PENELITIAN
AGAMA DAN PENELITIAN KEAGAMAAN
Mata kuliah Metodologi Studi Islam
A. PENGERTIAN “KONTRUKSI TEORI” PENELITIAN
AGAMA
1. Pengertian Kontruksi dan Penelitian
Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S
Poerwadarminta mengartikan kontruksi adalah cara membuat (menyusun) bangunan-bangunan
(jembatan dan sebagainya); dan dapat pula berarti susunan dan hubungan kata di
kalimat atau di kelompok kata. Sedangkan teori berarti pendapat yang
dikemukakan sebagai suatu keterangan menjadi suatu keterangan mengenai suatu
peristiwa atau kejadian; dan berarti pula asas-asas dan hukum-hukum umum yang
menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan. Selain itu, teori dapat
pula berarti pendapat, cara-cara, dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.
Dalam
ilmu penelitian, teori-teori itu pada hakikatnya merupakan pernyataan mengenai
sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala yang
diteliti dari satu atau beberapa faktor tertentu dalam masyarakat, misalnya
ingin meneliti gejala bunuh diri. Harus mengetahui tentang teori integrasi atau
kohesi sosial dari Emile Durkheim (seorang ahli sosiologi Perancis kenamaan),
yang mengatakan adanya hubungan positif antara lemah dan kuatnya integrasi
sosial dan gejala bunuh diri. Integrasi atau kohesi sosial dapat memberi
dukungan batin kepada para anggota kelompok yang mengalami berbagai kegelisahan
dan tekanan jiwa hebat.
Yang
dimaksud dengan “konstruksi teori” adalah susunan atau bangunan dari suatu
pendapat, asas-asas atau hukum-hukum mengenai sesuatu yang antara satu dengan
lainnya saling berkaitan, sehingga membentuk suatu bangunan.
Penelitian
berasal dari kata teliti yang artinya cermat, seksama, pemeriksaan yang
dilakukan secara seksama dan teliti, dan dapat pula berarti penyelidikan. Penelitian
(research) merupakan proses penyelidikan yang berjalan sesuai dengan
ketetapan-ketetapan dalam ilmu pengetahuan tentang penelitian atau methodology of research. Tujuannya
adalah mencari kebenaran objektif yang disimpulkan melalui data-data yang
terkumpul.
Dengan
demikian, penelitian mengandung arti upaya menemukan jawaban atas sejumlah
masalah berdasarkan data-data yang terkumpul. Agar proses penelitian bersifat
ilmiah, maka harus sistematis, terkontrol, bersofat empiris (bukan spekulatif),
dan harus kritis dalam penganalisisan data-data yang berhubungan dengan
dalil-dalil hipotesis yang menjadi pendorong mengapa penelitian itu dilakukan.
Penelitian
dapat dirumuskan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu
masalah. Ini adalah cara untuk memperoleh informasi yang berguna dan dapat
dipertanggungjawabkan. Tujuannya untuk menemukan jawaban terhadap persoalan
yang berarti melalui penerapan prosedur-prosedur ilmiah. Suatu penyelidikan
harus melibatkan pendekatan ilmiah agar dapat digolongkan sebagai penelitian.
2. Pengertian agama
Pengertian
agama menurut R.R Maret ahli antropologi Inggris adalah yang paling sulit dari
semua perkataan untuk didefinisikan karena agama menyangkut lebih daripada
hanya pikiran, yaitu perasaan dan kemauan juga, dan dapat memanifestasikan
dirinya menurut segi-segi emosionalnya walaupun idenya kabur. Mendefinisikan
agama dapat juga dilakukan, meskipun sangat minimal, seperti yang diberikan
E.B.Taylor yaitu bahwa agama adalah kepercayaan terhadap kekuatan gaib.
Definisi
agama menurut J..G.frazer adalah suatu ketundukan atau penyerahan diri kepada
kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia yang dipercaya mengatur dan
mengendalikan jalannya alam dan kehidupan manusia. Frazer mengatakan bahwa
agama terdiri dari dua elemen, yakni yang bersifat teoritis dan bersifat
praktis. Yang bersifat teoritis berupa kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan
yang lebih tinggi daripada manusia, sedangkan yang bersifat praktis ialah usaha
manusia untuk tunduk kepada kekuatan-kekuatan tersebut serta usaha
menggembirakan.
