut Bank Syariah.[3] Oleh karena itu, kebijakan pemerintah mempunyai peranan signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya dalam perbankan syariah. Dukungan dari setiap elemen pemerintahan (posisi legislatif, yudikatif, dan eksekutif) ataupun aspirasi masyarakat sangat penting, agar tercipta sebuah kebijakan lembaga keuangan syariah. Dukungan dari masyarakat perbankan (ulama, cendekiawan muslim, akademisi dan praktisi perbankan) akan sangat diperhitungkan. Menurut Ramzi A. Zuhdi para praktisi dan akademisi memadukan teori dan praktek dalam pengkajian terhadap perkembangan kelembagaan keuangan syariah sangat tepat. Hal ini diperlukan sebagai bahan argumentasi dalam proses pembentukan kebijakan. Didukung pula dengan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga Islam lain dalam pembentukan kebijakan lembaga keuangan Islam, seperti Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI, International Centre for Development in Islamic Finance (ICDIF)-LPPI, Komite Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI-KAS), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES) dan lain-lain.[4] Kemungkinan salah satu cara yang bisa dicoba yakni bercermin pada sistem kebijakan pemerintah negara Malaysia dalam mengatur dan mengelola sistem perbankan syariah. Terkait kebijakan atau peran pemerintah dalam mengembangkan perbankan syariah, pemerintah juga harus melihat permasalahan-permasalahan yang menghambat dalam pengembangan perbankan syraiah, sehingga dengan tepat pemerintah akan mengelurakan kebijakan secara nyata perihal pengembangan perbankan syariah di Indonesia.  Diantaranya permasalahan tersebut adalah pemahaman masyarakat yang dirasa belum tepat terhadap kegiatan atau sistem operasional perbankan syariah, belum banyak jaringan kantor syariah di Indonesia, minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian dalam perbankan syariah, kepercayaan masyarakat terhadap bank konvensional masih tinggi, kita mengetahui bahwa bank konvensional, yang berdiri sejak kemerdekaan Indonesia, sudah mendarah daging dan melekat di setiap pribadi masyarakat. Tidak bisa dipungkiri sampai saat ini bahwa masyarakat Indonesia masih mempercayai pelayanan bank konvensional, baik dari segi pembiayaan (financing), penghimpun dana (funding) maupun jasa (service), dan ini yang paling penting yakni peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi operasioanal perbankan syariah di Indonesia. Jika sudah mengetahui hal tersebut seharusnya pemerintah segera bertindak, mengingat Indonesia sangat berpotensi besar untuk menjadi sentral perbankan syariah. Perkembangan kehidupan perbankan syariah dari suatu negara sangat tergantung kepada dukungan peraturan perundang-undangan yang mengatur perbankan syariah yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan perbankan syariah itu sendiri. Kita mengetahui bahwa pengelolaan operasional perbankan syariah adalah sesuai dengan syariat Islam, dalam operasionalnya perbankan syariah dengan sistem bagi hasil, pada sisi pengerahan dana mendukung program pemerintah dalam upaya pemerataan pendapatan secara adil. Pada sisi penyaluran dana, dimana perbankan syariah mampu memper-luas daya jangkau dan penertrasi penyaluran dana ke semua lapisan masyarakat, akan mendukung program pemerintah dalam upaya perluasan kesempatan berusaha, upaya perluasan kesempatan kerja, dan mendukung upaya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan pemerintah dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, salah satunya menempatkan dana BUMN ke perbankan syariah, hal ini juga diperlukan terkait suplai dana pemerintah terhadap pengembangan perbankan syariah. Semua pemaparan diatas merupakan hal yang perlu dipertimbangkan pemerintah untuk sepenuh hati memberikan kebijakan terhadap pengembangan perbankan syariah di Indonesia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah tentang lembaga keuangan syariah adalah keberadaan perbankan syariah diharapkan dapat mendorong perkembangan perekonomian suatu negara, oleh karenanya pemerintah sudah seharusnya mendukung secara penuh dalam memberikan kontribusinya terhadap perkembangan perbankan syariahBeberapa negara yang didukung penuh oleh pemerintahnya, mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat, tidak hanya bisa bersaing dengan perbankan konvensional, tetapi juga mampu menjadi perbankan syariah terbesar, seperti Malaysia dan negara-negara lain. Pemerintah Indonesia harus belajar dari negara-negara lain yang lebih dulu memiliki perbankan syariah dan berhasil dalam mengembangkan jaringannya. Pengembangan jaringan perbankan syariah, terutapa ditujukan untuk menyediakan akses pelayanan jasa bank syariah. Selain itu, dengan semakin berkembangannya jaringan-jaringan syariah, akan mendukung pembentukan pasar uang antar bank yang sangat penting dalam mekanisme operasional perbankan syariah sehingga berkembang secara pesat. pengembangan jaringan perbankan syariah dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya, pembukaan kantor cabang syariah bagi bank konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, peningkatan kualitas bank umum syariah dan bank perkreditan rakyat syariah yang telah berjalan atau beroperasi. Pemerintah perlu juga mencoba mendorong BUMN untuk menempatkan dananya ke perbankan syariah, seperti apa yang dilakukan pemerintah Malaysia, dalam upaya mempercepat pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Dan diharapkan Indonesia akan mampu untuk menjadi pemimpin perbankan syariah dunia. Selain itu, dalam rangka menjadikan Indonesia center ekonomi dunia dalam hal ini adalalah pengembangan perbankan syariah, pemerintah perlu menyiapkan anggaran yang signifikan, akselerasi daya saing industry ekonomi syariah. Untuk itu semua pihak harus mendukung dalam membangun fondasi, regulasi, persaingan industry yang sehat, pelaku industry modern, serta penggunaan teknologi tepat guna untuk industry yang baik sesuai dengan kebijakan pemerintah dan hukum yang mengatur di dalamnya. Kesimpulan secara keseluruahn dari opini di atas, bahwa pemerintah harus segera membangun industry perbankan syariah lebih maju ladi, dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang mampu mem back-up pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Oleh karena itu pemerintah harus sepenuh hari dalam membangun perbankan syariah Indonesia, untuk membantu meningkatkan perekonomian Indonesia.




[1]http://republika.co.id
[2] Sharing,2012: Outlook Keuangan Syariah Indonesia, dalam Jurnal ekonomi dan Hukum Islam “Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Perkembangan Syariah di Indonesia” Vol. 2 No.1, 2012
[3]Sutan Remy Syahdeini, Perbankan Syariah; Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta: Jayakarta Agung Offset, 2010),30-31.
[4] Ramzi A. Zuhd, Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2010, (Jakarta: Direktorat Bank Syariah BI, 2009), 14. dalam jurnal “Kebijakan Pemerintah Tentang  Lembaga Keuangan Syariah Era Reformasi” Vol. XIV, No. 2, Juli 2014 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Manfaat