MAKALAH TASAWUF (KHAUF)
A.
Pendahuluan
Kehidupan manusia di dunia tujuannya tidak
lain hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. Maka dari itu wajib bagi kita
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt yaitu dengan cara beribadah kepada-Nya. Contoh beribadah kepada Allah Swt sangatlah
banyak. Salah satu cara agar ibadah kita diterima oleh Allah Swt dan kita bisa
dekat dengan-Nya adalah dengan cara takut kepada Allah Swt (khauf). Orang yang
khauf akan lebih berhati-hati dalam kehidupannya karena meraka takut akan siksa
dari Allah Swt. maka dari itu, dalam makalah ini kami ingin membahas apa itu
khauf, tingkatan-tingkatan khauf, dan factor-faktor yang mempengaruhi hilangnya
khauf.
B.
Pengertian Khauf
Secara etimologi, khauf berasal dari bahasa arab yang berarti
ketakutan.
Dalam
KBBI, khauf adalah kata benda yang memiliki arti ketakutan atau kekhawatiran.
Khawatir sendiri merupakan kata sifat yang bermakna takut (gelisah, cemas)
terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Sedangkan takut adalah
kata sifat yang memiliki beberapa makna seperti, merasa gentar menghadapi
sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. jadi khauf juga bisa
dirartikan perasaan gelisah atau cemas terhadap suatu hal yang belum diketahui
dengan pasti.[1]
menurut Al
Ghazali, khauf adalah rasa sakit dalam hati karena khawatir akan terjadi
sesuatu yang tidak disenangi dimasa sekarang.[2]
Jadi dapat kami simpulkan bahwa khauf dari
perbedaan pendapat adalah rasa takut kepada Allah Swt akan dosa-dosanya, atau
khawatir jika Allah tidak senang padanya.
Ahmad Faridh menegaskan bahwa khauf
merupakan cambuk yang digunakan Allah Swt untuk menggiring hamba-hamba-Nya
menuju ilmu dan amal. Dengan itu mereka dapat dekat dengan Allah. Sifat ini
adalah kesakitan hati karena membayangkan sesuatu yang ditakuti yang akan menimpa
diri dimasa yang akan datang. Khauf mencegah hamba untuk berbuat maksiat dan
mendorongnya untuk senantiasa berbuat dalam ketaatan.[3]
Khauf timbul karena rasa cinta yang
mendalam kepada Allah Swt.
Allah berfirman dalam surat Al-Isra’
ayat 57
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ
أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ ۚ إِنَّ
عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
Artinya :”orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa
diantara mereka yang paling dekat dengan Allah, dan berharap rahmatNya dan
takut akan adzabNya; sesungguhnya azab tuhanmu adalah suatu yang harus
ditakuti.” (QS Al-Isra’[17]: 57)
Jadi dari ayat diatas sudah jelas
dicontohkan bahwa orang-orang berdoa agar mendapatkan rahmad dan takut dengan
adzab-Nya. Takut pada adzab adalah suatu yang perlu ditaati dan juga menjadi
sarana mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam kitabnya Ihya’Ulumuddin Al Ghazali
juga membagi khauf kedalam 3 tingkatan, yaitu:
1. khauf al awam (takutnya orang
awam) yaitu takut akan hukuman dan keterlambatan pahala.
2. khauf al khashshah (takutnya orang
khusus), yaitu takut akan keterlambatan teguran.
3. khauf al khashshah al khashshah
(takutnya orang yang paling khusus) yaitu takut akan ketertutupan dengan
nampaknya keburukan budi pekerti.[4]
Allah
meminta manusia senantiasa takut kepada-Nya dan Allah menjelaskan bahwa Dia
telah menyediakan dua surga bagi orang yang takut kepada-Nya.
Allah
SWT berfirman,
وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ , فَبِاَيِّ
اَلاَءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبانِ
Artinya : Bagi orang yang takut
akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. (satu surga untuk manusia dan satu
lagi untuk jin, atau surga dunia dan surga akhirat), maka nikmat Tuhan kamu
yang manakah yang kamu dustakan?.(QS.Ar-Rahman[55]; 46-47)
Oleh
karena itu para ulama’ telah bersepakat bahwa derajat yang paling utama adalah
drajat takut pada Allah dengan ikhlas. Orang yang takut, akan menghidupkan
malamnya (qiyamullail). Barang siapa yang menghidupkan malamnya akan sampai ke
“rumah”nya, yaitu surga, Orang yang takut kepada Allah akan beramal dan orang
yang beriman akan beramal saleh dan merasa takut, sementara orang munafik,
amalnya tetap buruk dan dia hanya bisa berharap-harap. Oleh karena itu, orang
yang paling takut kepada Allah adalah Rassulullah. Tidak ada yang lebih takut
kepada Allah dari pada beliau.
Rasulullah
bersabda kepada para sabahat yang bersungguh-sungguh dalam beribadah,”
sesungguhnya orang yang paling kenal dan paling takut kepada Allah adalah
aku.”(HR. Imam Bukhori,Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Abu daud)[5].