Harun
Nasution berdasarkan analisisnya terhadap berbagai kata yang berkaitan dengan
agama, yaitu al-din, religi, dan kata agama itu sendiri
sampai pada kesimpulan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di
atas ialah ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan
dipatuhi manusia. Berdasarkan rumusan tersebut, Harun Nasution menyebutkan delapan
macam definisi agama. Dua diantaranya adalah :
a. Agama berarti pengakuan terhadap adanya
hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
b. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup
yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia
dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia tersebut.
Empat unsur penting yang terdapat
dalam agama menurut Harun Nasution, yaitu :
a. Unsur kekuatan gaib yang dapat mengambil
bentuk dewa, Tuhan, dan sebagainya.
b. Unsur keyakinan manusia bahwa
kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat nanti amat bergantung
kepada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud.
c. Unsur respons yang bersifat emosinal dari
manusia yang dapat mengambil bentuk perasaan takut, cinta, dan sebagainya.
d. Unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan
suci yang dapat mengambil bentuk kekuatan gaib, kitab yang mengandung ajaran-ajaran
agama yang bersangkutan, dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.
Bagi pemeluk agama samawi, agama
memiliki kriteria yang jelas karena telah disebutkan dalam kitab-kitab sucinya
dan agama bukan ciptaan manusia, melainkan berasal dari Tuhan, sehingga
asal-usulnyapun tidak bersumber pada kondisi dan situasi alam sekitar atau
masyarakat. Sedangkan kaum agamawan mendefinisikan agama sebagai suatu
peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk
memegang peraturan Tuhan itu atas pilihannya sendiri untuk mencapai kebaikan
hidup dan kebahagiaan kelak di akhirat.
Agama samawi memiliki ciri-ciri
antara lain :
1. Berasal dari Tuhan, karena Mahabenar,
agama pun mutlak benar.
2. Diperuntukkan bagi orang-orang yang
berakal.
3. Dianut berdasarkan pilihan kemauannya
sendiri.
4. Menawarkan kebaikan hidup di dunia dan
kebahagiaan hidup di akhirat.
Menurut H.M.Arifin mengatakan bahwa
agama sebagai elemen yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia sejak
zaman prasejarah sampai zaman modern sekarang ini dapat dilihat dari dua segi,
yaitu dari segi bentuk dan isinya. Jika dalam segi bentuknya, agama dapat
dipandang sebagai kebudayaan batin manusia yang mengandung potensi psikologis
yang mempengaruhi jalan hidup manusia. Sedangkan bila dilihat dari segi isinya,
agama adalah ajaran atau wahyu Tuhan yang dengan sendirinya tak dapat
dikategorikan sebagai kebudayaan. Segi kedu ini hanya berlaku bagi agama-agama
samawi (wahyu), sedangkan bagi agama-agama yang sumbernya bukan wahyu, dapat
dipandang baik bentuk maupun isinya adalah kebudayaan. Yang dapat diteliti
untuk agama samawi adalah hanya bagian atau segi bentuknya yang dipandang sebagai
kebudayaan batin manusia.
Berdasarkan pendapat tersebut,
kegiatan penelitian terhadap agama budaya dapat dilakukan baik terhadap isinya
maupun bentuknya. Penelitian terhadap agama samawi hanya dapat dilakukan
terhadap bentuk atau praktik yang tampak dalam kehidupan sosial, dan bukan
terhadap isinya. Isi agama samawi sebagaimana terdapat di dalam al-Qur’an dan
hadis mutawatir atau hadis sahih. Ajaran yang terdapat di dalam al-Qur’an, baik
yang berkenaan dengan akidah, ibadah, akhlak, maupun kehidupan akhirat, dan
lain sebagainya adalah hukum yang pasti benar.
