Mata Kuliah “Aspek Hukum Bank Islam”
PERAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH
DI INDONESIA
Pertumbuhan market share perbankan
syariah di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang berarti. Bank Indonesia
pernah menargetkan bahwa pada akhir tahun 2008 perbankan syariah diproyeksikan
akan mampu meraup lima persen pangsa pasar perbankan nasional. Namun ketika
akhir periode tersebut, pangsa pasar perbankan syariah hanya mampu mencapai
2,14 persen dari lima persen yang diproyeksikan. Dan pencapaian Oktober 2011
masih di level 3,8 persen. Pencapain tidak sampai setengahnya dari target yang
dicanangkan. Lambatnya pertumbuhan market share di Indonesia disebabkan
oleh salah satunya adalah kurangnya peran pemerintah dalam membantu perbankan
syariah. Sementara tetangga kita Malaysia mengalami pertumbuhan yang cukup baik
dalam industri keuangan syariah karena dukungan penuh pemerintah. Pemerintah
Malaysia telah memainkan peranan yang sangat pro-aktif dalam
mengimplementasikan kebijakan orientasi pengembangan dan pemakaian hukum
sebagai instrumen perubahan dan kontrol sosial. Political will pemerintah
Malaysia begitu kuat hingga meminta perusahaan BUMN untuk menempatkan dananya
di bank syariah. Sehingga sebagian besar dana yang terhimpun di bank syariah
Malaysia adalah dana perusahaan BUMN. Di negara Jiran ini pemerintah sejak awal
merupakan gerakan top to bottom, sehingga pertumbuhannya langsung
melesat. Pemerintah setempat memberikan insentif pajak untuk menjadikan
Malaysia sebagai pusat keuangan syariah internasional. Insentif pajakpun
diberikan merata pada industri keuangan syariah, mulai dari bank syariah,
takaful, management fund, pasar modal, hingga pengembangan SDM. Hal ini sangat
berpengaruh sekali pada pengembangan industri keuangan disana. Sementara
Indonesia, kendati di awal era abad 21 perbankan syariah mulai marak, namun
perjalannya masih belum seperti yang diharapkan. Sekian lama berjuang
sendirian, perbankan syariah baru mendapat perhatian pemerintah saat
Undang-Undang Perbankan Syariah mulai digodok DPR. Pada 2008 Undang-Undang
Perbankan Syariah pun lahir setelah melalui diskusi panjang antara anggota
dewan, praktisi, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Dan sampai
sekarang pun pemerintah masih setengah hati mendukung perbankan syariah, baik
dari regulasi, kebijakan, maupun kontribusi aktif dalam pengembangan perbankan
syariah. [1]
Dari
pemaparan diatas perkembangan perbankan syariah di Indonesia tergolong lambat. Perbankan
Syariah Indonesia yang berdiri sudah 20 tahun, market share-nya hanya mencapai di 3,8 persen saja. Di bandingkan
dengan negara Malaysia, market share-nya
25 persen. Padahal populasi penduduk negara Indonesia lebih banyak dibandingkan
dengan negara Malaysia. Hal ini karena peranan pemerintah Indonesia tidak
maksimal dalam mendukung kemajuan dan pengembangan perbankan syariah di
Indonesia. Negara Indonesia mungkin bisa menyaingi asset perbankan syariah di
Malaysia jika pemerintah secara maksimal memberikan kontribusi pengembangan
perbankan syariah di Indonesia. Dilansir dari Sharing: Outlook Keuangan Syariah Indonesia, menyebutkan bahwa
peluang Indonesia untuk menjadi yang terdepan di industri perbankan syariah
terbuka lebar. Saat ini nasabah bank syariah Indonesia mencapai 10 juta dan
nasabah asuransi syariah 3,5 juta. Dengan total nasabah industri keuangan
syariah sebanyak 13,5 juta. Jumlah itu sama dengan total populasi muslim
Malaysia dan sedikit di bawah populasi Arab Saudi yang berjumlah 16 juta orang.[2] Hal ini merupakan potensi
yang sangat besar untuk Indonesia, namun pemerintah belum bisa memanfaatkan
peluang ini. Sebagai negara muslim terbesar di dunia banyak opsi yang bisa
menjadikan negara Indonesia sebagai trendsetter
keuangan syariah dunia. Di Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia,
telah muncul pula kebutuhan untuk adanya bank yang melakukan kegiatan
berdasarkan Prinsip Syariah. Keinginan ini kemudian tertampung dengan dikeluarkannya
Undang-Undang No. 7 tahun 1992, sekalipun belum dengan istilah yang tegas,
tetapi baru dimunculkan dengan memakai istilah “bagi hasil”. Baru setelah Undang-Undang No. 7 tahun 1992
itu diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998, istilah yang dipakai lebih
terang-terangan. Dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 disebut dengan tegas
istilah “Prinsip Syariah”. Lebih
tegas lagi setelah dikeluarkannya Undan-Undang No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah tanggal 16 Juli 2008. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.
