Minggu, 05 November 2017

MAKALAH TUJUAN HUKUMAN DAN TERAPI SOSIAL


MAKALAH TUJUAN HUKUMAN DAN TERAPI SOSIAL
  
Mata kuliah Fiqh




BAB I 
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap Negara  tentunya mempunyai hukum masing-masing untuk menangani  kasus-kasus kejahatan yang terjadi di negaranya. Setiap kasus kejahatan tentunya berbeda-beda hukumannya. oleh sebab itu, untuk mengetahuinya kita perlu mempelajari setiap hukuman yang masih berlaku serta tujuan diadakannya sebuah hukuman itu.
Dalam lingkup hukuman tak lepas pula tentang setiap terapi yang digunakannya, terapi itu meliputi berbagai jenis dan bertujuan untuk menyembuhkan pelaku hukuman.
Maka dari itu, disini kita akan membahas  mengenai tujuan hukuman serta terapi sosial secara lebih mendalam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari hukuman?
2.      Apa saja macam-macam hukuman?
3.      Apa saja syarat-syarat hukuman?
4.      Bagaimana tujuan hukuman dalam hukum islam?
5.      Bagaimana tujuan hukuman dalam hukum positif?
6.      Bagaimana kolerasi antara hukuman dengan terapi sosial?

C.     Tujuan
1.    Mengetahui pengertian dari hukuman.
2.    Mengetahui apa saja macam-macam hukuman.
3.    Mengetahui apa saja syarat-syarat hukuman.
4.    Mengetahui tujuan hukuman dalam hukum islam.
5.    Mengetahui tujuan hukuman dalam hukum positif.
6.    Mengetahui kolerasi antara hukuman dengan terapi sosial.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukuman
Hukuman dalam bahasa Arab ’uqubah. Lafadz ‘uqubah menurut bahasa berasal dari kata   ((عقب bersinonim (خلفه وجاء بعقبه) yang artinya mengiringi dan datang dibelakangnya. Dari pengertian tersbut dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia mengiringi perbutan dan dilaksanakan sesudah perbuatan itu dilakukan.
Dalam bahasa Indonesia, hukuman diartikan sebagai “siksa dan sebagainya", atau "keputusan yang dijatuhkan oleh hakim”.
Hukum Islam dapat dipahami sebagai sebuah hukum yang beersumber dari ajaran syari’at Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai seperangkat aturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat maupun sebuah ketentuan yang ditetapkan oleh penguasa.[1]
Menurut Sudarto seperti yang dikutip oleh Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad, pengertian pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan Saleh yang juga di kutip oleh Mustafa Abdullah, pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.
Wirjono Prodjodikoro rnengemukakan bahwa pidana berarti yang dipidanakan, yaitu yang oleh instansi yang berkuasa  dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas dapat diambil intisari bahwa hukuman atau pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa, atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan yang diberikan dengan sengaja oleh badan yang berwenang kepada seseorang yang cakap menurut hukum yang telah melakukan perbuatan atau peristiwa.[2]

B.     Macam-macam Hukuman
1.      Berdasarkan pertalian hukuman yang satu dengan yang lain ada 4 jenis hukuman yaitu :
a)      Hukuman Pokok
Hukuman utama yang dijatuhkan kepada si pelaku kejahatan. Dalam hal ini hakim hanya  memberikan hukuman kepada si pelaku kejahatan hanya sesuai dengan nashnya. Seperti Hukuman mati bagi orang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja.
b)      Hukuman Pengganti
Hukuman yang diterapkan sebagai pengganti karena hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan kkarena suatu hal. Seperti hukuman diyat  dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan sengaja, yang dimaafkan oleh keluarga korban.
c)      Hukuman Tambahan
Suatu hukuman yang menyertai hukuman pokok tanpa adanya keputusan hakim. Seperti seorang yang membunuh pewaris, dia tidak akan mendapat warisan dari harta si terbunuh (hukuman tambahan)
d)      Hukuman Pelengkap
Suatu tambahan hukuman pokok melalui keputusan hakim sendiri. Seperti pemecatan terhadap pegawai PNS yang telah melakukan kejahatan.