Yang harus diteliti adalah bentuk
pengalaman dari ajaran agama tersebut, atau agama yang nampak dalam perilaku
penganutnya. Misalkan, dapat meneliti tingkat keimanan dan ketakwaan yang
dianut masyarakat. Jadi, yang diteliti seberapa jauh tingkat kepedulian umat
Islam terhadap penanganan masalah-masalah sosial sebagai panggilan ajaran
agamanya. Selanjutnya meneliti cara-cara yang ditempuh umat Islam dalam
melaksanakan dakwah Islamiyah, pendidikan Islam, cara mengajarkan agama Islam,
pemahaman umat Islam terhadap ajaran agama serta pengahayatan dan
pengamalannya. Penelitian terhadap masalah-masalah tersebut sama sekali tidak
akan mengganggu atau mengubah ajaran agama yang terdapat di dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah, malah sebaliknya akan mendukung upaya-upaya pelaksanaan ajaran
al-Qur’an dan as-Sunnah tersebut dalam kenyataan sosial.
Penelitian agama juga dapat dilakukan
dalam upaya menggali ajaran-ajaran agama yang terdapat dalam kitab suci
tersebut serta kemungkinan aplikasinya sesuai dengan perkembangan zaman.
Berbagai pendekatan dan teori yang berkenaan dengan pemahaman agama yang pernah
dilakukan generasi terdahulu dapat diteliti secara seksama sebagai bahan
perbandingan bagi generasi berikutnya, dan juga untuk dilihat situasi dan
kondisi yang melatarbelakangi timbulnya paham agama demikian penelitian, serta
kemungkinan penerapannya di masa sekarang.
3. Pengertian Penelitian Agama
Berdasarkan
uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan telaah
“kontruksi teori” penelitian agama adalah suatu upaya memeriksa, mempelajari,
meramalkan, dan memahami secara seksama susunan atau bangunan dasar-dasar atau
hukum-hukum dan ketentuan lainnya yang diperlukan untuk melakukan penelitian
terhadap bentuk pelaksanaan ajaran agama sebagai dasar petimbangan untuk
mengembangkan pemahaman ajaran agama sesuai tuntutan zaman. Sedangkan yang
dimaksud penelitian agama adalah pendekatan ilmiah yang diterapkan untuk
menyelidiki masalah-masalah agama. Upaya ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi yang berguna dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai berbagai
masalah agama dari segi bentuk pelaksanaannya.
B. MACAM – MACAM PENELITIAN
Penelitian
dapat mengambil bentuk bermacam-macam tergantung dari sudut pandang mana yang
akan digunakan untuk melihatnya. Dilihat dari segi hasil yang ingin dicapainya,
penelitian dapat dibagi menjadi penelitian menjelajah (exploratory atau deskriptif) dan penelitian yang bersifat
menerangkan (explanatory). Dalam
penelitian yang bersifat menjelajah, di mana pengetahuan mengenai persoalan
masih sangat kurang atau belum ada sama sekali, teori-teorinya belum ada atau
belum diperlukan. Demikian juga dengan penelitian yang bersifat deskriptif.
Sedangkan dalam penelitian yang bersifat menerangkan di mana sudah pasti ada
teori-teori yang menjadi dasar hipotesis-hipotesis yang akan diuji, jelas
memerlukan teori.
Dilihat
dari segi bahan-bahan atau objek yang akan diteliti, penelitian dapat dibagi
menjadi penelitian kepustakaan (library
research) dengan menggunakan bahan-bahan tertulis seperti manuskrip, buku,
majalah, dan dokumen lainnya; dan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari
sasaran penelitian yang selanjutnya disebut informan atau responden melalui
instrumen pengumpulan data seperti angket, wawancara, dan observasi.
Dilihat
dari segi cara menganalisisnya, penelitian dapat dibagi menjadi penelitian yang
bersifat kualitatif dan yang bersifat kuantitatif. Penelitian kualitatif
dilakukan terhadap objek penelitian yang bersifat sosiologis; sedangkan
penelitian kuantitatif dilakukan terhadap objek penelitian yang bersifat fisik,
material, dan dapat dihitung jumlahnya. Sikap keagamaan, kecerdasan, pengaruh
kebudayaan, dan sebagainya adalah objek penelitian yang bersifat kualitatif.
Sedangkan objek penelitian yang sifatnya ingin mengetahui jumlah para lulusan,
jumlah orang yang melanggar peraturan, dan sebagainya dapat dilakukan
penelitian yang bersifat kuantitatif.