21 tahun 2008 tersebut, bank dan syariah yang telah didirikan berdasarkan
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 sebagaimana kemudian telah diubah dengan
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 memperoleh dasar hukum yang khusus dan lebih
kuat serta lebih tegas. Dan menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan, bank yang kegiatan usahanya dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah
tersebut secara teknis yuridis disebut “Bank
Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil”. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.
10 tahun 1998, istilah yang dipakai ialah “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Oleh karena pedoman
operasi bank tersebut adalah ketentuan-ketentuan syariah Islam, maka bank yang
demikian itu disebut pula “Bank
Syariah”. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah itu, sebagaimana menurut definisi yang disebutkan dalam pasal
1 Angka 7 undang-undang tersebut, bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah disebut Bank Syariah.[3] Oleh karena itu, kebijakan
pemerintah mempunyai peranan signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
suatu negara, khususnya dalam perbankan syariah. Dukungan dari setiap elemen
pemerintahan (posisi legislatif, yudikatif, dan eksekutif) ataupun aspirasi
masyarakat sangat penting, agar tercipta sebuah kebijakan lembaga keuangan
syariah. Dukungan dari masyarakat perbankan (ulama, cendekiawan muslim,
akademisi dan praktisi perbankan) akan sangat diperhitungkan. Menurut Ramzi A.
Zuhdi para praktisi dan
akademisi memadukan teori dan praktek dalam pengkajian terhadap perkembangan
kelembagaan keuangan syariah sangat tepat. Hal ini diperlukan sebagai bahan
argumentasi dalam proses pembentukan kebijakan. Didukung pula dengan
organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga Islam lain dalam pembentukan
kebijakan lembaga keuangan Islam, seperti Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI,
International Centre for Development in Islamic Finance (ICDIF)-LPPI, Komite
Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI-KAS), Masyarakat Ekonomi
Syariah (MES), Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES) dan lain-lain.[4] Kemungkinan salah satu cara yang bisa
dicoba yakni bercermin pada sistem kebijakan pemerintah negara Malaysia dalam
mengatur dan mengelola sistem perbankan syariah. Terkait kebijakan atau peran
pemerintah dalam mengembangkan perbankan syariah, pemerintah juga harus melihat
permasalahan-permasalahan yang menghambat dalam pengembangan perbankan syraiah,
sehingga dengan tepat pemerintah akan mengelurakan kebijakan secara nyata
perihal pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Diantaranya permasalahan tersebut adalah
pemahaman masyarakat yang dirasa belum tepat terhadap kegiatan atau sistem
operasional perbankan syariah, belum banyak jaringan kantor syariah di
Indonesia, minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian dalam
perbankan syariah, kepercayaan masyarakat terhadap bank konvensional masih
tinggi, kita mengetahui bahwa bank konvensional, yang berdiri sejak kemerdekaan
Indonesia, sudah mendarah daging dan melekat di setiap pribadi masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri sampai saat ini bahwa masyarakat Indonesia masih
mempercayai pelayanan bank konvensional, baik dari segi pembiayaan (financing),
penghimpun dana (funding) maupun jasa (service), dan ini yang
paling penting yakni peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya
mengakomodasi operasioanal perbankan syariah di Indonesia. Jika sudah
mengetahui hal tersebut seharusnya pemerintah segera bertindak, mengingat
Indonesia sangat berpotensi besar untuk menjadi sentral perbankan syariah. Perkembangan
kehidupan perbankan syariah dari suatu negara sangat tergantung kepada dukungan
peraturan perundang-undangan yang mengatur perbankan syariah yang dapat
menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan perbankan syariah itu
sendiri. Kita mengetahui bahwa pengelolaan operasional perbankan syariah adalah
sesuai dengan syariat Islam, dalam operasionalnya perbankan syariah dengan