Sudah
jelas dari Alquran surat Ar-Rahman bahwa
imbalan dari pada takut atau khauf kepada Allah adalah dua surga, yaitu surga
dunia dan surga akhirat. dari situ diperjelas bahwa orang yang paling takut
kepada Allah adalah Rasulullah SAW.
Sahabat
Rasulullah, Ali bin Abi Thalib ra selalu menangis dan senantiasa takut kepada
Allah. ia sangat khawatir terhadap dua hal, yakni panjangnya angan-angan dan
menuruti hawa nafsu. Beliau berkata,”panjangnya angan-angan dapat melupakan
akhirat, sedangkan mengikuti hawa nafsu dapat memalingkan dari kebenaran.
Ingatlah bahwa dunia ini akan segera berlalu sedangkan akhirat akan segera
datang. Setiap orang mempunyai anak, karena itu maka jadilah kalian sebagai
anak akhirat dan jangan sekali-kali kalian menjadi anak dunia. Sebab hari ini
adalah untuk beramal tanpa hisab, sedangkan besok adalah untuk hisab bukan
untuk beramal.”[6]
Adapun factor-faktor yang
menghilangkan rasa takut kepada Allah menurut para ulama ada 4 faktor yaitu
1. Kelalaian. Apabila kelalaian sudah
menggelayuti hati, maka hati itu tidak bisa lagi untuk lurus dan konsisten,
bahkan dia enggan untuk berdzikir dan tidak mampu tersentuh untuk selamanya
2. Kemaksiatan. Kemaksiatan adalah
factor utama yang menghalangi seorang hamba menggapai ridha Allah SWT. Apabila
kemaksiatan semakin banyak, hati akan semakin gelap dan tidak berfungsi.
Awalnya kemaksiaan itu akan menimbulkan kesempitan, baru menimbulkan kegelapan,
kemudian menimbulkan kebiasaan. Kebiasaan adalah akibat paling akhir dan inilah
yang menimpa orang-orang kafir. kegelapan menimpa orang fasik, sementara
kesempitan menimpa orang beriman.
3. memperbanyak hal-hal yang
memperbolehkan. disinilah kebanyakan manusia terjatuh dan terjebak, seperti
bermegah-megahan di dunia dan memperbanyak kekayaan duniawi, memperluas
cakupannya, mengutamakan semua kenikmatannya sehingga tidak mengutamakan
kepentingan akhirat dan tuntunan-tuntunan Allah.
4. Menyia-nyiakan waktu. Mungkin
perkara pertama yang dihisap dari seorang hamba di hari kiamat kelak adalah
penyianyiannya terhadap waktu dihadapan Allah.[7]
Jadi, dengan mengetahui factor-faktor yang
mempengaruhi dari hilangnya sifat takut kepada Allah, setiap orang hendaknya
sadar terhadap adanya pengaruh-pengaruh tersebut.
C.
Kesimpulan
Khauf adalah rasa
takut kepada Allah Swt akan dosa-dosanya, atau khawatir jika Allah tidak senang
padanya.
Dalam kitabnya Ihya’Ulumuddin Al Ghazali
juga membagi khauf kedalam 3 tingkatan, yaitu:
1.
khauf al awam (takutnya orang awam) yaitu
takut akan hukuman dan keterlambatan pahala.
2.
khauf al khashshah (takutnya orang khusus),
yaitu takut akan keterlambatan teguran.
3.
khauf al khashshah al khashshah (takutnya
orang yang paling khusus) yaitu takut akan ketertutupan dengan nampaknya
keburukan budi pekerti.
factor-faktor yang menghilangkan rasa
takut kepada Allah adalah antara lain kelalaian, kemaksiatan, memperbanyak
hal-hal yang memperbolehkan, dan menyianyiakan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1990).
Yakub Ismail. Ihya Ulumuddin(terj) (Singapura: Pustaka
Nasional, 2007).
M. Solihin. Tasawuf Tematik (Bandung: Pustaka Setia,
2003).
Anwar Rosibon dan Solihin Mukhtar. Ilmu Tasawuf (Bandung:
Pustaka Setia, 2004).
Aidh bin Abdullah Al-Qarni. Jangan Takut (Jakarta:
Maghfirah Pustaka,2005).
Al-Jauziyyah Ibn Qayyim. Siraman Rohani (Jakarta: Lentera
Basritama, 2000).
[1] Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)
[2] Ismail Yakub,
Ihya Ulumuddin(terj), (Singapura: Pustaka Nasional, 2007)jil.4, hal.32.
[3]M. Solihin,
Tasawuf Tematik (Bandung: Pustaka Setia, 2003) 27
[4] Rosibon Anwar
dan Solihin Mukhtar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2004)75.
[5] Aidh bin
Abdullah Al-Qarni, Jangan Takut, (Jakarta: Maghfirah Pustaka,2005) 9.
[6] Ibn Qayyim
Al-Jauziyyah, Siraman Rohani, (Jakarta: Lentera Basritama, 2000) 78.
[7] Aidh bin
Abdullah Al-Qarni, Jangan Takut, (Jakarta: Maghfirah Pustaka,2005)35-36.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga Manfaat