Dilihat
dari segi metode dasar dan rancangan penelitian yang digunakan, penelitian
dapat dibagi menjadi penelitian yang bersifat historis, perkembangan, kaus,
korelasional, kausal-komparatif, eksperimen sungguhan, eksperimen semu, dan
penelitian tindakan (action research).
Berbagai macam penelitian yang didsarkan pada segi metode dan rancangannya ini
dapat dikemukakan sebagai berikut.
1. Penelitian Historis (Historical Research)
a. Tujuannya untuk membuat rekontruksi masa
lampau secara sistematis dan objekif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi,
memverifikasi serta mensistematisasikan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan
memperoleh kesimpulan yang kuat.
b. Ciri-cirinya antara lain:
i. Bergantung kepada daya yang diobservasi
oleh peneliti sendiri
ii. Harus tertib, ketat, sistematik dan
tuntas, dan bukan sekedar mengoleksi informasi-informasi yang tak layak, tak
reliabel dan berat sebelah
iii. Bergantung pada data premier dan data
sekunder. Data sekunder diperoleh dari sumber primer, sedangkan data sekunder
diperoleh dari sumber sekunder
iv. Harus melakukan kritik eksternal dan
kritik internal. Kritik eksternal menanyakan apakah dokumen itu otentik atau
tidak; sedangkan kritik internal harus menguji motif, berat sebelah, dan
sebagainya.
2. Penelitian Kasus dan Penelitian Lapangan
a. Tujuan untuk mempelajari secara intensif
tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit
sosial; individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.
b. Ciri-cirinya antara lain:
i. Penelitian kasus dan penelitian mendalam
mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan
terorganisasi dengan baik mengenai unit tersebut
ii. Cenderung untuk meneliti jumlah unit yang
kecil, tetapi mengenai variabel-variabel dan kondisi-kondisi yang berjumlah
besar
3.
Penelitian
Korelasional (Correlational Research)
a.
Tujuannya
untuk mendeteksi sejauhmana variasi-variasi padasuatu faktor dengan variaisi-variasi
pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisiensi korelaso.
b.
Ciri-cirinya
antara lain:
i. Cocok dilakukan bila variabel-variabel
yang diteliti rumit dan/atau tak dapat diteliti dengan metoede eksperimental
atau tak dapat dimanipulasikan
ii. Studi macam ini memungkinkan pengukuran
beberpa variabel dan saling hubungannya secara serentak dalam keadaan
realistiknya
4.
Penelitian
Kausal-Komparatif (Causal Comparative
Research)
a.
Tujuannya
untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara berdasar atas
pengamatan terhadap akibat yang ada mencari kembali faktor yang mungkin menjadi
penyebab melalui data tertentu.
b.
Ciri-cirinya
antara lain:
i. Bahwa data dikumpulkan setelah semua
kejadian yang dipersoalkan berlangsung (lewat masanya). Peneliti mengambil satu
atau lebih akibat (sebagai dependen variabel) dan menguji data itu dengan
menelusuri kembali ke masa lampau untuk mencari sebab-sebab saling hubungan dan
maknanya.
5.
Penelitian
Eksperimental Sungguhan
a.
Tujuannya
untuk menyelidiki kemungkinan kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara
mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental dan memperbandingkan hasil-hasilnya
dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenal kondisi perlakuan.
b.
Ciri-cirinya
antara lain:
i.
Menurut
pengaturan variabel-variabel dan kondisi-kondisi eksperimental secara tertib
ketat, baik dengan kontrol atau manipulasi langsung maupun dengan menggunakan
pengaturan acak.
ii.
Secara
khas menggunakan kelompok kontrol sebagai garis dasar untuk membandingkan
dengan kelompok-kelompok yang dikenai perlakuan eksperimental
6.
Penelitian
Tindakan (Action Research)
a.
Tujuannya
untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan baru baru atau cara pendekatan
baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di dunia kerja atau
dunia aktual yang lain.
b.
Ciri-cirinya
antara lain:
i.
Praktis
dan langsung relevan untuk situasi aktual dalam dunia kerja
ii.
