MAKALAH
PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA
MATA KULIAH PERKEMBANGAN
MANUSIA DAN SOSIALISASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sudah
ditakdirkan sebagai makhluk sosial, dimana ia membutuhkan orang lain untuk
tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang utuh. Dalam perkembangannya,
pendapat dan sikap manusia dapat berubah karena interaksi saling berpengaruh
antar sesamanya maupun dalam proses sosialisasi.
Pada awal manusia
dilahirkan, belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan
berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan berinteraksi dengan orang lain
diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang
disekitarnya.
Kebutuhan berinteraksi
dengan orang lain telah dirasakan mulai usia enam bulan, dimana pada saat itu
ia mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarga lainnya. Anak
mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lainnya, seperti marah
dan kasih sayang.
Dari hal-hal yang
diuraikan diatas, maka kami ingin membuat makalah dengan judul ”Perkembangan
Manusia dan Sosialisasi”.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa definisi perkembangan manusia dan sosialisasi?
2.
Bagaimana kualitas hidup dan perkembangan anak?
3.
Bagaimana tahapan perkembangan manusia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
pengertian perkembangan manusia dan sosialisasi.
2. Untuk mengetahui bagaimana
kualitas hidup yang diinginkan dan mengetahui perkembangan anak.
3. Untuk
mengetahui tahapan perkembangan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan Manusia Dan Sosialisasi.
1.
Pengertian Perkembangan Manusia
Perkembangan sendiri merupakan perubahan yang menyangkut aspek-aspek
mental psikologis manusia, seperti perubahan-perubahan yang berkaitan dengan
aspek pengetahuan, sifat sosial, moral, keyakinan agama, kecerdasan, dan
sebagainya.[1]
Psikologi perkembangan adalah bidang psikologi yang menaruh perhatian
pada perubahan dalam perilaku seiring berjalannya waktu. Saat kita kita tumbuh,
kita tak sekedar hanya bisa lebih banyak hal, tapi melakukan cara-cara berbeda
dalam titik perkembangan yang berbeda pula.
Menurut Ross Vasta dkk,
psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan
tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari masa
konsepsi sampai mati.
Objek psikologi perkembangan ada 2 yaitu :
1)
Objek material psikologi
perkembangan: Perilaku dan proses-proses mental manusia.
2)
Objek formal psikologi
perkembangan : Perilaku dan proses-proses mental manusia ditinjau berdasarkan
fase-fase perkembangannya.[2]
2. Pengertian
Sosialisasi
Secara umum, sosialisasi adalah proses belajar seseorang terhadap
lingkungan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
Menurut Hassan Shadily
sosialisasi merupakan suatu proses saat seseorang mulai menerima dan
menyesuaikan diri dengan adat istiadat suatu golongan sehingga lambat laun ia
merasa bagian dari golongan tersebut.
Tujuan dari sosialisasi sendiri untuk menunjukkan dan mengajarkan dasar-dasar
kehidupan bermasyarakat, Mengajarkan ketrampilan-ketrampilan atau teknik-teknik
bertahan hidup, Memberikan identias sosial kepada anggota masyarakat.[3]
3. Kualitas
Hidup dan Perkembangan Anak
Kualitas hidup bukan hanya berbicara mengenai kebutuhan akan makanan,
pakaian , dan tempat tinggal terpenuhi melainakan juga mengenai pendidikan dan
perawatan kesehatan.[4]
Hubungan keluarga juga mempengaruhi bagaiamana kualitas hidup. Jika
hubungan keluarga baik, harmonis tentunya akan berpengaruh terhadap kualitas
hidup, begitu juga sebaliknya. Faktor ekonomi
juga sangatlah memiliki pengaruh yang signifikan, misalnya keluarga itu miskin
kebutuhan mengenai makanan, pendidikan akan juga terpengaruh juga.
4. Perkembangan dan Sosialisasi Anak
Perkembangan dan sosialisasi anak bergantung pada orang-orang yang
berinteraksi dengan anak,tempat di mana mereka menghabiskan waktu bersama, dan
peran yang dimainkan anak-anak (Whiting
& Whiting, 1975).Orang dewasa menugaskan anak untuk beberapa peran dan
melarang orang lain. Misalnya, perbedaan lintas budaya dalam perilaku anak
laki-laki dan anak perempuan mungkin sebagian karena peran berbeda yang
ditugaskan kepada mereka oleh orang dewasa. Anak perempuan lebih cenderung untuk
tetap dekat dengan rumah dan lebih banyak terlibat dalam aktivitas pengasuhan
anak daripada mereka anak laki-laki (Whiting
& Edwards, 1988). Bermain kasar dan kasar adalah aktivitas anak-anak
yang umum budaya. Namun, di negara-negara Muslim tradisional, anak perempuan
jarang didorong oleh orang tua mereka untuk terlibat dalam permainan seperti
itu (Ahmed, 2002).