2.      Berdasarkan kewenangan hakim dalam memutuskan perkara ada 2 jenis hukuman yaitu :
a)      Hukuman yang bersifat terbatas berdasarkan hukuman yang telah ditetukan besar kecilnya. Dalam hal ini hakim tidaak bisa menentukan (menambah/mengurangi) hukuman tersebut atau menggantinya dengan hukuman lain. Seperti hukum dera bagi pezina 100 kali.
b)      Hukuman yang memiliki alternatif untuk dipilih antara batas tertinggi  dan batas terendah. Dalam hal ini hakim dapat memilih jenis hukuman yang dianggap mencerminkan keadilan bagi terdakwa. Namun hukuman-hukuman ini masih dalam kelompok ta’zir.
3.      Berdasarkan dari segi besarnya hukuman ada 2 jenis yaitu:
a.       Hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya.  Dimana hakim harus melaksanakannya tanpa ditambah atau dikurangi sedikitpun dalam hukuman tersebut.
b.      Hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk dipilihnya dari sekumpulan  hukuman-hukuman yang ditetapkan oleh syara’ agar bisa disesuaikan dengan keadaan pembuat dan perbuatannya.
4.      Berdasarkan dari segi dilakukannya hukuman ada 3 jenis hukuman diantaranya adalah :
a.       Hukuman badan, yaitu yang dijatuhkan atas badan seperti hukuman mati, dera, penjara, dsb.
b.      Hukuman jiwa, yaitu yang dikenakan atas jiwa seseorang bukan badannya, seperti ancaman, peringatan, dan teguran.
c.       Hukuman-harta, yaitu yag dikenakan terhadap harta seseorang seperti diyat, denda, dan perampasan harta.
5.      Berdasarkan dari segi macamnya jarimah yang diancam ada 4 jenis hukuman yaitu:
a.       Hukuman hudud, yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah hudud.
b.      Hukuman diyat-qisas, yaitu yang ditetapkan atas jarimah-jarimah diyat-qisas.
c.       Hukuman kafarat, yaitu yang ditetapkan untuk sebagai jarimah qisas dan diyat dan beberapa jarimah ta’zir.
d.      Hukuman ta’zir, yaitu yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah ta’zir.[3]

C.     Syarat-syarat Hukuman
Agar hukuman itu diakui keberadaannya maka harus dipenuhi tiga syarat. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai  berikut:
1.      Hukuman Harus ada Dasarnya dari Syara’
Hukum dianggap mempunyai dasar (Syar'iyah) apabila ia didasarkan kepada sumber-sumber syara’. seperti Alquran, As-Sunnah. Ijma’ atau undang-undang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang (ulil amri) seperti dalam hukuman ta’zir. Dalam hal hukuman ditetapkan oleh Ulil amri maka disyaratkan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syara’. Apabila bertentangan tentu hukuman tersebut menjadi batal. Dengan adanya persyaratan tersebut maka seorang hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman atas dasar pemikirannya sendiri walaupun ia berkeyakinan bahwa hukuman tersebut lebih baik dan lebih utama daripada hukuman yang telah ditetapkan.
2.      Hukuman Harus Bersifat Pribadi (Perorangan)
Hukum disyariatkan harus bersifat pribadi atau perorangan. Ini mengandung arti bahwa hukuman harus dijatuhkan kepada orang yang melakukan tindak pidana dan tidak mengenai orang lain yang tidak bersalah. Syarat ini telah dibicarakan berkaitan dengan masalah pertanggung jawaban.
3.      Hukuman Harus Berlaku Umum
Selain dua syarat yang disebutkan diatas, hukuman juga disyaratkan harus berlaku umum. Ini berarti hukuman harus berlaku untuk semua orang tanpa adanya diskriminasi, apa pun pangkat, jabatan, status dan kedudukannya. Didepan hukum semua orang statusnya sama, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, antara pejabat dengan rakyat biasa, antara bangsawan dengan rakyat jelata.[4]
D.    Tujuan Hukuman Dalam Hukum Islam[5]
1.      Pencegahan serta Pembalasan (ar-radhu waz zahru)
Pencegahan berarti suatu hukuman yang dijatuhkan kepada seseorang. Dan dalam hal ini si pemberi hukuman bertujuan untuk memberi suatu pandangan kepada orang lain bahwasannya apabila  orang lain melakukan kejahatan yang sama dengan apa yang dilakukan oleh pelaku kejahatan tersebut maka dia akan merasa ridak ingin melakukan kejahatan yang sama, karena dia tidak ingin mendapatkan hukuman yang sama, Ini merupakan pencegahan kolektif. Sedangkan untuk pencegahan khusus  yaitu tercegahya seorang pelaku kejahatan untuk tidak melakukan kejahatan lagi melalui penderitaan akibat dipidana atau timbul dari kesadaran pribadi selama menjalani hukuman.[6] Sedangkan Pembalasan merupakan hukuman yang dijatuhkan oleh seseorang agar pelaku kejahatan merasakan akibatnya apabila dia melakukan kejahatan.
Yang berarti bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum harus dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan nas.

2.      Perbaikan serta Pengajaran (al-ishlah wat tahdzib)
Perbaikan berarti memberikan hukuman dengan tujuan memperbaiki pelaku kejahatan, baik  dalam bentuk nilai moral maupun yang lainnya. Dan dengan ini pelaku kejahatan tidak akan mengulangi perbuatan yang sama yang melanggar hukum. Dan hukuman ini diterapkan sebagai suatu usaha untuk mengubah sikap dan perilaku dari pelaku. Pengajaran berarti Hukuman yang diberikan kepada pelaku pada dasarnya juga sebagai uaya mendidikya agar menjadi orang yang baik dan menjadi anggota masyarakat yang baik pula. Dimana realisasi dalam pengajaran disini adalah dengan cara  mengajarkan bahwa perbuatan yang dilakukannya itu telah mengganggu hak orang lain, baik itu material maupun non material dan merupakan suatu pemerkosaan terhadap hak orang lain.