Fleksibel
dan adaptif, memperbolehkan perubahan-perubahan selama masa penelitiannya dan
mengorbankan kontrol untuk kepentingan inovasi
7.
Penelitian
Survei
a.
Tujuanya
i.
Untuk
maksud penjajagan (eksploratif)
ii.
Untuk
menggambarkan (deskriptif)
iii.
Untuk
penjelasan (explanatory) atau
penegasan (conformatory) yakni untuk
menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis
iv.
Untuk
keperluan penilaian (evaluasi)
v.
Untuk
memprediksi atau meramalkan kejadian-kejadian yang mungkin akan timbul di masa
mendatang
vi.
Untuk
digunakan sebagai bahan atau landasan bagi penelitian yang bersifat operasional
vii.
Sebagai
upaya untuk mengembangkan indikator-indikator sosial
b.
Ciri-cirinya
antara lain:
i.
Mengambil
sampel dari satu populasi
ii.
Menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpulan data
8.
Grounded Research
a.
Tujuannya
untuk mengkritik para peneliti yang berlebihan terhadap teori-teori yang sangat
umum
b.
Ciri-cirinya
antara lain:
i.
Bersifat
kualitatif
ii.
Penelitian
data menggunakan wawancara bebas
iii.
Tanpa
teori atau hipotesis yang akan diuji
iv.
Menitik
beratkan pada sosiologi
C. LANGKAH–LANGKAH POKOK PENYUSUNAN DRAFT
PENELITIAN DAN PENGKAJIAN ISLAM
Langkah-langkah
pokok dalam menyusun draft penelitian
dan pengkajian Islam adalah merupakan salah satu bagian pokok dari “konstruksi
teori” penelitian agama. Langkah-langkah tersebut pada hakikatnya merupakan
kejadian yang harus ada dalam suatu rencana penelitian. Mely G.Tan mengatakan
bahwa suatu rencana penelitian dapat dibagi dalam delapan langkah berikut:
1. Pemilihan persoalan
2. Penentuan ruang lingkup penelitian
3. Pemeriksaan tulisan-tulisan yang
bersangkutan
4. Perumusan kerangka teoretis
5. Penentuan konsep-konsep
6. Perumusan hiotesis-hipotesis
7. Pemilihan metode pelaksanaan penelitian
8. Perencanaan sampling
Unsur-unsur lazim diminta (harus ada)
dalam suatu rencana penelitian adalah:
1. Judul penelitian
2. Penegasan masalah
3. Latar belakang penelitian
4. Tinjauan pustaka
5. Anggapan dasar (asumsi)
6. Problematik penelitian atau hipotesis
7. Tujuan dan manfaat penelitian
8. Metodologi
Jika unsur tersebut dikaitkan dengan
rencana penyusunan draft penelitian dan pengkajian agama, yang harus ada
adalah:
1. Unsur latar belakang masalah
2. Studi kepustakaan
3. Landasan teori
4. Metodologi penelitian
5. Kerangka analisis
Kelima
unsur yang lazim digunakan dalam penelitian sosial itu dapat digunakan untuk
penelitian agama, karena sebagaimana dikatakan diatas, agama dari segi bentuk
pelaksanaannya merupakan bagian dari pengetahuan sosial atau merupakan bagian
dari budaya manusia yang bercorak batiniah.
D. PERBEDAAN PENELITIAN AGAMA DAN PENELITIAN KEAGAMAAN
Atho Mudzar mengutip pendapat
Middleton, seorang guru besar antropologi di New York
University. Beliau berpendapat bahwa penelitian agama (researh
on religion) berbeda dengan penelitian keagamaan (religious
research). Penelitian agama lebih mengutamakan pada materi
agama, sehingga sasarannya terletak pada tiga elemen pokok, yaitu ritus, mitos,
dan magik. Sedangkan penelitian keagamaan lebih mengutamakan pada
agama sebagai sistem atau sistem keagamaan (religius system). Jadi
letak perbedaan antara penelitian agama dengan penelitian keagamaan yaitu pada
objek yang diteliti.