Tradisi budaya kolektivisme berkorelasi positif dengan gaya otoriter
pengasuhan anak, yang didasarkan pada tuntutan ketat, kontrol perilaku, dan
sanksi (Rudy & Grusec,2001).
Dengan kata lain, dalam budaya kolektivis yang dominan kebanyakan orang tua
mempraktikkan otoriter metode daripada yang mereka lakukan dalam budaya
individualis. Tentu saja, kita juga harus mengerti kolektivisme, banyak faktor
masyarakat berkontribusi terhadap metode otoriter, termasuk politik.[5]
Keyakinan orang tua kepada anak juga sangat mempengaruhi bagiamana anak
itu dan berkembang dengan cara sosialisasi dengan teman sebayanya.
Pola sosialisasi juga sangat mempengaruhi perkembangan anak. Seperti orang tua yang menggunakan pola Sosialisasi
Represif : Sosialisasi yang memberikan ancaman hukuman kepada seseorang
yang tidak patuh. Contoh: orang tua memberikan hukuman fisik kepada anaknya
yang nakal. Ataupun orang tua yang menggunakan pola Sosialisasi
Partisipatoris : Sosialisasi yang memberikan imbalan atau hadiah kepada
seseorang atas kepatuhan mereka. Contoh : anak yang berhasil meraih prestasi
akan diberikan hadiah
Bentuk Sosisalisai ada 2, yaitu :
1)
Sosialisasi Primer: Terjadi saat seseorang masih kanak-kanak,
bertujuan agar seseorang dapat diterima sebagai anggota dalam suatu masyarakat.
2)
Sosialisasi Sekunder: Terjadi pada
seseorang yang telah diterima menjadi anggota suatu masyarakat, bertujuan agar
seseorang ( khusunya anak-anak) belajar lebih dan memiliki lebih banyak
pengetahuan.[6]
5. Tahapan
Perkembangan
1) Psikologis
Erik Erikson
Tahapan perkembangan menurut Erik Erikson memiliki
bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang berjalan melalui
krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap
manusia menurut Erikson adalah sebagai berikut :
a.
Tahap Oral ( 0-1 tahun )
Masa bayi ditandai
adanya kecenderungan kepercayaan – kecurigaan. Perilaku bayi didasari oleh
dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia
sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak
akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku
oleh orang yang tidak dikenalnya.
b.
Tahap anus-otot ( 1-3 tahun )
Masa kanak-kanak awal
ditandai adanya kecenderungan otonomi dan perasaan malu dan ragu- ragu. Pada
masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam
arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong
oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan
keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan
dari orang tuanya.
c.
Tahap bermain ( 3-5 tahun )
Masa pra sekolah ditandai adanya
kecenderungan inisiatif dan kesalahan.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan
kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi
karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami
kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan
bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
d.
Tahap laten ( 5-12 tahun )
Masa Sekolah ditandai adanya kecenderungan
kerajinan dan infrerioritas.
Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak
sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk
mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain
karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia
menghadapi kesukaran, hambatan bahkan
kegagalan. Hambatan dan
kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
e.
Tahap remaja ( 13-20 tahun )
Masa Remaja ditandai adanya kecenderungan
identitas dan kekacauan identitas. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan
didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan
yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas
diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan
identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan
berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai
penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di
satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar
terhadap kelompok sebayanya.
f.
Tahap dewasa awal ( 20-30 tahun )
Masa Dewasa Awal ditandai adanya
kecenderungan intim dan isolasi. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan
yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah
mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim
hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul
dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan
kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
g.
Tahap dewasa tengah ( 30-60 tahun )
Masa Dewasa ditandai adanya kecenderungan
generativitas dan stagnasi. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini
individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya.
Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan
individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas,
tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan,
sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia
mengalami hambatan.
h.
Tahap usia senja ( 60-seterusnya )
Masa hari tua ditandai adanya
kecenderungan integritas dan
keputusasaan. Pada masa ini individu telah memiliki
kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah
menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan
oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan
atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit
sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus
asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan
karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan
acapkali menghantuinya.
2) Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget pernah melakukan
penelitian mengenai fase-fase perkembangan dikaitkan dengan terjadinya
perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar. Piaget membagi perkembangan
menjadi 4 fase sebagai berikut:
·
Fase sensorik motoric (0-2
tahun). Aktivitas
kognitif didasarkan pada pengalaman langsung panca indera. Aktivitas belum
menggunakan bahasa. Pemahanan intelektual muncul diakhir fase.