sistem bagi hasil, pada sisi pengerahan dana mendukung program pemerintah dalam
upaya pemerataan pendapatan secara adil. Pada sisi penyaluran dana, dimana
perbankan syariah mampu memper-luas daya jangkau dan penertrasi penyaluran dana
ke semua lapisan masyarakat, akan mendukung program pemerintah dalam upaya
perluasan kesempatan berusaha, upaya perluasan kesempatan kerja, dan mendukung
upaya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. sebenarnya banyak cara yang bisa
dilakukan pemerintah dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, salah
satunya menempatkan dana BUMN ke perbankan syariah, hal ini juga diperlukan
terkait suplai dana pemerintah terhadap pengembangan perbankan syariah. Semua pemaparan
diatas merupakan hal yang perlu dipertimbangkan pemerintah untuk sepenuh hati
memberikan kebijakan terhadap pengembangan perbankan syariah di Indonesia.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah tentang lembaga
keuangan syariah adalah keberadaan perbankan syariah diharapkan
dapat mendorong perkembangan perekonomian suatu negara, oleh karenanya
pemerintah sudah seharusnya mendukung secara penuh dalam memberikan
kontribusinya terhadap perkembangan perbankan syariahBeberapa negara yang
didukung penuh oleh pemerintahnya, mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
cukup pesat, tidak hanya bisa bersaing dengan perbankan konvensional, tetapi
juga mampu menjadi perbankan syariah terbesar, seperti Malaysia dan
negara-negara lain. Pemerintah Indonesia harus belajar dari negara-negara lain
yang lebih dulu memiliki perbankan syariah dan berhasil dalam mengembangkan
jaringannya. Pengembangan jaringan perbankan syariah, terutapa ditujukan untuk
menyediakan akses pelayanan jasa bank syariah. Selain itu, dengan semakin
berkembangannya jaringan-jaringan syariah, akan mendukung pembentukan pasar
uang antar bank yang sangat penting dalam mekanisme operasional perbankan
syariah sehingga berkembang secara pesat. pengembangan jaringan perbankan syariah
dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya, pembukaan kantor cabang
syariah bagi bank konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik dan
berminat untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
peningkatan kualitas bank umum syariah dan bank perkreditan rakyat syariah yang
telah berjalan atau beroperasi. Pemerintah perlu juga mencoba mendorong BUMN
untuk menempatkan dananya ke perbankan syariah, seperti apa yang dilakukan
pemerintah Malaysia, dalam upaya mempercepat pengembangan perbankan syariah di
Indonesia. Dan diharapkan Indonesia akan mampu untuk menjadi pemimpin perbankan
syariah dunia. Selain itu, dalam rangka menjadikan Indonesia center ekonomi
dunia dalam hal ini adalalah pengembangan perbankan syariah, pemerintah perlu menyiapkan
anggaran yang signifikan, akselerasi daya saing industry ekonomi syariah. Untuk
itu semua pihak harus mendukung dalam membangun fondasi, regulasi, persaingan
industry yang sehat, pelaku industry modern, serta penggunaan teknologi tepat
guna untuk industry yang baik sesuai dengan kebijakan pemerintah dan hukum yang
mengatur di dalamnya. Kesimpulan secara keseluruahn dari opini di atas, bahwa
pemerintah harus segera membangun industry perbankan syariah lebih maju ladi,
dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang mampu mem back-up pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di
Indonesia. Oleh karena itu pemerintah harus sepenuh hari dalam membangun
perbankan syariah Indonesia, untuk membantu meningkatkan perekonomian
Indonesia.
[1]http://republika.co.id
[2]
Sharing,2012: Outlook Keuangan Syariah Indonesia, dalam Jurnal ekonomi dan Hukum
Islam “Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Perkembangan Syariah di Indonesia”
Vol. 2 No.1, 2012
[3]Sutan Remy Syahdeini, Perbankan
Syariah; Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, (Jakarta: Jayakarta Agung
Offset, 2010),30-31.
[4] Ramzi A. Zuhd, Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2010,
(Jakarta: Direktorat Bank Syariah BI, 2009), 14. dalam jurnal “Kebijakan
Pemerintah Tentang Lembaga Keuangan
Syariah Era Reformasi”
Vol. XIV, No. 2, Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga Manfaat