Jika dalam penelitian agama, contohnya tentang
penelitian agama Islam objek yang diteliti antara lain adalah ilmu-ilmu dalam
Islam, seperti ilmu kalam, fikih, akhlak, dan tasawuf maka dalam penelitian
keagamaan Islam objek yang diteliti yaitu agamanya sebagai produk interaksi
sosial. Secara keseluruhan baik penelitian agama maupun penelitian
keagamaan merupakan kajian yang menjadikan agama sebagai objek
penelitian. Apabila penelitian agama berkenaan dengan pemikiran atau
gagasan, maka metode-metode seperti filsafat, fisiologi adalah pilihan yang
tepat. Apabila penelitian agama berkaitan dengan sikap perilaku
agama, maka metode ilmu-ilmu sosial, seperti sosilogi, antropologi, dan
psikologi merupakan metode yang paling tepat digunakan. Sedangkan
untuk penelitian yang berkenaan dengan benda-benda keagamaan, metode arkeologi
atau metode-metode ilmu natural yang relevan tepat digunakan.
“Penelitian Agama” adalah penelitian tentang
hubungan timbal balik antara Agama dan Masyarakat, sedangkan “penelitian keagamaan”
adalah Agama sebagai gejala sosial. Adanya ilmu Ushul Fiqh sebagai metode untuk
mengistinbatkan hukum dalam agama islam dan ilmu Mustalah Hadits sebagai metode
untuk menilai akurasi dan kekuatan Sabda Nabi Muhammad SAW merupakan bukti
adanya keinginan untuk mengembangkan metodologi penelitian, meskipun masih ada
perdebatan dikalangan para ahli tentang setuju dan tidaknya terhadap materi
kedua ilmu.
penelitian tentang hidup keagamaan
(penelitian keagamaan) adalah penelitian tentang praktik-praktik ajaran agama
yang dilakukan oleh manusia secara individual dan kolektif. Penelitian
keagamaan ini meliputi:
a)
Perilaku
individu dan hubungannya dengan masyarakatnya yang didasarkan atas agama yang
dianutnya.
b)
Perilaku
masyarakat atau suatu komunitas, baik perilaku politik, budaya maupun yang
lainnya yang mendefinisikan dirinya sebagai penganut suatu agama.
c)
Ajaran agama
yang membentuk pranata sosial, corak perilaku, dan budaya masyarakat beragama.
Untuk “penelitian
keagamaan” yang sasarannya adalah agama sebagai gejala sosial, tidak perlulah
membuat metodologi penelitian tersendiri. Penelitian ini cukup meminjam
metodologi penelitian sosial yang telah ada. Memang kemungkinan lahirnya suatu
ilmu tidak pernah tertutup, tetapi tujuan peniadaan nya adalah agar suatu ilmu
jangan dibuat secara artifisial karena semangat yang berlebihan. Kiranya akan
lebih bijaksana apabila metodologi penelitian yang digunakan lahir dan tumbuh
dari proses seleksi dan mengkristal dari berbagai pengalaman dalam menggunakan
berbagai metode penelitian sosial. untuk mendapatkan metodologi semacam ini
gambaran dan kehati-hatian, sebab pengalaman itu sampai dewasa ini belum banyak
karena memang baru mulai dirintis.
- Agama sebagai sasaran penelitian budaya
Terlebih dahulu perlu dicatat, bahwa dengan meletakkan agama
sebagai sasaran penelitian budaya tidaklah berarti agama yang di itu adalah
hasil kreasi budaya manusia; sebagian agama tetap diyakini sebagai Wahyu dari
Tuhan. yang dimaksudkan, bahwa pendekatan yang digunakan di situ adalah
pendekatan penelitian yang lazim digunakan dalam penelitian budaya.