·
Fase pra operasional (2-7
tahun). Anak tidak akan
terikat lagi pada lingkungan sensori,kesanggupan menyimpan tanggapan bertambah
besar. Anak suka meniru orang lain dan mampu menerima khayalan dan suka
bercerita tentang hal-hal yang fantastis dan sebagainya.
·
Fase operasi konkret (7-11
tahun). Pada fase ini
cara anak berpikir mulai logis. Bentuk aktivitas dapat ditentukan dengan
peraturan yang berlaku. Anak masih berpikir harfiah sesuai dengan tugas-tugas
yang diberikan kepadanya.
·
Fase operasional formal
(11-14 tahun). Dalam fase ini
anak telah mampu mengembangkan pola-pola berpikir formal, telah mampu berpikir
logis,rasional dan bahkan abstrak. Telah mampu menangkap arti simbolis, kiasan
dan menyimpulkan suatu berita, dan sebagainya.[7]
3) Tahap Perkembangan Moral Kohlberg
Kohlberg
mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget, yaitu dengan
pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkem-bangan yang memiliki urutan
pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki
struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior).
Tahapan
perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan moralnya. Perkembangan Moral di bagi menjadi 3
tingkat, setiap tingkat di bagi menjadi 2 tahap yaitu :
1.
Tingkat Pra Konvensional (Moralitas Pra-Konvensional) à perilaku anak
tunduk pada kendali eksternal:
Tahap 1: Orientasi pada kepatuhan dan hukuman à anak melakukan
sesuatu agar memperoleh hadiah (reward) dan tidak mendapat hukuman (punishment)
Tahap 2: Relativistik Hedonism à anak tidak lagi
secara mutlak tergantung aturan yang ada. Mereka mulai menyadari bahwa setiap
kejadian bersifat relative, dan anak lebih berorientasi pada prinsip
kesenangan. Menurut Mussen, dkk.
Orientasi moral anak masih bersifat individualistis, egosentris dan konkrit.
2.
Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional) à fokusnya
terletak pada kebutuhan social (konformitas).
Tahap 3: Orientasi mengenai anak
yang baik à anak memperlihatkan perbuatan yang dapat dinilai oleh orang lain.
Tahap 4: Mempertahankan norma-norma sosial dan
otoritas à menyadari kewajiban untuk melaksanakan norma-norma yang ada dan
mempertahankan pentingnya keberadaan norma, artinya untuk dapat hidup secara
harmonis, kelompok sosial harus menerima peraturan yang telah disepakati
bersama dan melaksanakannya.
3.
Tingkat Post-Konvensional (Moralitas
Post-konvensional) à individu
mendasarkan penilaian moral pada prinsip yang benar secara inheren.
Tahap 5: Orientasi pada perjanjian
antara individu dengan lingkungan sosialnya à pada tahap ini
ada hubungan timbal balik antara individu dengan lingk sosialnya, artinya bila
seseorang melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan tuntutan norma social, maka
ia berharap akan mendapatkan perlindungan dari masyarakat.
Tahap
6: Prinsip Universal à pada tahap ini ada norma etik dan norma pribadi yang bersifat subjektif.
Artinya: dalam hubungan antara seseorang dengan masyarakat ada unsur2 subjektif
yang menilai apakah suatu perbuatan/perilaku itu baik/tidak baik;
bermoral/tidak bermoral. Disini dibutuhkan unsur etik/norma etik yang sifatnya
universal sbg sumber utk menentukan suatu perilaku yang berhubungan dengan
moralitas.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari penjelasan
diatas mengenai perkembangan manusia dan sosialisasi, dapat diambil kesimpulan
bahwa perkembangan manusia tidak hanya mengenai perkembangan fisik saja, namun beberapa
aspek menyangkut aspek-aspek mental psikologis manusia, seperti
perubahan-perubahan yang berkaitan dengan aspek pengetahuan, sifat sosial,
moral, keyakinan agama, kecerdasan, dan sebagainya.
Perkembangan
sosialisasi manusia juga terjadi seiring berjalannya usia dengan berbagai
tahapan perkembangan, seperti tahapan perkembangan psikologis, moral, dan juga
kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
Matsumoto, David. 2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Jogja: Pustaka Pelajar.
Shiraev, Eric. David A. Levy. 2010. Cross-Cultural Psychology: Critical Thinking
and Temporary Applications. USA: Pearson.
Drs. Zulkifi L.1987. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[4] Eric B.Shiraev, David A.
Levy. (2010). Cross-Cultural Psychology: Critical Thinking and Temporary
Applications. USA: Pearson. Hal. 196
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semoga Manfaat