E.     Tujuan Hukuman Dalam Hukum Positif
Sebelum timbulnya teori terbaru tentang tujuan hukuman, hukum positif telah mengalami beberapa fase, fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Fase Balasan Perseorangan
Pada fase ini, hukuman berda di tangan perseorangan yang bertindak atas
dasar perassaan hendak menjaga diri mereka dari penyerangan dan dasar naluri hendak membalas orang yang menyerangnya.
2.      Fase Balasan Tuhan dan Balasan Umum
Adapun yang dimaksud dengan balasan Tuhan adalah bahwa orang yang
berbuat harus menebus kesalahannya, sedangkan balasan umum adalah agar orang yang berbuat merasa jera dan orang lain pun tidak berani meniru perbuatannya.
Hukuman yang didasarkan atas balasan ini tidak lepas dari unsur-unsur negatif seperti berlebihan dan melampaui batas dalam memberikan hukuman.
3.      Fase Kemanusiaan
Pada fase kamanusiaan prinsip-prinsip keadilan dan kasih sayang dalam
mendidik dan memperbaiki diri orang yang berbuat telah mulai dipakai. Bahkan memberi pelajaran dan mengusahakan kebaikan terhadap diri pelaku merupakan tujuan utama. Pada fase tersebut muncul teori dari sarjana Italia Becaria yang mengatakan bahwa suatu hukuman harus dibatasi dengan batas-batas keadilan dan kepentingan sosial
.
4.      Fase Keilmuan
Pada fase ini munculah aliran Italia yang didasarkan kepada tiga pikiran yaitu sebagai berikut:
a)      Hukuman mempunyai tujuan dan tugas ilmiah yang melindungi
masyarakat dari perbuatan-perbuatan jarimah dengan cara pencegahan.
b)      macam, masa, dan bentuk hukuman bukanlah aturan-aturan abstrak yang mengharuskan diperlakukannya perbuatan-perbuatan hukuman dalam tingkatan dan keadaan yang sama. Bessarnya hukuman juga harus memperhatikan berbagai faktor seperti keadaan pelaku. Faktor-faktor yang mendorongnya dan keadaannya dimana hukuman itu terjadi.
c)      Kegiatan seseorang dalam memerangi hukuman, selain ditunjukan
kepada para pelakunya juga harus ditunjukan untuk menanggulangi sebabsebab dan faktor-faktor yang menimbulkan hukuman tersebut.[7]

F.      Kolerasi Hukuman Dan Terapi Sosial
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, maka perlu terbentuknnya hukum sebagai sosial control dan terapi sosial masyarakat, yaitu sehingga tercapainya keserasian antara stabilitas, dengan perubahan masyarakat. Salah satu adannya hukum adalah menjadikan remidial (terapi sosial) yang artinnya dapat mengembalikan situasi pada keadaan semula. Dengan cara masing- masing pihak yang bersengketa mencari upaya untuk menyelesaikan secara kompromistis.[8]
Karena dengan diadakannya hukuman serta terapi sosial ini akan menjadikan sipelaku jera untuk mengulangi perbuatannya.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengertian hukuman adalah suatu bentuk balasan bagi seseorang yang atas perbuatannya melanggar ketentuan hukum syara’ atau pembalasan perbuatan jahat, pencegahan secara umum, dan pencegahan secara khusus serta perlindungan terhadap hak-hak si korban kejahatan.
Hukuman  memiliki beberapa macam serta syarat yang  bertujuan untuk membuat sipelaku kejahatan menyadari kesalahannya. Karena hal tersebutlah munculah sebuah terapi yang bisa mengembalikan jiwa sosialnya seperti semula, atau sering disebut dengan terapi sosial. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kembali jiwa kemanusiaannya yang hilang karena sering melakukan tindakan kejahatan.
Maka dari itu hubungan antara tujuan hukuman dengan terapi sosial ini sangat penting dan tidak bisa dipisahkan.











DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah).
Hanafi, Ahmad. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1967.
Imron, Ali. Membumikan Asas Hukum Islam di Indonesia. Semarang: Pustaka Pelajar, 2015.       
Munajat, Makhrus. Hukum Pidana Islan Di Indonesia. Yogyakarta: Teras,2009.
Muslich, Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Soekanto, Soerdjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2002.







[1]Ali Imron, Membumikan Asas Hukum Islam di Indonesia,(Semarang: Pustaka Pelajar,2015),29.
[2] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 140-141.
[3] Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Bulan Bintang, 1967), 285-287.
[4] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, 141
[5] Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), 63
[6] Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islan Di Indonesia (Yogyakarta: Teras,2009), 128.
[7] Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, 281-284.
[8] Soerdjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 14-19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Manfaat