Yang termasuk penelitian
budaya seperti di singgung sebelumnya adalah penelitian tentang naskah-naskah (fisiologi),
alat-alat ritus keagamaan, benda-benda purbakala agama (arkeologi) sejarah
agama, nilai-nilai dari mitos-mitos yang dianut para pemeluk agama, dan
sebagainya
- Agama sebagai sasaran penelitian sosial
1. Letak ilmu sosial
Punya orang berpendapat bahwa ilmu sosial terletak diantara ilmu
alam dan ilmu budaya. hanya saja orang berbeda pendapat mengenai letak yang
sebenarnya, apakah ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu alam atau ilmu budaya. Kaum
strukturalis, termasuk didalamnya sebagian antropolog, cenderung meletakkan
ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu budaya. Mereka melihat, tingkah laku sosial
pada dasarnya selalu mengacu kepada aturan aturan tingkah laku (rule of behavior)
yang berdasar atas pola ideal yang bersumber dari nilai. Karena itu kunci
memahami masyarakat adalah memahami nilai yang ada pada masyarakat itu. kaum
strukturalis memandang begitu pentingnya nilai itu, sehingga mereka lupa bahwa
nilai itu, kaum strukturalis memandang begitu pentingnya nilai itu, sehingga
mereka lupa bahwa nilai itu sendiri merupakan produk interaksi sosial juga. Dalam
hal ini mereka melihat metode verstehen juga sebagai perbuatan
menduga-duga yang tak berdasar secara ilmiah. bagi kaum positivis, memahami
masyarakat haruslah dengan mengamati apa yang dapat dilihat, dapat diukur dan
dapat dibuktikan sebagaimana halnya dalam ilmu pengetahuan alam. Kaum positivis
Letakkan ilmu sosial lebih dekat kepada ilmu pengetahuan alam Profesor D.C Marsh
guru besar dari University of Nottingham, dalam sebuah entrinya tentang social
Science dalam buku A dictionary
of sociology, yang diedit oleh Profesor G. Duncan Mitchell dari jurusan
sosiologi University of Exeter.
2. Ilmu Sosial dan teori
perbedaan pandangan antara kaum strukturalis dan kaum positivis ini
perlu dikemukakan karena mempunyai dampak langsung terhadap perbedaan tingkat penggunaan
teori dan pemilihan metode penilaian.. Para ahli ilmu sosial khususnya para
sosiolog, sependapat bahwa teori merupakan perlengkapan ilmu yang sangat
berguna. mengutip pendapat Profesor Goode dan Hatt, teori sedikitnya berfungsi
untuk :
1)
mendefinisikan
orientasi utama dari suatu cabang ilmu dengan mengarahkan bentuk-bentuk data
mana yang perlu diabstraksikan.
2)
menawarkan suatu
kerangka konseptual untuk mengarahkan fenomena mana yang perlu
disistematisasikan diklasifikasikan dan dihubungkan satu sama lain.
3)
meringkas sejumlah
fakta menjadi generalisasi dan sistem generalisasi.
4)
meramal fakta
5)
menunjukkan
kesenjangan yang ada dalam pengetahuan.
Para ahli ilmu sosial lain berpendapat bahwa penggunaan teori dalam
suatu penelitian tidak perlu. Barney G. Glaser dan Anselm Strauss, dalam buku
mereka yang berjudul the Discovery of grounded Theory (aldine press:
1967) mengatakan, suatu penelitian sosial tidak perlu dan tidak boleh beranjak
dari suatu teori, Karena penelitian itulah justru yang harus melahirkan teori.
bahkan cluster dan strauss menyatakan, menggunakan suatu hipotesis pun tidak
diperlukan. menurut pendapat mereka, penelitian yang beranjak dari suatu
hipotesis, mengakibatkan hasil atau penemuan yang cenderung sempit, yaitu
menerima atau menolak hipotesis tersebut, dan tertutup kemungkinan menghasilkan
hipotesis yang baru. Cleanser dan Strauss tidak menolak perlunya hipotesis
dalam penelitian, tetapi hipotesis yang mereka maksud adalah yang dibangun atas
dasar data yang diperoleh setelah mengadakan penelitian lapangan, dan bukan
dirumuskan di belakang meja sebelum penelitian dimulai.Beberapa hipotesis
mungkin jatuh bangun selama penelitian lapangan berlangsung, dan hipotesis yang
tetap tegak, yang ditopang oleh data akhir dari lapangan penelitian itulah yang
akan menjadi hasil dari penelitian, dan sekaligus itulah teori hasil penelitian
Inilah yang disebut Glaser dan strauss dengan Grounded Theory.
REFERENSI
M. Atho Mudzar,Pendekatan Studi
Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1998), hlm. 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga Manfaat